Ephemeral 7: Ingatan Dia yang Melekat
Lantas bagaimana mungkin kita bisa bersama sedang kamu saja menjadikan dia sebagai tujuan? Aku yang mengharapkan pelukmu, bisa apa jika yang kamu harapkan saja bukan aku? Iya memang, hatimu bukan untukku, aku juga tahu itu.
Maaf, karena aku enggan menyadarkan diri di mana seharusnya posisiku saat ini. Maaf karena aku begitu sangat menginginkanmu sedang kamu saja tidak melihat keberadaanku di sini.
****
Silla dan Chandra berada di warung pinggir jalan yang letaknya tak jauh dari sekolah. Mereka memutuskan untuk mampir sebentar sebelum pulang ke rumah. Tak sering mereka menghabiskan waktu berdua seperti ini di luar, namun momen seperti inilah yang membuat Silla senangnya bukan main.
Menghabiskan waktunya berdua dengan Chandra memang momen terbaik untuknya. Membuat hidupnya berpadu warna cerah, secerah harinya saat bersama Chandra.
Silla menoleh ke arah Chandra yang memutar berulang kali video galau di ponselnya. Iya, sejak mereka tiba di sini, sikap Chandra menjadi aneh. Layaknya seseorang yang sedang dilanda kericuhan asmara. Bukankah itu sudah jelas? Dan ditambah video itu memang berisi kegalauannya warga bumi membuat Silla sangat yakin jika Chandra memang sedang galau.
"Move on, Chan, move on," ujar Silla yang tak kuasa melihat Chandra dengan ekspresi tidak biasanya. Karena di hadapan Silla, Chandra bukan seseorang yang suka galau karena asmara. Entah apa Chandra memang tak mempermasalahkan dunia asmaranya, atau memang Chandra menyembunyikannya dari Silla.
Chandra menggelengkan kepalanya lemah. Sangat lesu dan tak bersemangat. "Walaupun kenangannya cuma sedikit, tapi sulit."
"Iya tau. Eh, jangan maksa move on deh, nanti juga terbiasa," ujar Silla tenang. Iya memang, karena katanya apa-apa yang belum seharusnya pergi, sekuat apa pun kita memaksa, kita tak akan bisa.
"Capek emang." Nada bicara yang terdengar begitu berat di telinga Silla, dan Silla rasa itu tak sebanding dengan beratnya kisah asmara Chandra dengan seseorang itu.
"Lagi galauin dia nih?" tanya Silla untuk pertanyaan yang sudah dia ketahui jawabannya.
Bahu Chandra terangkat acuh seraya kepalanya yang lagi-lagi menggeleng pelan. Bersamaan dengan itu, bibirnya berucap, "Iya dan tidak."
Kedua alis Silla bertaut bingung. Dua jawaban sekaligus Silla dapatkan, dan itu membuatnya heran. "Kenapa bisa gitu?"
"Kamu nanya?" Chandra malah menanggapinya dengan candaan. Iya memang, tidak baik terlalu serius. Konon katanya yang serius saja masih ditinggalkan. Eh?
"Enggak, aku kayang," jawab Silla membalas candaan Chandra yang memang tidak lucu.
Chandra menatap Silla yang sedari tadi menatapi dirinya. Keduanya saling bertatapan. Silla menyelami netra Chandra yang tajam. Menelisik apakah ada sekelibat sosok dirinya di sana. Perempuan itu tertawa dalam diamnya, tentu saja tak akan ada dirinya di sana. Bukan dia yang disukai Chandra.
"Buat aku ketawa dong," lontar Chandra yang lagi-lagi membuat Silla heran kebingungan.
"Kegeblekan aku selama ini gak buat kamu ketawa?" sergah Silla memamerkan tingkah lakunya yang konyol itu.
Chandra terkekeh pelan. Jika bagi Silla Chandra adalah sosok yang tak tertebak, tak tersentuh, dan tak terduga. Tetapi bagi Chandra, Silla adalah sosok yang kadang tak jelas tingkahnya. Cara bicara yang spontan kadang membuat Chandra menggeleng tak mengerti. "Sedikit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral 293 [sudah terbit]
Romantik[CERITA INI DIIKUTSERTAKAN DALAM WRITING MARATHON YANG DILAKSANAKAN OLEH CAKRA MEDIA PUBLISHER] Sejak aku menyadari perasaan ini tertuju untukmu, aku juga menyadari pada jarakmu yang cukup jauh. Di saat mata ini tak lagi melihatmu dengan tatapan bi...