Astrophile 22: Kekesalan di Pagi Hari

7 2 0
                                    

Astrophile 22: Kekesalan di Pagi Hari

Sebenarnya, apa pernah kamu merasa takut akan kepergianku? Apa pernah kamu merasa tak ingin kehilanganku? Aku butuh jawabannya. Sedangkan kamu, tanpa ditanyakan lebih dulu padaku, maka tentu yang akan aku jawab. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan kepergianmu, maka tak akan aku menyetujuinya.

Apa mungkin karena di sini hanya aku yang menyukai, karena itulah hanya aku yang kecewa, rindu, dan menunggumu? Tapi, apa pernah kamu merasakan hal itu meski sedikit saja? Apa pernah kamu bertanya-tanya hadirku ketika aku tak ada? Apa pernah kamu mencariku ketika tak dapat kau temukan aku di tempat biasa? Apa hanya karena aku yang menyukaimu, takkan pernah kamu merasakan itu padaku?

****

Silla tiba di kelasnya bersama dengan Athala. Karena sesuai ucapannya tadi malam, dia akan menumpang pada Athala yang membawa kendaraan sendiri seperti biasa. Matanya langsung mengedar ke sekililing kelas mencari seseorang tujuannya. Silla menangkap sosok Chandra sedang bermain ponsel di kursinya, barisan ke dua dari belakang dekat dengan dinding samping jendela. Dengan membiarkan pintu jendelanya terbuka membuat hawa dingin dari luar menembus ke dalam kelas.

Sedangkan Athala, lelaki itu langsung menaruh ransel ke kursinya. Tak menghabiskan waktu lama di sana, dia kembali beranjak ke arah pintu kelas. Menoleh sebentar ke arah Silla sebelum berujar. "Sil, gua ke luar dulu."

Silla mengangguk tanpa membalaskan arahan wajahnya kepada Athala. Dia sibuk menapaki lantai yang menghubungkan jaraknya dengan Chandra. Menghampiri sahabatnya yang sibuk dengan kegiatannya sendiri. Bersamaan pula dengan Athala yang sudah menghilang dari ruangan kelas. "Pagi, Chan! Lagi apa, sih? Sibuk amat."

"Main hp, gak liat?" tanya Chandra bernada ketus tanpa menoleh ke arah Silla. Lelaki itu bersikap biasa saja saat kehadiran Silla tiba dengan wajah yang datar.

"Loh, kok gitu nadanya. Lo kenapa, Chan?" tanya Silla yang mendengar intonasi bicara Chandra sedikit ketus dengan wajah yang tak menoleh ke arahnya. Lagian, tidak ada angin yang memberinya kode, Chandra berujar begitu saja dengan nada ketusnya.

Chandra mengangkat kedua bahunya biasa saja. Pandangannya masih menatap objek yang sama. Bertingkah seolah kehadiran Silla tak ada di sana. "Gak papa tuh."

Alis Silla menyatu. Dia juga tahu jika Chandra sedang kesal atau marah padanya. Tapi, dia tidak tahu apa penyebabnya kali ini. Chandra melakukan itu tanpa aba-aba. "Yang bener, Chan. Jawab yang jujur dong."

Lenguhan kasar  terdengar samar darinya. Chandra membanting ponselnya ke meja dengan pelan. Setelah itu, menatap tajam Silla dengan aura yang menusuk. "Enak ya bohong?"

"Hah? Bohong apa?" tanya Silla tak paham. Kedua alis Silla langsung menyatu bingung. Masih mencerna mentah apa yang dikatakan Chandra.

"Nggak," sergah Chandra dengan cepat. Dia menelisik retina Silla dengan dalam. Sang empu yang ditatap bingung sendiri, salah tingkah. Ya situasinya sangat tidak tertebak. Padahal, semalam keduanya baru saja saling mengirimkan pesan dengan cukup manis. Tapi, di pagi harinya keadaan seolah berbanding terbalik.

Tangan Silla terulur menyentuh lengan Chandra yang tersampir di atas meja. Menggoyang-goyangkannya dengan cepat untuk mendesak penjelasan lebih. "Chan, jawab dulu. Bohong soal apa?"

Lelaki itu menepis kasar lengan Silla yang bertamu padanya. Menghentak tipis agar terlepas. "Enggak."

"Chandra ih, soal semalem, ya? Atuh maaf, Chan itu gak bisa tidur. Niatnya emang mau tidur setelah lo off, tapi belum ngantuk," ujar Silla memberikan penjelasan pada Chandra agar dirinya paham. Tangannya yang terhempas begitu saja, dia tarik kembali dari Chandra.

Ephemeral 293 [sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang