Astrophile 10: Bercerita Kejadian Semalam

21 4 30
                                    

Astrophile 10: Bercerita Kejadian Semalam

Ketika aku dengan sangat menyukaimu, aku merasa menjadi seorang paling bahagia di dunia. Menikmati senyummu yang indah, mendengar candamu yang tenang, serta sorot matamu yang meneduhkan. Aku takut, karena sudah sejatuh ini aku padamu, bagaimana jika nanti sesulit itu juga saat melepasmu?

Maaf, melepas? Dasar aku. Bukankah kata 'melepas' hanya untuk mereka yang memiliki, saling memiliki, atau berkepemilikan. Aku? Aku tidak bisa mengklaim dirimu sebagai milikku. Perasaanku saja masih bertepuk sebelah tangan, bagaimana bisa aku menyebutmu milikku? Lucu sekali aku; dengan harapnya.

****

Besok harinya di sekolah, setelah melewati drama nasi goreng tadi malam. Silla terduduk di kursinya dengan kedua tangan yang menekan perutnya kuat-kuat. Sosoknya tak berhenti merintih kesakitan sejak tadi. Bulir keringat juga sudah membanjiri keningnya itu, padahal cuaca masih tercampur sejuknya udara pagi. Entah, mungkin ini akibat nasi goreng buatannya tadi malam. Padahal setelah memakannya, tak ada gejala yang timbul, dia baik-baik saja. Tapi mengapa baru sekarang terasa efek sampingnya?

Chandra yang berada di sampingnya itu mengerutkan kedua alisnya bingung. Bertanya-tanya dalam diamnya, ada apa dengan sahabatnya itu? Wajah yang tengah menahan sesuatu, serta bibirnya yang berwarna sedikit kepucatan.

"Heh, kenapa lo?" tegurnya sembari menatap Silla tiada henti. Sosok perempuan itu sesekali mendesis kesakitan. Namun mulutnya tak mengeluarkan satu patah kata pun. 

Silla menolehkan wajahnya kepada Chandra. Kedua sorot matanya seolah memancarkan keputusasaan yang dalam. "Sakit perut gua, Chan."

"Kok bisa? Kenapa? Sarapan apaan emang tadi pagi?" ujarnya menyuguhkan Silla dengan beberapa pertanyaan. Sedikit ada ekspresi kekhawatiran dari wajah lelaki itu.

"Gak sarapan, tapi semalem gua abis makan nasi goreng, Chan. Buatan gua sendiri tau," jawab Silla masih dengan menahan sakit di perutnya yang belum juga mereda. Kedua matanya semakin menatap Chandra dengan lekat. Beberapa tetes peluh di keningnya menetes ke seragam sekolahnya itu. 

Chandra semakin merengut kebingungan. Entah tragedi apa lagi yang dilakukan Silla kali ini. Memang harus banyak-banyak sabar sebelum Silla memberitahu kekonyolannya itu. Tapi memang, sesabar apa pun awalnya, akan emosi juga pada akhirnya. "Gimana maksudnya?"

Sebelum menjawab, Silla membenarkan posisi duduknya terlebih dulu agar lebih nyaman. Kedua tangannya tak lagi memegangi perutnya, justru dia alihkan untuk saling melipat satu sama lain. "Jadi kemarin malem tuh gua masak nasi goreng, tapi ancur."

"Nasgor emang ancur, 'kan? Emang ada nasgor yang berbentuk?" Kan, ucapannya saja sudah aneh terdengar di telinga. Huh, memang Silla ini manusia yang sangat kocak, seperti kata Chandra. 

"Bukan gitu maksudnya. Gini, gua jelasin nih. Jadi kemarin tuh gua buat nasi goreng, kan. Pertama gua masukin cabe bawangnya, terus kasih kecap sama bumbu, dikasi air sedikit, baru dimasukin nasinya." Silla menjelaskan tragedi tadi malam secara singkat. Bibirnya dengan lihai berbicara dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi. 

Sedangkan di tempatnya, Chandra sudah tidak bisa berkata-kata. Dia menatap Silla dengan sorot mata yang sulit dijelaskan. Bahunya menurun seraya napasnya yang berhembus kasar. Dia benar-benar kehilangan kata-kata untuk menyikapi kelakuan Silla yang hilang akal. "Geblek! Lo etdah, La. Sejak kapan sih nasgor dikasih air, hah?"

Silla menggelengkan kepalanya samar. Dia juga tidak yakin akan hal itu, terlebih karena resep nasi gorengnya kemarin malam adalah resep yang dia buat sendiri. "Nggak tau, sih. Itu kan gua bereksperimen gitu. Telor kecap juga gitu kan pake air dulu dia tuh."

Ephemeral 293 [sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang