Astrophile 1: Makanan Kesukaan Chandra
Saat aku mendongak menatap langit, aku juga menyadari satu hal. Bahwasanya, mungkin sejauh itu pula jarak antara perasaanku dan perasaanmu. Yang di mana aku hanya bisa sampai pada batas mengagumi, bukan memiliki. Aku sadar pada jarakmu yang begitu jauh sampai tidak bisa aku raih. Pada hal yang kurasa dekat, namun ternyata ada jarak tak kasat mata yang membentang begitu luas.
Aku pun demikian tersadar, hakku hanyalah untuk mengagumi dan menatap langit dari kejauhan. Untuk memiliki, aku tidak bisa. Kamu pun sama, hanya bisa aku cintai dengan perasaan yang aku miliki. Untuk memilikimu, aku harusnya sadar diri.
****
Silla mengetuk-ngetuk jarinya ke meja dengan bosan. Sudah lewat 10 menit sejak sahabatnya yang bernama Chandra itu pergi ke kantin untuk membeli minum. Sepuluh menit terlalu lama hanya untuk membeli minum yang jaraknya sangat dekat dengan kelas mereka.
Embusan napas yang kesekian kalinya terdengar lagi. Bahkan sampai membuat seorang lelaki di sampingnya berceloteh sebal. "Kenapa sih? Lo tau gak? Satu kali lo menghembuskan napas kayak tadi, sama aja lo ngebuang seribu kebahagiaan."
Silla menoleh ke arah Athala. Kedua matanya mendelik tajam. Bibirnya mencebik kesal. "Emang iya? Ya biarin sih, Ath. Yang napas kan gua, yang hidup juga gua, repot amat lo jadi manusia."
"Iya, lo mah bukan manusia ini, dasar setan!" cibir Athala atas ucapan Silla yang membantahnya. Perempuan keras kepala yang tidak mempan untuk dinasihati.
"Loh, kok lo bisa tau kalau julukan dari Chan buat gua tuh setan? Anjir gila, lo nguping pembicaraan gua sama Chan, ya?" tuduh perempuan itu atas apa yang tidak Athala lakukan.
Athala menggeleng tak percaya dengan tingkah laku Silla yang sepertinya 99% otaknya hanya diisi oleh Chandra. Berbicara tentang Chandra, dia adalah sosok lelaki yang Silla sukai. Namun lelaki itu belum mengetahui perasaan Silla padanya, karena Silla belum juga memiliki keberanian untuk mengungkapkan. "Chandra mulu anjir! Kuat amat peletnya."
Silla hanya mencebikkan bibirnya. Kedua matanya langsung menoleh ke arah pintu kelas saat mendengar suara yang tak asing lagi untuknya. Bibirnya yang tadi menyungut sebal, kini langsung menerbitkan senyum dengan lebarnya. "Chan!!"
Sosok yang ditunggunya sedari tadi itu menoleh. Memamerkan sederet gigi putih yang rapi. Wajah yang ceria dengan pahatan alis yang tebal menambah kadar ketampanannya bertambah. "Silla!!"
"Beli apa, Chan? Kok lama sih. Padahal kan kantinya gak jauh-jauh amat tuh," ujar Silla heran dengan Chandra yang menghabiskan banyak waktu di kantin. Iya, sudah dikatakan sebelumnya, Chandra hanya pamit untuk membeli air minum tanpa ada tambahan lainnya.
Chandra menunjukkan kantong kresek hitam di tangannya. Memberikan jawaban atas pertanyaan Silla yang menyeruakkan rasa penasaran. Dengan senyum yang sangat antusias, Chandra memperlihatkan apa yang dibawanya. "Biasa, beli kwetiau gua, La."
"Loh, iya? Pantesan lama banget di kantinya, mampir kwetiau dulu ternyata. Mau dikit, boleh?" tanya Silla ingin ikut mencoba makanan yang dibeli Chandra.
Lelaki itu mengangguk ringan. Kemudian dia menarik satu kursi kayu ke dekat Silla. Mendudukinya. Silla juga menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Chandra. Perlahan, Chandra membuka bungkusan kwetiau yang dibelinya. Hanya satu porsi, namun cukup banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral 293 [sudah terbit]
Roman d'amour[CERITA INI DIIKUTSERTAKAN DALAM WRITING MARATHON YANG DILAKSANAKAN OLEH CAKRA MEDIA PUBLISHER] Sejak aku menyadari perasaan ini tertuju untukmu, aku juga menyadari pada jarakmu yang cukup jauh. Di saat mata ini tak lagi melihatmu dengan tatapan bi...