Astrophile 24: Alasan dibalik Ramai

16 2 1
                                    

Astrophile 24: Alasan dibalik Ramai

Aku harap, bagaimana pun endingnya nanti,  kamu tidak akan menyesal mengenalku. Meskipun yang aku beri hanya luka, aku harap kamu tetap senang mengenalku. Karena aku juga demikian, meskipun cintaku tetap bertepuk sebelah tangan sampai akhir, aku tidak akan menyesal mengenalmu.

Kamu adalah hadiah terindah yang aku dapatkan hingga saat ini. Banyak yang berubah setelah aku mengenalmu. Tepatnya, hidupku membaik setelah kamu hadir. Meskipun akhirnya nanti kamu hanya akan menjadi pelajaran, akan terus aku pelajari hal itu tiada henti. Meskipun nanti kita sudah tak saling bersama lagi, akan terus kugenggam segala hal yang telah kamu tinggalkan untukku.

****

Belum waktu yang tepat memang bagi para murid untuk meninggalkan area sekolah. Tapi, karena suatu keadaan yang mendesak dari pihak pengajar membuat murid dipulangkan lebih awal. Masih ada beberapa jam lagi sebelum waktu pulang jam biasanya tiba, membuat kedua insan itu mampir lebih dulu ke suatu tempat sebelum memutuskan pulang ke rumah masing-masing.

Tadi sempat Silla berbincang sebentar dengan Athala sebelum akhirnya dia bersama dengan Chandra. Katanya, lelaki itu akan pergi juga dengan pacarnya. Tapi jujur saja, Silla tak memercayai Athala yang sudah memiliki seorang kekasih. Dia anggap jika Athala hanya sedang mengatakan bualannya saja. Lagi pula, masa bodoh dengan Athala saat ini karena Silla tengah sibuk menghabiskan waktunya berdua dengan Chandra. 

Alih-alih pergi ke warung pinggir jalan dekat lapangan atau pun mampir ke taman yang pernah mereka singgahi sebelumnya, Chandra dan Silla memutuskan untuk pergi berkunjung ke pasar mingguan yang menyediakan banyak aneka jajanan kaki lima. Awalnya Chandra sempat menolak karena keadaannya pasti akan sangat ramai. Memang benar, cukup ramai sekali meski pun waktu belum memasuki petang.

Chandra tidak terlalu suka dengan keadaan yang ramai, tapi Silla menyukainya. Katanya, karena banyak jajanan kesukaannya dan banyak anak kecil yang menggemaskan. Silla memang menyukai anak kecil, tapi anak kecil justru selalu menangis jika melihat Silla. Bahkan dengan anak kecil saja, perasaannya bertepuk sebelah tangan. Dasar Silla, memang dutanya sebalah pihak saja.

"Gak terlalu rame segini mah, masih sepi nih. Orangan masih siang juga," ujar Silla ketika matanya menangkap beberapa orang yang berkeliaran.

"Menurut kamu sepi, bagi aku rame, La. Risih banget, manahan berisik," balas Chandra tak sependapat dengan Silla. 

Silla menatap Chandra yang memang terlihat tak begitu menikmati kunjungan mereka kali ini. Tapi sungguh, Silla memang ingin sekali pergi ke tempat ini. "Gak suka ya, Chan? Terus mau pulang aja?"

Chandra menoleh cepat. Menatapi wajah Silla yang merasa bersalah. Chandra serba salah sendiri. Bukan karena dia tak menyukai tempatnya, hanya saja keadaan seperti yang membuatnya kurang nyaman. "Enggak, La. Kamu suka di sini, 'kan? Gak papa, bukan masalah."

"Tapi kan kata kamu juga risih, gak enaklah kalau kita di sini berdua tapi kamunya kepaksa." Silla sedikit menaikkan intonasi suaranya.

"Aku gak kepaksa, La. Udah, tuh liat banyak anak kecil. Katanya suka anak kecil," ujar Chandra seraya tangannya yang menunjuk ke segerombolan kecil kisaran umur di bawah 5 tahun, tengah asik bermain trampolin mini yang tersedia di sana.

Silla melihat ke arah objek yang ditunjuk oleh Chandra. Dia memangut antusias dengan sudut bibir yang tertarik ke atas. "Iya suka, suka banget malah. Tapi kan, mereka kalo liat aku tuh nangis. Kadang ada yang langsung kabur."

Mendengar hal itu, sontak membuat Chandra terkekeh pelan. Silla sudah mengatakan hal tersebut beberapa kali sebelumnya, lagi-lagi dia menegaskan kembali. "Kamunya sih ngeselin. Jangankan aku, anak kecil aja langsung kabur kan."

Ephemeral 293 [sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang