Astrophile 34: Kembali Bertemu Chandra

16 1 0
                                    

Astrophile 34: Kembali Bertemu Chandra

Mungkin akan tiba waktunya nanti masaku telah habis untuk terus bersamamu. Tidak ada negosiasi bersama semesta agar memperpanjang waktu kita untuk bersama lebih lama lagi. Entah kapan hari itu akan tiba, pasti cepat atau lambat akan terjadi juga pada akhirnya.

Lalu, siapa yang akan kehilangan lebih dalam? Siapa yang akan digerogoti kerinduan setiap harinya? Kurasa, itu aku. Yah karena aku di sini yang mencintaimu. Bagaimana mungkin kamu kehilangan dan bahkan merindukanku, bukan?  Sebelum berharap jika kamu merasakan itu, aku lebih dulu sadar diri sekarang. Karena setiap kali aku berharap, luka yang aku terima juga semakin membuatku sekarat.

****

Tiba di hari selasa dengan kondisi tubuh yang sudah pulih, kini dengan riang gembiranya Silla memasuki ruang kelas dengan kedua kaki yang berayun senang. Senang karena bisa kembali bersekolah seperti biasa, dan tentunya senang karena bisa bertemu dengan Chandra. Padahal baru sehari dua malam dia tidak bertemu pujaan hatinya, tapi rasanya rindu itu ingin sekali bertemu pawangnya. Memang, tak ada yang bisa menahan rasa rindu.

Silla dengan sumringah mendaratkan dirinya di kursi yang tak dia jumpai kemarin. Menaruh tas ranselnya di atas meja. Kedua netra cokelatnya mengerling, menatap ke arah pintu masuk. Menunggu sosok yang dia ingin lihat wajahnya.

Selagi menunggu kehadiran Chandra yang belum tiba di kelas, Silla memilih untuk membuka ponselnya. Ah iya, tadi pagi sebelum dia berangkat ke sekolah, perempuan itu meminta Athala untuk mampir ke tempat langganan dia membeli pulsa. Jadi, dia sudah bisa kembali membuka sosial media tanpa memikirkan kuotanya yang habis.

Hanya menggulir beranda tanpa ada hal penting yang harus dia lakukan dengan ponselnya. Beberapa pesan spam dari Athala dia dapatkan kemarin. Serta pesan singkat dari Chandra yang menanyakan ketidakhadirannya. Silla memilih untuk membacanya saja.

"Hei, udah masuk?" Seruan tiba-tiba dari seorang lelaki bersuara berat itu membuat pandangan Silla menoleh. Perempuan itu dengan sontak mematikan ponselnya. Menatap wajah Chandra yang kini sudah tiba tepat di sampingnya.

Senyum Silla terbit dengan sempurna. Memperlihatkan giginya yang rapi dengan dibalut lengkung sabit yang menghiasi pipi tembamnya. "Ih, Chandra! Iya nih, gua udah masuk lagi."

Chandra membalas senyum Silla tak kalah hangatnya. Dia mendaratkan tubuh di kursi yang masih kosong. Menaruh ransel di tempat yang sama juga. "Kemarin katanya sakit. Sakit apa, La?"

"Biasa, asam lambung sih kayaknya kambuh. Badan pada ngilu semua, ditambah perut kembung banget," jelas Silla menjabarkan kondisinya kemarin hari. Tangannya menepuk pelan perutnya seolah sedang menggambarkan apa yang dia lakukan kemarin.

"Makannya jangan telat makanya. Perbanyak air putih juga, istirahat yang cukup." Tak jauh berbeda dengan Athala, lelaki itu juga cukup cerewet ketika menasihati perihal kesehatan Silla. Hati Silla seketika merasa tenang. Entah yang Chandra lakukan saat ini tulus, nyata, atau tidak. Tapi, Silla merasa senang karena telah mendapatkan perhatian itu darinya.

Bukan karena Silla sudah tak percaya kepada Chandra, hanya saja alasannya sudah pernah dia katakan, bukan? Rasa takut karena terlalu percaya diri, merasa menjadi seseorang yang dicintai, tidak juga hengkang dari pikiran Silla. Lagi-lagi, ketika dia sedang merasakan hal indah nan bahagia bersama Chandra, kenyataan yang menyadarkan dia tengah mencintai sendirian, telah menamparnya berkali-kali.

"Iya, kemarin juga gua makan, Chan. Tapi, seriusan gua kentut mulu malemnya tau. Mungkin karena pagi sampe sore tuh perutnya kembung banget kali ya," ujar Silla tanpa berpikir dua kali untuk mengatakan hal yang bersifat cukup memalukan. Perempuan itu tak hentinya mengusap perutnya dengan pola yang melingkar searah jarum jam.

Ephemeral 293 [sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang