Astrophile 48: Jabat Tangan Lagi (END)

34 1 0
                                    

Astrophile 48: Jabat Tangan Lagi (END)

Yang ternyata, beginilah akhirnya. Cinta sendiri ternyata memang cenderung memiliki akhir yang sama; yaitu melepaskan. Aku pikir awalnya, kisah ini akan berbeda dengan kisah di luaran sana. Aku pikir, akhir dari cinta sebelah pihak yang aku rasakan memiliki akhirnya sendiri. Tapi nyatanya, harus aku akhiri dengan kepergian juga.

Aku memilih untuk menghentikan cinta sebelah pihak ini. Aku memilih 'pergi' sebagai ending dari cerita ini. Semoga dengan keputusan ini, bisa memberikanmu kebahagiaan yang lebih daripada ketika kamu bersamaku.

****

Dengan sekali tarikan napas, Silla berujar dengan panjang lebar. Menatap Chandra tiada ragu dengan ucapan yang dengan lantangnya dia suarakan. Semua itu butuh persiapan. Tak langsung begitu saja dia katakan pada Chandra. Napasnya bergemuruh naik turun. Kedua tangannya bergetar dengan hebat. Silla masih menenangkan diri.

Sedangkan Chandra, lelaki itu membeku di tempat. Ini pertama kalinya dia mendengar isi hati Silla yang begitu lantang dia katakan. Lelaki itu terkesiap dibuatnya. Dia juga tak menyangka jika ternyata sejahat itu dia membuat Silla kebingungan atas sikapnya. Perempuan itu tak pernah mengeluhkan hal ini sebelumnya, jadi tentu saja itu membuatnya terkejut bukan main. 

"La, sorry. Gua gak nyadar akan hal itu, La. Plis, jangan pernah bilang kalau lo bakal pergi. Iya gua tau gua salah. Tapi, jangan bales kesalahan gua dengan kepergian, La. Lo marahin gua aja, lo pukul aja gua, La. Itu lebih baik dibandingkan lo yang milih buat pergi," ujar Chandra yang berusaha dan terus berharap agar Silla mengubah keputusannya.

"Chan, keputusan ini juga gak sembarang gitu aja gua buat. Banyak hal yang harus gua pertimbangin dulu. Banyak yang bikin gua ragu. Jadi tolong, Chan. Gak mudah buat gua bilang tentang hal ini. Hargai keputusan gua, ini keputusan yang udah gua ambil," tegas Silla tak terbantahkan.

Chandra mengacak rambutnya frustrasi. Dia benar-benar tak bisa membantah ucapan Silla yang sepertinya memang sudah sangat bulat. Keputusan itu menyandingi sebagaimana kokohnya prinsip yang dia buat. "La, terus apa yang bakal terjadi sama kita setelah ini? Lo mau kita asing?"

Perempuan itu tersenyum kecut mendengarnya. Apakah Chandra berpikir jika dia menginginkan hal itu? Tidak! Salah besar jika dia beranggapan demikian. "Lo pikir ngelepas lo atas kemauan gua, Chan? Lo pikir gua mau kita kayak gini? Lo pikir gua pernah mengharapkan keasingan? Enggak! Gua pengen terus ada di samping lo. Gua pengen terus suka sama lo sampai kapan pun. Tapi, gua gak mau jadi egois, Chan. Gua juga gak mau terus-terusan nutup mata. Yang lo mau bukan gua, tapi dia. Yang lo suka, lo cinta juga bukan gua, tapi dia. Gua nunggu lo sedangkan lo juga nunggu dia. Gua mengharapkan lo, sedangkan lo mengharapkan dia. Lo pikir kenyataan itu gak ngebuat gua sakit?"

"Udah ya, Chan. Gua juga butuh pulih dan sembuh. Gua juga mau ngerasa bahagia. Gua juga mau kita gak terus-terusan capek. Jadi, dengan ngelepas lo adalah jalan gua satu-satunya," sambung Silla dengan penuh penekanan.

Air mata sudah tak terbendung lagi di pelupuk mata Chandra. Tetes demi tetesnya mulai membasahi pipi tembamnya yang terbalut kacamata. Sedangkan Silla, berusaha mati-matian agar tidak menangis di depan Chandra. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa tidak akan ada air mata yang menetes di hari dia melepas Chandra.

"La, plis, kasih waktu buat gua sebentar lagi. Jangan berakhir gitu aja, gua gak mau, La. Gua benci kepergian seseorang yang gua sayang. Gua gak mau lo pergi," pinta Chandra yang terus memohon agar Silla mengurungkan niatnya.

Perempuan itu tetap menggelengkan kepala. Senyum lirih dia paksakan untuk tetap terbit. Menatap Chandra dengan penuh rasa sakit. Sorot mata yang menggambarkan tidak ingin kehilangan. Perempuan itu menarik napasnya dalam. Dia tetap berusaha untuk terlihat tegar di depan Chandra. "Masih inget yang gua bilang, Chan? Gua bakal kenalan lagi setelah gua mutusin buat berhenti suka sama lo. Jadi...."

Silla tiba-tiba mengulurkan tangannya ke hadapan Chandra. Tak menyangkal jika lengan itu gemetar tiada ingin. "Ayok kenalan lagi, Chandra!"

Lelaki itu menggeleng tegas. Dia tak ingin menerima jabat tangan dari Silla. Dia tak ingin hubungannya dengan Silla berakhir secepat ini. Dia tak akan pernah menyetujui hal itu. "Enggak! Turunin tangan lo dan ayok kita bicarain semuanya baik-baik."

"Chan, ayok jabat tangan gua. Pegel loh, gak kasian sama gua?" tanya Silla berusaha mencairkan suasana yang menegangkan dan penuh haru ini. Dia masih menyokong Chandra dengan tangan kanannya yang tak juga dibalas jabatan olehnya.

"La, gua mohon...." Suara Chandra melirih. Wajahnya memelas meminta kesempatan kedua. Sangat menyakitkan melihat wajah Chandra yang terluka seperti itu. Tapi, dia juga tak ingin membuatnya terus-menerus terluka dengan tidak melepasnya.

Silla masih terus mempertahankan senyumnya di tengah Chandra yang sudah banjir air mata. Perempuan itu juga sebenarnya ingin menangis. Tetapi, dia tak ingin memiliki ingatan buruk ketika melepaskan pujaan hatinya. "Chandra, terima uluran tangan gua. Ini keputusan yang gua ambil. Gua minta tolong sama lo, hargai keputusan gua."

Lelaki itu mengusap wajah dengan kasar. Dia menjadi gusar di tempatnya. Rasa-rasanya tak tenang sekali. Tapi pada akhirnya, dengan berat hati tangan kanannya terulur. Perlahan-lahan mencoba meraih tangan Silla yang sudah sedari tadi mengajak berjabat tangan. Perasaan sesak semakin Chandra rasakan. Ternyata begini ketika seseorang yang menyukainya memutuskan untuk berhenti.

Melihat tangannya yang dengan perlahan dibalas jabat oleh Chandra, membuat senyum lirihnya semakin tertarik. Rasanya sangat tak ingin dia melakukan hal menyakitkan seperti ini. Tapi tak menyangkal, jika dia memang tetap harus melakukannya.

Silla menatap Chandra dengan binar air mata yang sudah sangat berlinang di netranya. Kedua insan itu sama-sama memancarkan raut wajah ketidakinginan. Seperti ingin berteriak murka pada semesta yang dengan lancangnya telah membuat mereka harus berpisah. "Hai kenalin, gua Prisilla Adhisti. Kalau lo?"

Dengan menahan isak tangis yang ingin sekali disuarakan, Chandra menjawab perkenalan menyakitkan Silla dengan begitu lirih. "Adipati Chandra."

Kedua tangan itu saling berjabat tangan dengan gemetar. Wajah mereka sama-sama menahan tangis. Dadanya sangat terasa sesak. Setelah ini, dia benar-benar melepas Chandra. Tak akan ada lagi tingkah konyol Chandra yang akan dia dapatkan nanti. Tidak akan ada lagi sorot mata teduh yang bisa dia lihat. Dia benar-benar mengakhiri cinta sendirinya tanpa omong kosong.

"Chandra, sebelum semuanya bener-bener berakhir. Ada kalimat yang pengen banget gua denger dari lo. Sekali aja, Chan gua pengen denger lo bilang, 'I love you,' meskipun lo emang gak ada perasaan sama sekali buat gua. Gua pengen da-" Belum sempat bagi Silla menyelesaikan ucapannya, tetapi Chandra sudah menyelaknya lebih dulu sama seperti yang sebelumnya dia lakukan.

"I love you. I love you, Prisilla Adhisti." Mendapatkan kalimat yang selama ini sangat ingin dia dengar, membuat Silla menangis bahagia. Meskipun dia mendapatkan itu dari Chandra tanpa adanya perasaan, tapi dia tetap bersyukur karena bisa mendapatkan hal itu.

Yah, dan sampailah pada akhir dari cinta sebelah pihak ini. Ucapan tadi menjadi penutup di hari ini sekaligus menjadi penutup dari perjuangan Silla. Perempuan itu sudah benar-benar melepaskan Chandra. Membiarkan Chandra bebas dengan pilihannya. Sejak awal memang tak pernah dia menginginkan kepergian. Tapi, keadaan tak sependapat dengannya.

Silla melepaskan Chandra yang dia temui di bulan Maret pada tahun 2022. Sosok dengan pahatan wajah yang sempurna dengan tinggi badan yang memang kategorinya sekali. Dia melepaskan Chandra yang telah menjadi pujaan hatinya lebih dari 365 hari. Dia membiarkan Chandra mencari bahagianya sendiri.

Karena pada akhirnya, kita tak pernah bisa memaksa seseorang untuk menjadi milik kita. Kita tak bisa memintanya mencintai kita hanya karena kita mencintainya. Untuk itu, biarkan dia bebas dengan pilihan dan keinginannya. Biarkan dengan leluasa dia menjalani hidupnya sehari-hari. Konsep dari cinta tidaklah memaksa. Jadi, biarkan cinta memiliki kebebasannya sendiri.

****

"Payungku terbang. Ketika melihatnya terbang jauh terbawa angin, anehnya hatiku merasa tenang. Mungkin seharusnya kulepas sejak dulu."

-King The Land.

[EPHEMERAL, 293 SELESAI]

Ephemeral 293 [sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang