Astrophile 47: Menyuarakan Keputusan Akhir

21 1 0
                                    

Astrophile 47: Menyuarakan Keputusan Akhir

Tak ada yang mudah bagiku. Entah dalam mencintaimu, melepasmu, atau bahkan membuatmu tersenyum. Semua itu memiliki tantangannya masing-masing. Meskipun memang tak mudah, tetapi dengan riangnya aku terus melalukan itu.

Memang, cinta tak memiliki batasan. Tapi, cinta memiliki keharusan. Seperti saat ini, yang di mana aku harus melepasmu. Tak lupa aku ucapkan terimakasih untuk waktu, kenangan, dan perasaannya. Aku bahagia mencintaimu, Chandra.

****

Lelaki itu memangut pelan. Jantungnya bergemuruh cepat mendengar ucapan pembuka yang semakin mengarah pada intinya. Chandra mewanti cemas perihal keputusan yang dikatakan oleh perempuan itu. "Iya, La. Emang, apa yang mau lo bilang?"

Deg. Perempuan itu tak langsung menjawab pertanyaan Chandra. Dia lebih dulu meminimalisir jantungnya yang tak bisa diam. Serta kedua tangan yang ikut gemetar menahan gejolak perasaan dalam hatinya. Benar-benar membutuhkan keberanian untuk melakukan ini.

Matanya yang berwarna caramel, kini dia arahkan agar menatap Chandra dengan lekat. Berusaha menegaskan melalui sorot matanya,  meskipun Chandra sendiri tahu jika perempuan itu sedang melawan rasa gugupnya setengah mati. Menarik napasnya dalam nan berat. Bibirnya terbuka dengan samar, hendak membuka kembali pembicaraan yang akan terkenang sampai kapan pun.

"Chan, mungkin lo nunggu hari ini tiba sejak dulu. Tapi maaf, karena baru sanggup gua utarakan hari ini." Memberi jeda dengan tarikan napas yang begitu berat. Tak selang lama, dia kembali melanjutkan ucapannya. "Berhari-hari gua mikirin hal ini, ngeyakinin diri kalau keputusan yang gua buat adalah hal yang tepat. Berat, Chan buat bilang hal ini."

Penggalan kalimat demi kalimatnya semakin membuat Chandra penasaran. Rasa ingin tahu seolah mendobrak otaknya dengan paksa. Dia geram sendiri dengan Silla karena tak kunjung berkata pada intinya. Lelaki itu terus saja menampik Silla dengan raut wajah yang sangat ingin tahu.

Sedangkan Silla, yang dilakukan perempuan itu adalah memejamkan matanya dengan erat. Tak sanggup menahan sesak yang menyeruak rongga dadanya. Meneguk kasar ludahnya berkali-kali. Setelah siap, dia kembali menatap Chandra dengan binar matanya. "Chandra, maaf karena selama ini udah bikin lo repot. Gak seharusnya gua bersikap gak tau diri kayak gini. Selama ini gua ngebiarin lo terluka karena perasaan gua. Gak ngasih kebebasan buat lo cerita tentang dia di hadapan gua. Gua bikin lo bingung sendiri karena ngadepin tingkah kanak-kanaknya gua."

Chandra hanya bisa diam tanpa bantahan. Tidak ada anggukan atau bahkan gelengan kepala yang menjadi jawaban. Lidahnya kelu mati kata. Dia hanya bisa terdiam mendengarkan ucapan Silla yang dengan jujurnya mengatakan unek-uneknya itu.

Perempuan itu dengan berat napas terus saja mendesahkan udara melalui hidungnya. Dia telah sampai pada inti pembahasan. Sungguh sangat sulit dan tak sanggup untuk mengatakannya. Tapi, keputusan itu sudah bulat dan tak dapat diganggu gugat. Dia menatap manik mata Chandra tanpa jeda. Bibirnya dia paksakan untuk tersenyum dengan hangat. "Dan karena itu, Chan. Setelah gua pertimbangin semua hal, gua mutusin buat ... ngelepas lo."

Untuk dua kata terakhir, Silla memelankan suaranya. Memang tak menyangkal jika Chandra tetap mendengarnya. Hanya saja, dia terlalu sakit untuk mengatakan dua hal itu tadi. Langsung saja dia alihkan wajahnya ke lain arah, tak sanggup lagi menatap wajah Chandra yang begitu terkejut karena ucapan yang terlontar dari Silla.

Lelaki itu membulatkan kedua matanya dengan sempurna. Banyak tanya yang seketika membludak di kepala. Dia menuntut penjelasan lebih dari perempuan di hadapannya ini. "Karena apa, La? Gua udah pernah bilang kalau perasaan gua juga bisa berubah ke depannya. Gua berharap sama diri sendiri, kalau prinsip yang gua bangun bisa roboh kayak waktu itu. Gua emang masih gak tau kapan itu terjadi, tapi gua berharap hari itu bakal ada. Emang sakit La ngerubah semua yang ada. Tapi, tolong jangan pergi, La. Gua gak suka orang gua sayang pergi."

"Berenti, Chan. Gua udah gak bisa percaya hal itu lagi. Lo mau gua nelen fakta mentah? Gua tahu seberapa cintanya lo sama dia, Chan. Gak ada lagi yang mampu bikin gua bertahan. Keputusan gua udah bulat, Chan. Gua udah gak mau bikin lo capek terus-terusan. Gua mau berenti bikin lo sakit. Gua mau berenti ngerepotin lo," jelas Silla. Sungguh, butuh banyak keberanian dan kekuatan untuk mengatakan hal tersebut. Hati Silla juga sakit ketika mengatakannya.

"La, jangan gini, gua mohon. Gua tau lo bohong soal ini. Lo gak mau hal ini terjadi, iya, 'kan? Lo pikir gua percaya, La? Gua tau gimana susahnya buat ngelepas seseorang," sergah Chandra merasa tak terima.

Benar, tak mudah untuk melepas seseorang. Tak ada yang mudah di dunia ini. Silla tak menyangkal hal itu. Memang sangat sulit dan sangat berat hati melepas Chandra. Tapi, tak akan ada yang bisa mengubah keputusannya. "Iya, bener emang, Chan. Siapa sih yang bisa gitu aja ngelepas orang yang disukain? Tapi, gua juga gak mau terus-terusan kayak gini. Kita bakal terus saling nyakitin nantinya, kalau gua gak berhenti ngejar lo."

Raut wajah frustasi dari Chandra terpampang lagi. Raut wajah yang sama seperti kala itu. Ekspresi yang membuat Silla semakin merasa bersalah karenanya. Lelaki itu menatap Silla tak mengerti. Pikirannya berkecamuk total. "La, kalau ini semua karena malam itu, gua minta maaf, La. Maafin semua perkataan gua yang gak bisa bikin lo yakin. Ayolah, La. Gua gak mau ada kata perpisahan di antara kita."

"Chan, jangan buat gua bimbang lagi. Sikap lo udah bikin gua bimbang berkali-kali. Lagian, kalau salah satu dari kita pergi, apa lo juga bakal ngerasa kehilangan? Tapi kenapa, Chan? Kenapa gua yang selalu ngerasa kehilangan lo? Entah dari sikap lo yang beda atau dari sapaan yang gak lo ucapin lagi di pagi hari. Kenapa selalu gua yang ngerasa kehilangan, Chan?" tanya Silla langsung menyuguhkan banyak tanya sekaligus. Dia hanya ingin mengutarakan perasaannya saja, tanpa ada niat untuk menyalahkan Chandra.

"Iya gua tau, semua itu karena gua lebih suka sama lo, karena gua yang cinta sama lo. Tapi Chan, apa lo tau capeknya dibuat bingung? Sikap lo yang kadang dingin, kadang baik, kadang peduli, semua itu ngebuat gua terus menyesuaikan diri. Tanggapan lo yang selalu punya dua sudut pandang, itu juga sama bikin gua bingung. Lo yang pernah bilang kalau jatuh cinta itu hal yang wajar, tapi lo juga yang bilang kalau lo benci sama perasaan kayak gitu. Lo yang bilang gak pernah nyuruh gua buat berhenti suka, tapi gak lama lo malah nyuruh gua buat ngelakuin hal itu. Pikir, Chan. Gua dibuat runyem sama ucapan lo."

Dengan sekali tarikan napas, Silla berujar dengan panjang lebar. Menatap Chandra tiada ragu dengan ucapan yang dengan lantangnya dia suarakan. Semua itu butuh persiapan. Tak langsung begitu saja dia katakan pada Chandra. Napasnya bergemuruh naik turun. Kedua tangannya bergetar dengan hebat. Silla masih menenangkan diri.

Sedangkan Chandra, lelaki itu membeku di tempat. Ini pertama kalinya dia mendengar isi hati Silla yang begitu lantang dia katakan. Lelaki itu terkesiap dibuatnya. Dia juga tak menyangka jika ternyata sejahat itu dia membuat Silla kebingungan atas sikapnya. Perempuan itu tak pernah mengeluhkan hal ini sebelumnya, jadi tentu saja itu membuatnya terkejut bukan main.

****

Astrophile,
Adipati Chandra.

Ephemeral 293 [sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang