Astrophile 18: Hal Kecil Menyinggung Perasaan

14 2 0
                                    

Astrophile 18: Hal Kecil Menyinggung Perasaan

Banyak tanya yang masih bergelut di pikirku. Karena sikapmu yang tak tertebak itu, membuatku banyak berpikir. Sebenarnya, ketika kamu mengucapkan kata kepedulian atau perkataan yang meneduhkan, apa itu murni dari hatimu atau semata untuk menenangkanku saja? Yang kemudian setelahnya, kamu beranggapan bahwa hal itu tidak pernah terjadi.

Meskipun itu palsu, mengapa aku begitu bahagia mendapatkannya? Kepura-puraan yang kamu tunjukkan padaku, selalu aku anggap sebagai bentuk perhatian yang memang murni kamu lakukan untukku. Aku melakukan hal yang memalukan ya? Jika kamu tahu mengenai kenyataan ini, rasanya ingin aku menghilang saja.

****

Chandra menatapi Silla yang nampak diam di tempatnya. Wajahnya tidak seantusias sebelumnya. Terlihat seperti manusia yang hilang minat meski mulutnya berkata tidak demikian. Mungkin karena hal kecil tadi berhasil menyinggung perasaannya. Yah, kita tidak tahu bukan? Hal yang bagi kita biasa aja, justru bisa jadi menyakiti orang lain.

Chandra memutar otak. Mencari topik pembicaraan yang mampu mencairkan suasana. Ah, dia baru ingat jika aktivitasnya semalam bisa dijadikan untuk bahan obrolan. "La, semalem gua denger lagu balam pichkari sambil ngayal main holi."

"Iya? Nanti ada adegan nari terus ada cewek cantik kepleset, eh jatuh di pelukan," tukas Silla menanggapi.

"Boleh juga tuh, apa lagi kalo ceweknya dia, gak nolak sih." Aneh! Bukankah Chandra berniat mengembalikan mood Silla yang hampir down? Lantas, mengapa lelaki itu justru menyebut nama dia ketika keduanya tengah bersama di kondisi Silla yang sedang tidak asik diajak bercanda? Benar, bukan? Lelaki memang makhluk logika! Apa dia tidak berpikir ucapan sepele itu menyakiti lawan bicaranya? Dasar memang.

Silla tersenyum miris. Lagi-lagi tentang dia. Silla hanya bisa menerbitkan senyum tak senangnya sebagai jawaban. Hal sekecil itu pun memang mudah membuatnya tersinggung. Padahal, dia tidak berhak untuk cemburu akan hal itu. "Kalo ceweknya dia, pasti otomatis banget tuh tangan terbuka dengan lebarnya."

Chandra membeku sebentar. Intonasi suara Silla sedikit tajam dan tak senang. Sepertinya memang, sejak hari di mana Silla mengungkapkan perasaannya, Chandra juga harus lebih berhati-hati lagi ketika berbicara. Seolah sesuatunya selalu berkaitan dengan perasaan. "Enak banget lagunya, anjir."

"Gak tau gua lagunya," ujar Silla apa adanya. Sudah dikatakan juga sebelumnya, ada perbedaan genre musik yang didengarkan dirinya dan Chandra. Terlalu banyak perbedaan hingga itu seolah menjadi makanan sehari-hari bagi keduanya.

"Btw, La. Lo kan suka nonton, ya. Lo nonton disney juga gak? Kan lo suka nonton kartun tuh, siapa tau aja," tanya Chandra mengalihkan topik pembicaraan.

Silla mengangguk samar. Ekspresinya masih sebiasa tadi. Dirinya dengan tiba-tiba saja kehilangan semangat. "Nonton, tapi beberapa doang."

Kedua alis Chandra sontak tertarik ke atas. Meski agaknya Silla tidak seantusias itu membicarakan topik kali ini, tapi Chandra mencoba untuk tetap membuatnya semenarik mungkin. "Apa tuh?"

"Apa ya, lupa judulnya deh," jawab Silla apa adanya. Dia mengedikkan bahunya acuh tak acuh bak tak peduli.

"Aladdin? Cinderella?" Chandra mencoba menebak film yang pernah ditonton oleh Silla. Yah, anggap saja dia sedang mencoba mengembalikan moodnya yang berantakan. Lagi pula, siapa yang senang jika mengobrol dengan seseorang yang suasana hatinya sedang buruk? Tidak menyenangkan.

Silla mengangguk pelan. Salah satu dari kedua judul yang disebutkan Chandra, dia pernah menontonnya dulu, entah kapannya. Tapi yang pasti, dia pernah melihatnya. "Cinderella pernah."

Ephemeral 293 [sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang