Astrophile 32: Tidak Bertemu
Diberikan kesempatan untuk mengenalmu dan mencintaimu saja, itu sudah membuatku mengucap syukur tiada henti. Seperti sekolah yang memberikan banyak pelajaran, tapi kamu lebih daripada itu. Entah kebaikan apa yang kamu lakukan di masa lalu, hingga membuat Tuhan mengenalkan aku dan dirimu. Meskipun mengenalku termasuk dalam daftar yang tidak kamu inginkan, jahatkah bila aku menyukainya?
Mungkin, harapanmu adalah mengenal seseorang yang memberikanmu banyak kebahagiaan, bukan seseorang yang merepotkan seperti aku. Seseorang yang apa-apanya butuh diajari. Maaf jika aku telah merusak daftar keinginan yang kamu mau. Entah berapa banyak maaf yang telah aku ucapkan. Tapi, dengan tulus aku meminta maaf.
****
Setelah kejadian melelahkan di hari kemarin, perempuan itu memutuskan untuk meliburkan
diri di hari senin paginya. Dia merasa tidak enak badan dengan perut yang terasa sangat penuh. Beberapa kali tangan itu menepuk-nepuk perutnya yang seolah hanya berisi angin saja. Setelah dia menitipkan surat keterangan izin tidak hadir kepada Athala, perempuan itu hanya bisa bersandar di kepala ranjang sedari tadi. Berada seorang diri di rumah membuatnya kesulitan untuk meminta pertolongan.Dengan tiba-tiba saja saat waktu malam, tubuhnya menggigil kedinginan. Beruntungnya saat itu dengan mudah Athala bisa dihubungi. Sebenarnya, lelaki itu hendak meliburkan diri pada awalnya, memilih untuk menemani Silla di rumah. Tapi, Silla memaksa agar Athala pergi berangkat ke sekolah saja karena ini adalah hari senin, belum lagi akan ada ulangan Kimia yang sudah dijanjikan di minggu kemarin.
Sebenarnya, tak ada yang harus dikhawatirkan selain tubuhnya yang masih tak enak dan perut kembungnya itu. Hanya saja, Silla tengah dihantui rasa kesepian dan sangat merasa bosan. Ponselnya kehabisan kuota, jadi tak ada aktivitas yang bisa dia lakukan dengan ponselnya.
Namun jika boleh jujur, kejadian kemarin tidak begitu saja dapat terlupakan. Setelah Silla menahan air mata ketika berada di hadapan Chandra, dia pulang ke rumah dan langsung meraung dengan begitu lantang. Meneriaki bumi dengan tangisnya yang mendapat waktu pas untuk meluap. Dalam perjalan dari taman kota menuju rumahnya, bak adegan di drama Korea. Perempuan itu berlarian tanpa peduli keadaan sekitar. Dengan tangis air mata yang mengalir tiada henti, seraya tangannya yang sibuk menyeka kasar.
Jika mengingat kembali kejadian kemarin, sontak saja rongga dadanya menjadi sangat sesak. Dia mendapatkan penolakan yang entah ke berapa kalinya kemarin. Napasnya mendesah dengan begitu kasar. "Malu banget kemarin sama Chandra. Manahan nangis di depan dia sambil ngomong yang sok bener banget."
"Gua gak mau kita jadian, nanti aja setelah lo ada rasa."
"Lo bercanda ya, Chan? Tapi kenapa rasanya sesakit ini?"
"Nanti gua bakal kenalan lagi sama lo, setelah perasaan ini benar-benar hilang."
Silla sadar ketika mengatakan itu. Dia juga masih ingat bagaimana rancunya ekspresi Chandra ketika mendengar itu darinya.
Untuk kalimat pertama, dia dengan begitu percaya dirinya mengatakan hal itu seolah nanti Chandra memang benar akan menyukainya kembali. Dia mengatakan itu seolah dia akan dicintai. Dasar, jika diingat-ingat lagi, di mana letak rasa malunya ketika dia mengatakan itu?
Untuk kalimat kedua, benar terasa sakitnya. Iya, kadang seseorang memang berniat untuk bercanda saja, dan sepertinya dalam kasus ini juga Silla saja yang terlalu berlebihan. Dia salah mengartikan ucapan Chandra dan terlalu menganggapnya serius. Tapi meskipun demikian, jika dilihat dari sudut pandang Silla. Memang, ucapan mengenai perasaan yang dilontarkan nampak begitu tulus, agaknya sangat sulit membedakan mana antara bualan dan keseriusan. Silla tidak sepenuhnya salah.
Terakhir, untuk kalimat ketiga juga mengandung banyak rasa sakit tak kasat mata. Jika nanti Silla memulai perkenalan lagi, saling berjabat tangan dengan Chandra, itu menandakan jika dia menyerah dengan perasaan sebelah pihaknya. Dia menyudahi perjuangannya untuk Chandra. Bukan karena dia sudah tidak mencintainya lagi, tapi karena dia ingin Chandra bahagia dengan apa yang sudah dia pilih.
Ingin rasanya dengan lantang dia mengatakan kalimat, "Chan, kalau suatu saat nanti gua bilang udah gak suka sama lo, itu tandanya gua lagi bohong. Gua gak mungkin berhenti suka sama lo, karena gua akan terus suka sama lo." Iya, perasaannya untuk Chandra tidak semudah itu bisa padam, atau mungkin memang tidak akan pernah padam.
Jika tak memikirkan perasaan Chandra dan bagaimana lelahnya lelaki itu menghadapi sikap konyolnya, Silla akan tetap bersikeras menjadi egois. Mempertahankan perasaannya dan tak akan melepaskan Chandra sampai kapan pun. Tapi Silla masih waras untuk tidak melakukan itu.
Tidak, sebenarnya cinta itu tidak egois. Tapi, cara manusia itulah bersikap yang menentukan bagaimana dia ingin mendapatkan cinta tersebut. Kadang, tindakan dan perkataan buruklah yang membuat nama cinta itu sendiri menjadi tercoreng. Pada sebenarnya, cinta itu tulus, suci, dan indah. Tapi, tindakan gegabah manusia yang membuatnya menjadi rendah.
"Sebenernya, gua takut Chan waktu bilang bakal kenalan lagi di saat gua udah gak suka sama lo. Takut kalau hari itu beneran tiba. Dengan gitu, gua beneran udah siap buat ngelepas lo. Nyatanya, gua gak pernah sanggup buat bilang itu, Chan."
Mungkin, jika ada tempat yang bisa membersamakan dia dengan Chandra, maka akan Silla datangi tempat itu. Jika ada waktu yang bisa membuat pikiran Chandra hanya dipenuhi oleh Silla, maka akan dia jelajahi masanya. Tapi, ini bukan hanya tentang perasaannya yang mengharap berbalas. Dia juga harus memikirkan bagaimana perasaan Chandra. Dia mencintai Chandra, tapi harus ingat batasan. Dia harus membiarkan Chandra dengan bebas bersama pilihannya.
Perempuan itu menarik ingusnya yang sedikit keluar. Kepala bagian belakangnya terasa sangat berat. Harusnya, tadi dia meminta Athala untuk membelikan obat setelah pulang sekolah. Ah, Silla telat untuk mengatakan hal itu.
Jika ditanya penyebab utama mengapa dia bisa sakit hari ini, mungkin karena cuaca yang turut berubah setiap harinya. Tapi untuk penyebab pendukungnya, adalah kejadian kemarin. Silla benar-benar memenuhi otaknya dengan ingatan tersebut. Perasaan sedih, marah, kesal, dan malu turut campur aduk dengan leluasanya.
"Sayang banget hari ini gak bisa ngabarin Chandra. Tapi, emang sih rasanya masih belum siap ketemu juga. Malu banget anjir!"
Mungkin ada sisi baiknya dengan dia tidak masuk sekolah hari ini. Memberinya sedikit jeda dan persiapan untuk kembali bertemu dengan Chandra. Dia butuh menyusun dan mengumpulkan kembali energinya yang sudah terkuras habis kemarin. Pasti saat bertemu dengan Chandra nanti, akan ada kecanggungan yang melebihi hari kemarin. Wajar saja setelah kejadian hari itu.
Napasnya menghembus dengan berat beberapa kali. Kepalanya semakin terasa dihujam rasa pening yang tidak main-main. Silla memejamkan mata dengan perlahan. Meskipun baru beberapa jam yang lalu dia terbangun dari tidur, tapi rasanya dia akan kembali memutuskan untuk menjamu alam mimpinya.
****
"Yang katanya mencintai tidak harus memiliki. Entah alasan yang sebenarnya karena merasa tidak pantas, atau pengalihan untuk menutupi rasa malu karena telah ditolak." -Kata Prisilla Adhisti.
****
Astrophile,
Adipati Chandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral 293 [sudah terbit]
Romance[CERITA INI DIIKUTSERTAKAN DALAM WRITING MARATHON YANG DILAKSANAKAN OLEH CAKRA MEDIA PUBLISHER] Sejak aku menyadari perasaan ini tertuju untukmu, aku juga menyadari pada jarakmu yang cukup jauh. Di saat mata ini tak lagi melihatmu dengan tatapan bi...