Astrophile 25: Interogasi Perasaan

16 2 1
                                    

Astrophile 25: Interogasi Perasaan

Aku harus mengatakan jika aku tidak menunggumu meskipun sebenarnya aku sedang menunggumu. Kamu tahu mengapa? Karena aku tidak ingin kamu melihatku sebagai orang yang menyedihkan. Terus menunggu sedangkan aku tahu, kamu tidak pernah memintaku untuk itu. Aku memalukan, ya? Maaf karena kamu telah dicintai oleh seseorang yang memalukan seperti aku. 

Perempuan si memalukan ini masih belum ingin berhenti mengejarmu. Masih ingin mencintaimu lebih lama lagi. Jadi, kamu harus dicintai oleh aku yang memalukan ini selama waktu yang aku habiskan untuk mencintaimu. Pasti, ada rasa tidak nyaman yang hinggap di hatimu, bukan? Hanya karena dicintai oleh aku membuatmu repot sendiri, maaf.

****

Masih di tempat yang sama dengan hari yang beranjak semakin petang. Dua remaja itu masih setia duduk di tempatnya semula, tapi kali ini ada jajanan ringan yang menemani. Sempat tadi Silla mengajak Chandra untuk membeli makan, dan Chandra pun menyetujui hal itu. Di saat keduanya sudah sepakat ingin membeli apa, tapi Chandra menawarkan diri untuk membelinya sendirian. Padahal Silla juga dengan sukarela membeli makanannya sendiri, tetap saja dengan tegasnya Chandra tidak mengizinkan. Katanya, karena antre dan saling berdesakan.

Jadi, apakah hal tersebut bisa dikatakan romantis? Apa persahabatan orang di luar sana juga melakukan hal yang demikian? Atau mungkin, adegan itu didedikasikan untuk pasangan saja? Jika begitu, bisa tolong jelaskan mengenai perlakuan Chandra padanya? Keduanya bukanlah pasangan, tapi Chandra memperlakukan Silla bak kekasihnya. Ah, mungkin menganggap hal seperti itu terlalu berlebihan.

Namun jika boleh jujur, perlakuan Chandra terkadang membuat Silla selalu salah paham. Merasa seolah dicintai karena tingkah laku manis Chandra padanya. Bukan sepenuhnya salah Silla, 'kan? Kali ini Chandra juga ikut andil ke dalamnya.

"Chan, kok telor gulung yang dijual abang-abang bisa nyatu gitu, ya? Aku pernah nyoba bikin telor gulung, tapi misah-misah terus, gak mau kegulung gitu," ujar Silla sembari tangan kanannya yang memegang setusuk telur gulung kesukaannya.

"Sosial distancing itu telornya. Bagus kan kayak gitu, jaga jarak biar gak baper," balas Chandra dengan jawaban yang keluar dari topik pembahasan.

Kedua alis Silla bertaut heran. Tiba-tiba saja dia menyangkutpautkan telur gulung dengan perasaan. Dua hal tersebut benar-benar tidak sejalan, bukan? Dasar memang. "Hubungannya? Gak jelas amat kamu."

Chandra mengangkat bahunya acuh tak acuh. Wajahnya menampakkan ekspresi tanpa merasa bersalah. "Emang."

Bibir Silla mencebik kesal. Sebenarnya, yang dominan memiliki sifat menyebalkan adalah Chandra. Untuk Silla, dia lebih ke konyol, cengeng, dan lemot. Decakan halus tercipta dari mulut Silla yang misuh tak jelas. Berdeham sebentar sebelum kembali berbicara. "Chan, mau tanya dong."

"Nanya mulu. Apa emang?" balas Chandra yang sudah tak asing dengan ucapan Silla barusan. Lagi pula, jika Chandra tidak mengiakannya juga Silla akan tetap melontarkan pertanyaan.

"Kira-kira, kapan sih kamu suka aku?" Pertanyaan Silla yang tiba-tiba cukup mampu membuat Chandra terdiam sesaat. Sekilas seperti Chandra, Silla juga terkadang mengeluarkan sisi tak tertebaknya itu. Tapi yang membedakan, Chandra lebih mengeluarkan tingkah laku atau ucapan yang di luar dugaan, sedangkan Silla lebih mengarah ke membahas perasaan ketika keduanya tengah dalam topik pembahasan yang di luar itu. 

Lelaki itu meneguk halus ludahnya. Sisa rasa telur gulung yang menempel di giginya masih terasa. Tapi, rasanya seketika menjadi hambar kala mendengar pertanyaan Silla yang terlontar baru saja. "Belum pernah suka, jadi gak tau kapan."

Ephemeral 293 [sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang