Astrophile 19: Kesalahpahaman Dua Pihak

15 2 0
                                    

Astrophile 19: Kesalahpahaman Dua Pihak

Benar, memang sebenarnya apa yang aku rindukan? Tangan yang tak pernah aku genggam, langkah yang selalu menjauh dariku, atau ingatan yang tak pernah ada aku di dalamnya? Sepertinya aku keliru. Aku bukan merindukannya, tetapi aku hanya rindu pada kenangan yang tak pernah aku ciptakan dengannya.

Namun, jika diberi kesempatan untuk bisa lebih jujur, akan kukatakan jika aku mencintaimu. Entah aku sudah terjebak atau cintaku yang memang habis di kamu, aku sulit untuk mencintai seseorang lagi. Ketidakmauan itu bersemayam dengan lekatnya di hatiku. Memang tidak bisa aku pastikan, akan bertahan berapa lama perasaan ini. Tapi, perasaan ini sangat tidak bisa dihilangkan.

****

Sudah beberapa hari ini Chandra dan Silla menjaga jarak. Seolah ada dinding tak kasat mata yang memisahkan keduanya. Sejak awal juga memang sudah ada, tapi yang dipisahkan adalah perasaannya, bukan jaraknya. Untuk sekarang adalah jaraknya.

Silla seolah sengaja menghindari Chandra, membuat jeda komunikasi di antara mereka. Chandra juga melakukan hal serupa dengan itu. Meskipun mereka saling berpapasan di jalan, di kelas, mau pun di kantin, tapi keduanya langsung buang muka dan bertindak acuh tak acuh. Mengabaikan satu sama lain tiada peduli.

Jika ditanya alasannya, tentu saja Silla jawab karena kesal perihal kejadian beberapa hari yang lalu. Tahukah? Setelah adegan debat itu selesai, Silla menjalani hari yang buruk setelahnya. Seolah semesta pun turut serta akan suasana hatinya yang belum juga membaik. Namun, untuk alasan Chandra sendiri tidak ada yang tahu pastinya. Jika boleh ditebak, pasti dia juga merasa kesal dengan respon Silla tempo lalu.

Sampai saat ini, tidak ada yang memulai pembicaraan lebih dulu, baik Silla maupun Chandra. Mereka bertingkah selayaknya orang asing tak saling kenal. 

Sekarang ini, Silla tengah berjalan menyusuri koridor yang membawanya menuju kelas. Dengan wajah yang cemberut kesal, dia menapaki anak lantai satu persatu. Tanpa pandangan yang menatap ke depan, dia terus saja melangkah bebas.

Namun tanpa disadarinya, ternyata tak jauh di depannya tampak sosok Chandra yang juga tengah berjalan di arah yang berlawanan. Chandra sudah menyadari kehadiran Silla di hadapannya, sedangkan perempuan itu masih belum tersadar akan hal itu. 

Semakin dekat jarak di antara keduanya, barulah Silla mengangkat wajahnya ke depan. Kedua matanya sontak membelalak dengan lebarnya kala sosok Chandralah yang pertama kali dia lihat. Jantungnya langsung berulah kasar. Meneguk ludah berkali-kali untuk menghilangkan rasa gugup yang menyerangnya tiba-tiba.

Tepat ketika sekitar tiga langkah lagi jarak di antara keduanya, mereka justru saling melihat ke arah yang berbeda. Membuang pandangan sama seperti sebelumnya. Yah, dan tak! Silla merasakan hembusan tubuh Chandra yang baru saja berjalan di sampingnya. Sesuai dugaan, tak akan ada sapaan yang keluar dari mereka, bungkam.

Masih aja gak nyapa, lirih Silla membatin.

Silla meneruskan langkahnya dengan gontai. Sejujurnya, dia tak ingin terus berlama dengan keasingan ini. Dia juga jengah sendiri dibuatnya. Tapi, keberaniannya hilang ketika ingin memulai percakapan lebih dulu.

Saat langkahnya perlahan membawa Silla untuk menjauh, tapi seketika berhenti dengan sigap tatkala suara yang tak dia dengar belakangan ini, terdengar seruannya dari belakang.

"Lo tuh kenapa sih, La? Lagi berusaha buat ngejauh dari gua? Kalau emang dengan gitu bisa bikin lo bahagia, oke silakan!" Begitulah kiranya seruan suara yang Silla rindukan itu berbunyi.

Ephemeral 293 [sudah terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang