"An, sini deh." Anjani mengerutkan kening mendengar perkataan Fadhil teman sekelasnya.
"Kenapa? Ngomong aja dari situ." Anjani malas sekali berjalan menuju tempat duduk Fadhil yang berada di paling belakang ujung.
"Penting ini, sini dulu." Suruhnya lagi.
"Kayaknya gak penting deh buat gue." Anjani mendengus malas dan kembali fokus pada ponselnya.
"Astaga mager banget jadi anak." Gerutu Fadhil yang tiba-tiba sudah berada didepannya.
"Apa?" Galak Anjani menatap Fadhil tak suka. Jelas-jelas pemuda itu yang ada urusan dengannya, tapi seenaknya menyuruh Anjani yang mendatanginya dengan tangan dilambai seolah menyuruh budak.
"Temen gue ada yang minta nomor lo." Fadhil langsung ke point utamanya.
"Siapa?" Tanya Anjani. Meskipun ia tidak mengenal semua warga sekolah, tetapi setidaknya Anjani harus tahu dulu siapa yang meminta nomor ponselnya. Jikalau ia tak tahu nanti akan Anjani cari tahu.
"Ganda."
"Ganda mantannya Amoy?" Hanya Ganda itu yang Anjani ingat, mantan dari teman organisasinya dulu. Cowok tinggi kurus yang petakilan dan banyak omong.
"Iya Ganda yang itu, tapi ini bukan buat Ganda. Tapi buat temannya Ganda." Fadhil bicara berbelit-belit. "Gue sebenernya bisa langsung kasih nomor lo. Tapi nanti lo malah ngamuk kayak sama Danu kemarin. Makanya minta izin lo gue nih."
"Ya harus izin lah Fad, itu kan nomor gue. Lagian yang minta nomor juga gak jelas banget, teman Ganda kan banyak bahkan lo juga termasuk temannya dia. Gue butuh informasi jelas, nama dan anak mana." Ujar Anjani.
Jujur saja Anjani sangat sensitif dengan hal ini, asal sebar nomor kontak orang lain. Padahal nomor itu merupakan hal privasi menurut Anjani. Mending saja jika yang meminta nomornya itu tidak mengganggunya, selain mengganggu juga merusak mood Anjani.
"Gue gak mau kalo gak jelas." Telak Anjani tak mau lagi didebat. Kembali ia fokus pada ponselnya tak memperdulikan Fadhil yang masih berada didepannya.
Jari tangan Fadhil bergerak cepat diponselnya, mengirim pesan pada seseorang.
Disisi lain orang yang sebelumnya dikirimi pesan oleh Fadhil segera memberitahukan informasi yang didapatinya. "Dia gak mau kasih nomornya Dan. Gue gak tahu kalo bakal sesulit ini bro."
Daniel hanya diam saja saat Ganda berkata demikian seraya menepuk bahunya bersimpati.
"Tapi lo tenang aja. Cowok satu sekolah ini udah tahu kalau Anjani Putri anak sebelas IPA satu itu lo incar. Gaada yang bakal berani langkahi lo Dan, kalaupun emang ada berarti dia gak punya kaca." Ganda yang berkata, Ganda juga yang tertawa karena perkataannya sendiri. "Bro, lo jangan pesimis. Kita cowok harus lebih berjuang."
Daniel sama sekali tidak mengindahkan ucapan Ganda, ia malah fokus menatapi ponselnya yang tidak memiliki notifikasi apapun dalam tanda kutip yang ia inginkan yaitu dari Anjani.
Mau mendekat saja rasanya Daniel tidak punya celah. Apakah semua laki-laki merasakan apa yang ia rasakan saat ini?
"Daripada galau liat hape terus mending kantin aja yok." Baiklah, mungkin Daniel akan mendapatkan balasannya nanti. Dan mungkin saja saat pergi ke kantin ia bisa bertemu dengan Anjani.
Saat perjalanan menuju kantin, Daniel dan Ganda tentu saja harus melewati tangga kelas Anjani. Dan disitulah Daniel melihat Anjani bersama dengan teman-temannya menuruni tangga seraya mengobrol. Gadis itu tampak asyik sekali berbicara dengan begitu bersemangat, hingga saat itu tatapan mereka bertemu. Namun dengan cepat gadis itu mengalihkan tatapannya.
Teman-teman Anjani menatap malu pada Daniel yang tak tahu sedang apa berdiam diri didepan tangga. Ganda yang begitu peka dengan kondisi segera mengambil alih. "Hai gaiss, lagi pada mau kemana nih?"
"Mau ke kantin Gan." Salah satu teman Anjani menjawab, dan sepertinya orang itu kenal dengan Ganda.
"Wah kebetulan banget. Gue sama Daniel juga mau ke kantin. Bareng boleh kan?" Pertanyaan Ganda itu tentu dijawab antusias, mereka melirik-lirik malu pada Daniel yang terus menatap Anjani yang sama sekali tidak mau menatapnya.
Mereka berjalan bersamaan, Ganda berada didepan mengobrol dengan salah satu teman Anjani yang menjawab tadi sedangkan Daniel berjalan di paling belakang lebih tepatnya berada dibelakang Anjani. Pemuda itu terus memperhatikan Anjani hingga gadis itu merasa risih dan akhirnya menengok kebelakang sekilas.
Daniel padahal hendak membuka mulutnya, ingin berbicara dengan Anjani tetapi gadis itu seolah tidak memberikannya kesempatan.
"Kalian mau makan apa?"
"Mau makan ditempat Bunda Ainun." Kali ini Anjani yang menjawab. Baru kali ini suara Anjani benar-benar Daniel dengar dengan jelas. Suaranya cukup berat untuk seukuran gadis remaja dan agak serak.
"Ih udah lama banget gue gak makan soto si Bunda. Daniel juga belum pernah makan disana."
Sesampainya di kantin, mereka segera mengambil duduk di tempat yang kosong. Daniel duduk tepat didepan Anjani, pemuda itu sangat gerak cepat.
"Kalian mau pesan apa? Biar gue yang pesan." Ujar Ganda seraya menepuk dadanya sendiri. Beberapa teman Anjani menyebutkan apa yang mau dipesan, tetapi gadis itu dengan sabar menunggu teman-temannya selesai.
"Kamu mau makan apa?" Pertanyaan yang meluncur dari mulut Daniel dengan mata yang terus mengarah pada Anjani mengentikan kegiatan semua orang di meja itu.
Anjani yang merasa seluruh perhatian datang padanya terutama dari Daniel yang sepertinya bicara dengannya, menatap pria itu. "Kamu ngomong apa?" Anjani tidak dengar jelas suara Daniel, karena kalian tahu sendiri seribut apa kantin sekolah diwaktu istirahat.
"Kamu mau makan apa Anjani?" Kali ini Daniel menyebut namanya supaya lebih jelas.
"Soto dan gorengan." Jawab Anjani pasti.
"Gorengan apa? Minumnya?" Kali ini Daniel bertanya lagi.
Kening Anjani berkerut, tetapi ia tetap menjawab. "Mau bakwan 2 sama tahu 1. Minumnya es teh."
"Oke biar aku yang pesan." Setelah berkata demikian, Daniel langsung pergi menuju kearah penjual. Meninggalkan Ganda dan yang lainnya menatap punggung pemuda itu tak percaya. Sedangkan Anjani tidak habis pikir, kenapa pemuda itu bersikap demikian.
Tanpa berkata lagi, Ganda segera mendekati Daniel dan ikut memesan. Ganda bahkan tidak menyangka temannya tiba-tiba seperti tadi, padahal Ganda sedari tadi memperhatikan tidak ada interaksi ataupun obrolan antara Daniel dan Anjani. Tapi bisa-bisanya Daniel seperti tadi. Ganda sepertinya harus berguru pada Daniel, sikap gentle sekarang ini digilai oleh semua kaum hawa. Untuk sebutannya sekarang, love language act of service.
"Pepet teros bro, jangan kasih kendor. Semangat! Semangat!" Ganda menepuk bahu Daniel bahkan memijatnya kuat seperti memberi semangat seorang petinju.
Daniel berdecak kesal dan menyingkirkan tangan Ganda.
Ganda tertawa senang mendengar gerutuan Daniel yang masih menunggu pesanannya. "Haduh Dan, kayaknya bakal ada edisi patah hati satu sekolah kalo lo jadian sama Anjani."
"Gak peduli." Balasnya cepat yang semakin mengundang tawa dari Ganda.
Vote and Comment Guys!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Lover
Romance[COMPLETED] "Kamu tidak akan pernah aku lepaskan Anjani, tidak akan pernah." Gumam Daniel yang masih terdengar jelas ditelinga Anjani. "Dan.. pelan-pelanhh..." Anjani meremas punggung lebar kekasihnya itu saat tempo yang Daniel berikan padanya dibaw...