"Sudah menikah?"
Daniel tidak menjawab pertanyaan tersebut, tetapi menunjukkan jarinya yang sudah terlingkar cincin yang membuktikan bahwa benar ia sudah menikah.
"Jadi kamu tidak pulang beberapa hari itu karena menikah dan tinggal dirumah keluarga perempuan itu?"
"Benar." Jawab Daniel lugas.
"Kamu bahkan belum lulus SMA dan bilang sudah menikah? Sangat tidak masuk akal."
"Terserah Kakek ingin menganggap hal ini masuk akal atau tidak, yang pasti aku sudah menikah dan tidak mau dipisahkan dengan istriku."
"Kamu tahu Ayah dan Ibu tirimu tidak akan diam tentang hal ini kan? Kamu terlalu ceroboh."
"Oleh karena itu aku membuat kesepakatan dengan Kakek, Kakek mendapatkan apa yang Kakek mau dan aku pun dapat hidup dengan tenang tanpa mereka ganggu karena perlindungan Kakek. Ini cukup adil."
"Kamu akan Kakek kuliahkan di Jerman, mereka tidak akan mengusik kamu." Daniel sudah menduga kalau Kakeknya akan menyuruhnya kuliah ditempat yang jauh mengingat disini kondisinya sangat tidak memungkinkan. Ayah dan Ibu tirinya pasti akan mengincar dirinya.
"Aku akan pergi ke Jerman sesuai keinginan Kakek, tapi aku akan bawa istriku."
"Perempuan itu, Kakek bahkan tidak tahu asal usulnya. Keluarganya sudah pasti tidak selevel dengan kita. Perempuan yang katanya istrimu itu jelas akan merasa kesulitan jika masuk ke dunia orang seperti kita." Daniel tahu itu, sangat tahu jelas kalau Anjani pasti akan menjadi kesulitan. Perempuan itu akan hidup dalam dunia yang penuh kemunafikan yang mungkin tidak akan pernah sekalipun terbayangkan oleh wanita muda itu. Tapi Daniel tidak mau melepas Anjani, ia mencintai wanitanya itu dengan teramat sangat. Daniel akan selalu bersama Anjani dan mereka akan berusaha bersama.
"Dia anak yang pintar dan cepat beradaptasi, cukup berikan guru etiket padanya Kakek jelas mampu. Dan tentang asal usul, aku pun punya asal usul tidak jelas dari ibuku kalau Kakek lupa."
"Dalam kesepakatan ini aku cuma minta Kakek untuk melindungi aku dan istriku, tanpa sedikitpun ikut campur dalam hubungan kami. Sisanya aku akan ikuti semua perintah Kakek, pergi kemanapun, pekerjaan apapun sampai Farren sembuh."
Helaan nafas terdengar lagi, itu dari sang Kakek yang menatapnya dengan tatapan rumit yang Daniel sendiri tidak bisa menjabarkannya. "Baiklah akan Kakek pikirkan kembali."
"Aku mau mendapatkan jawaban yang lama. Aku ingin membawa istriku sendiri setelah pamit dengan baik-baik dengan mertuaku."
"Kamu benar-benar keras kepala Daniel, tidak mirip sedikitpun dengan Ayahmu yang plin-plan itu."
Daniel tersenyum tipis mendengar hal tersebut, "Aku dapatkan ini dari Kakek. Jadi tolong berikan jawaban secepatnya karena disana orang-orang sudah khawatir dan mencari aku."
"Setelah makan siang datang lagi kemari."
"Baik." Tanpa berkata lagi Daniel langsung keluar dari kamar tersebut.
Didepan pintu masih setia menunggu dua orang bodyguard beserta asisten kepercayaan sang Kakek.
"Dimana ponsel dan dompetku?" Tanya Daniel menatap lurus pria yang sibuk sekali dengan tab miliknya.
"Mohon maaf Tuan Muda, ponsel dan dompet Anda belum bisa saya berikan karena belum ada perintah dari Tuan Besar."
Daniel menghela nafasnya, segera saja ia melangkahkan kaki menjauh dari sana. Daniel turun kelantai bawah menuju ke ruang keluarga yang dimana masih ada ibu tirinya disana, bukan dia tujuan Daniel tetapi telepon rumah yang ada diruangan itu. Daniel ingin menghubungi Anjani.
"Dasar anak tidak tahu diuntung. Tidak ada sopan santun." Daniel mengabaikan saja perkataan yang terlontar untuknya dan berjalan lebih dekat menuju ke telepon rumah.
"Hei anak sialan, apakah kamu tuli dan buta? Ada aku disini. Benar-benar tidak punya sopan santun."
Daniel menghelakan nafasnya pelan, segera ia menoleh menatapi sang ibu tiri yang sekarang malah terkejut karena ia tatapi. "Apakah ada sesuatu yang ingin Anda bicarakan Nyonya?"
"Kamu- tentu saja aku punya urusan dengan kamu. Ingat ini anak sialan, kamu tidak akan pernah bisa mengambil posisi anakku Farren. Kamu akan segera ku tendang keluar dari rumah ini."
"Silahkan kalau Anda bisa. Saya pun tidak berharap ada disini." Balas Daniel tanpa takut. Bahkan posisi berdirinya pun tidak goyah saat sang Ibu tiri bangkit dari duduknya dan hendak mendekati dirinya dengan penuh amarah.
Tetapi berkat dua orang bodyguard yang selalu mengikutinya, sang Ibu Tiri ditahan dan bahkan dibawa pergi dari hadapan Daniel disertai teriakan kemarahan.
Menghelakan nafas lagi, Daniel kini teralih pada telepon rumah yang ada didepannya. Segera di ambil gagang telepon itu dan menekan tombol nomor yang ia ingat diluar kepala.
Dua kali nada sambung terdengar sebelum akhirnya teleponnya diangkat.
"Hallo. Mohon maaf ini dengan siapa ya?"
Suara yang memang sudah serak terdengar lebih serak lagi disertai bindeng. Dada Daniel terasa terenyuh mendengar suara istrinya itu dari jauh, sudah pasti Anjani menangis dan mengkhawatirkan dirinya disana
"Sayang, ini aku Daniel. Aku gak apa-apa disini, kamu jangan nangis lagi." Berkata demikian, mata Daniel pun berkaca-kaca. Baru terhitung satu hari mereka tidak bertemu tapi rasa rindu Daniel sudah menggunung.
"Da- Daniel? Ini beneran kamu? Kamu dimana? Hiks.. aku cariin kamu kemana-mana.."
Air mata Daniel tidak bisa lagi ditahan untuk merembe kebawah, hanya dengan Anjani Daniel bisa menjadi seorang yang cengeng seperti ini. Rasanya Daniel ingin merengkuh tubuh istrinya itu sekarang dan tidak akan melepaskannya sedetikpun.
"Sayang... Aku dirumah Kakek sekarang di Jakarta. Aku dibawa kesini tanpa persetujuanku, ponsel dan dompet disita. Tapi aku baik-baik saja disini An, tolong jangan menangis lagi ya." Pinta Daniel dengan suara lembutnya. Tapi tak ada balasan apapun diseberang sana selain suara tangis Anjani yang memanggil namanya.
"Aku akan jemput kamu nanti, tolong tunggu aku ya An. Aku sedang mengusahakan disini untuk kita. Kamu jangan nangis terus nanti jadinya sakit, aku gak mau kamu sakit."
"Aku akan tunggu kamu, kamu juga disana sehat-sehat ya..."
"Iya Sayang, aku titip salam untuk orangtua kamu ya. Aku minta maaf sudah buat kalian semua khawatir. Nanti kalau keadaannya sudah memungkinkan aku akan kesana jemput kamu. Tolong doakan aku."
"Iyaa..."
"Untuk usahaku disana, kamu yang pegang ya An. Pasti temen-temen juga pada bingung aku menghilang tanpa kabar."
"Iyaa..."
Daniel menghelakan nafasnya mendengar jawaban Anjani yang selalu sama itu. Jelas istrinya itu punya banyak pikiran dan sedih sekali. Daniel pun merasakan hal yang sama, tetapi ia tidak bisa berbuat apapun saat ini selain menghubungi Anjani seperti ini.
"Sayangku Anjani tolong tunggu aku ya, aku mencintaimu teramat sangat. Jangan sakit, jangan sedih. Perpisahan ini cuma sementara, aku akan jemput kamu. Pegang janjiku An."
Vote and Comment Guys!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Lover
Romance[COMPLETED] "Kamu tidak akan pernah aku lepaskan Anjani, tidak akan pernah." Gumam Daniel yang masih terdengar jelas ditelinga Anjani. "Dan.. pelan-pelanhh..." Anjani meremas punggung lebar kekasihnya itu saat tempo yang Daniel berikan padanya dibaw...