40. Missing (2)

3.8K 159 3
                                    

Ini sudah dua minggu sejak Daniel dibawa ke rumah utama, tetapi Kakeknya belum juga ada itikad baik menyetujui kesepakatan yang Daniel ajukan.

Daniel malah disibukkan dengan laporan-laporan perusahaan untuk ia pelajari juga mengurus berkas-berkas untuk studinya di Jerman. Jangankan untuk menelpon Anjani kembali, Daniel keluar dari kamarnya pun tidak diperbolehkan. Dan hari ini kesabaran Daniel sudah habis hingga ia berontak dan melawan bodyguard yang tidak pernah meninggalkannya sedetikpun untuk bertemu dengan sang Kakek.

Kedatangan Asisten kepercayaan sang Kakek membuat Daniel menghentikan aksinya. Dan sekarang ia sudah berdiri didepan pintu kamar besar yang dua minggu lalu ia datangi itu.

"Silahkan Tuan Muda."

Daniel segera masuk kedalam kamar dan melihat sang Kakek tidak sendirian, ada seorang dokter disana juga seorang bersetelan jas yang Daniel tidak kenal.

"Perkenalkan ini Daniel cucuku, yang akan menggantikan aku kelak." Dengan tanpa berdosa sang Kakek berkata demikian, menunjukkan Daniel pada kedua orang yang bersama dengan mereka.

"Daniel, ini dokter pribadi keluarga kita Dokter Imran. Keluarga beliau sudah lama mengabdi dengan keluarga kita lebih dulu dari pada saat Kakek lahir."

Anggukan pelan Daniel berikan pada Dokter Imran sebagai tanda hormatnya.

"Dan ini pengacara keluarga kita, Mr. Ben. Firma hukum yang Mr. Ben pimpin saat ini adalah salah satu milik keluarga kita."

Lagi-lagi Daniel hanya mengangguk untuk Mr. Ben, sama seperti saat ia menyapa Dokter Imran.

"Sudah cukup untuk perkenalan hari ini, silahkan kembali pada jadwal masing-masing Dokter Imran dan Mr. Ben." Setelah ucapan sang Kakek dibalas basa-basi oleh kedua tamunya, kedua tamu itu akhirnya pergi meninggalkan sang Kakek dan Daniel berdua.

"Jadi? Kenapa tiba-tiba memberontak seperti ini?" Tanya Kakeknya langsung setelah pintu kamar tertutup.

"Kakek tahu pasti mengapa Daniel seperti ini. Jadi tolong beri keputusan yang bijak." Balas Daniel tegas. "Daniel ingin menjemput Anjani hari ini juga." Lanjutnya.

"Daniel, apakah kamu pikir hanya dengan Kakek melindungimu dan istrimu maka kalian sudah aman?" Tanya Kakeknya kemudian yang Daniel tahu jelas bahwa jawabannya adalah tidak.

"Jika ini adalah perkara mudah, Kakek akan bawa istrimu itu sehari setelah kamu mengatakan sudah menikah dan menawarkan kesepakatan yang sebenarnya tidak menguntungkan Kakek itu."

"Selama dua minggu ini, Kakek berikan kamu pelatihan sebagai bentuk pemanasan sebelum kamu benar-benar terjun ke dalam perusahaan. Kekuatan Kakek saja tidak cukup, kamu harus punya kekuatanmu sendiri setidaknya untuk istrimu. Ingat kalau disini yang harus kamu waspadai bukan hanya ayah dan ibu tirimu saja."

Daniel merenungi setiap perkataan Kakeknya yang sangat benar. Tetapi Daniel tidak sanggup jika harus menahan kerinduan dan kegelisahan karena berjauhan dengan Anjani. Daniel selalu merasa semuanya akan baik-baik saja jikalau Anjani ada bersamanya, ada disampingnya.

"Berapa lama menurut Kakek aku harus seperti ini?" Tanya Daniel, ia tengah mempertimbangkan banyak hal dalam pikirannya.

"Semua laporan yang Kakek berikan sudah kamu pelajari?" Tanya Kakeknya yang tidak menjawab pertanyaan Daniel sama sekali.

"Sudah." Jawab Daniel pasti.

"Bagaimana pendapatmu tentang semua itu? Semakin cepat kamu belajar, semakin cepat juga kamu akan Kakek taruh di lapangan. Dengan begitu semakin cepat pula kamu bertemu dengan istrimu."

"Aku sudah mengerti garis besarnya. Besok Kakek sudah bisa memperkerjakan aku, beri aku waktu dua minggu lagi dan Kakek akan biarkan aku membawa istriku." Tanggap Daniel lugas.

"Satu bulan. Dua minggu adalah waktu yang begitu sedikit." Tawar Kakeknya.

"Baik, satu bulan. Asal Kakek kembalikan ponselku."

"Baiklah. Akan Kakek berikan padamu nanti."

Dirasa sudah mendapatkan yang ia mau, Daniel tanpa banyak kata lagi pergi dari ruangan itu untuk kembali ke kamarnya yang sudah menjadi penjara selama dua minggu ini untuknya.

Tak berapa lama setelah Daniel masuk kedalam kamar miliknya, pintu kamarnya diketuk.

"Permisi Tuan Muda, saya mengantarkan ponsel Anda beserta Laptop."

Benar selama dua minggu ini yang Daniel pegang adalah dokumen yang merupakan tumpukan kertas yang penuh dengan angka juga buku tebal berisikan teori-teori yang membuat kepala pusing. Daniel samasekali tidak diperbolehkan memegang alat komunikasi bahkan benda elektronik apapun.

Segera saja Daniel mengambil ponsel dan Laptop yang diberikan padanya. Ia duduk dipinggir ranjang dan menghidupkan ponselnya yang dimatikan dengan sengaja.

Puluhan pesan dan telepon masuk bahkan sebelum Daniel menghidupkan data internetnya. Telepon itu berasal dari teman-temannya, Anjani juga keluarga istrinya. Mereka pasti sangat khawatir.

Menghidupkan data internetnya, Daniel kembali mendapatkan ratusan notifikasi dari berbagai akun sosial medianya.

Berita Daniel yang hilang sepertinya cukup menggemparkan disana. Daniel menghelakan nafasnya, dan mencari nomor sang istri untuk ia hubungi.

Dua kali nada sambung terdengar sebelum telepon video itu diangkat, menampilkan wajah cantik Anjani yang entah mengapa Daniel lihat sangat pucat. Dadanya terasa sakit teremas saat melihat bagaimana wajah sang istri yang tidak ada rona bahagia sama sekali, bahkan bagian bawah matanya yang menghitam tidak luput dari tangkapan kamera.

"Daniel..."

Suara yang serak itu terdengar lebih berat dari biasanya dan agak tercekat seolah tak percaya.

"Sayangku Anjani." Balasnya lembut.

Andai saja Daniel ada disana, sudah pasti Daniel akan memeluk istrinya itu. Sayangnya keadaan tidak memihak pada mereka saat ini.

"Dan..." Anjani kembali menangis seraya memanggil namanya.

Dua minggu lalu saat Daniel menelpon sang istri, istrinya itu juga menangis. Meskipun hanya suara yang terdengar tetapi hati Daniel sakitnya bukan main, lalu sekarang Daniel bisa melihat wajah sedih istrinya itu yang bahkan saat mereka masih jadi sepasang kekasih tak pernah sekalipun Daniel biarkan sedih dan menangis karena dirinya kecuali saat mereka sedang bercinta. Hati Daniel hancur sekali.

"Sayang, kamu sakit? Kamu pucat banget."

"Dan, kamu kemana aja? Aku nunggu kamu hubungi aku."

"Maaf ya Sayang, handphone aku disita. Selama dua minggu ini aku ada belajar laporan untuk bantu Kakek ngurus perusahaan."

"Aku kan kemarin bilang sama kamu di telfon, jaga kesehatan. Hancur banget hati aku lihat kondisi kamu begini Yang." Ucap Daniel menatap istrinya dengan tatapan sedih.

"Aku baik-baik aja Dan, kamu sendiri gimana? Disana sehat-sehat kan? Keluarga kamu perlakukan kamu dengan baik kan?" Tanya Anjani beruntun.

"Aku baik dan sehat, cuma kangen berat sama kamu. Yang lain disini gak ada yang usik aku kok, kamu tenang aja. Kakek kasih aku bodyguard untuk jaga-jaga." Jawab Daniel. "Tapi kamu gak baik-baik aja Yang aku lihat. Pucat begitu juga, sudah ke dokter belum?"

"Sudah."

"Apa kata dokter? Kamu gak sakit tipes kan?" Tanya Daniel khawatir.

"Enggak Dan. Aku emang sering sakit kepala dan mual, makan apapun pasti bakal dimuntahin terus. Tapi kata ibu dan dokternya, gejala begini memang biasa dirasakan ibu hamil muda. Jadi aku gak apa-apa, sama kayak kamu. Aku juga kangen banget sama kamu."

Daniel terkejut mendengar pernyataan sang istri, "Sayang. Kamu hamil?"

Terlihat wajah yang pucat dilayar ponselnya itu tersenyum, "iya Dan. Selamat ya kamu akan jadi seorang ayah."

Vote and Comment Guys!!!

I'm Your LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang