49. I'm Your Lover (2)

3.6K 130 5
                                    

Daniel dengan sangat terpaksa akhirnya berangkat bersama Anjani datang ke pesta yang sebelumnya sudah direncanakan untuk mereka hadiri dengan istrinya itu menjanjikan malam panas untuk mereka berdua sepulang dari pesta.

Berbasa-basi dengan pemilik acara, Daniel dan Anjani berbincang dengan beberapa kolega mereka yang lainnya tentunya membicarakan masalah pekerjaan dan topik lainnya yang bisa mereka bahas. Daniel sendiri tidak pernah lepas dari sisi Anjani dan terus memeluk pinggang istrinya dengan posesif.

Dalam pesta itu hanya mereka berdua pasangan muda yang resmi menjadi suami istri, para pemuda-pemudi lainnya yang seumuran mereka belum ada menikah dan hanya ada beberapa yang bertunangan karena perjodohan. Sisanya adalah orang-orang dewasa yang umurnya berada diatas mereka berdua yang hadir di pesta tersebut.

Daniel selalu bersikap waspada pada lelaki manapun yang mendekati mereka yang secara terang-terangan menatap istrinya dengan tatapan tertarik. Bahkan sikap posesif nya itu dijadikan candaan oleh seorang nyonya kenalan Anjani dari sebuah acara amal, tetapi Daniel tidak peduli.

"Kamu cantik banget, tuh kan banyak yang perhatiin kamu." Bisik Daniel kesal.

Anjani melirik suaminya itu, bukannya tidak menyadari tetapi waktu mereka baik tadi maupun sekarang tidak tepat untuk berbicara. Anjani tidak tahu apa yang dipikirkan suaminya karena tadi sempat melamun dan tatapan gelisahnya itu tidak hilang juga. Sepertinya ada hal yang suaminya itu pikirkan dengan begitu berat.

"Kamu gak lihat ya, semua cewek-cewek dipojokkan lihat kamu penuh minat?" Balas Anjani tak mau kalah. Pasalnya sejak kedatangan mereka, sedari awal memang Daniel begitu menarik perhatian semua orang melalui fisiknya.

"Aku gak peduli, aku cuma lihat kamu. Tapi kamu lihat orang-orang, cowok-cowok kegatelan itu." Gerutu Daniel lagi.

"Kita ambil makan dulu habis itu pulang aja deh, kamu daritadi gelisah banget kayaknya."

"Kita makan diluar aja Sayang, sekalian jalan pulang. Kita pamit dulu sama yang punya acara." Tak mau ada cekcok, Anjani menyetujui suaminya.

Setelah berpamitan pada pemilik acara, keduanya makan malam disalah satu restoran terkenal yang sudah menjadi langganan keduanya.

Daniel memperhatikan istrinya itu yang makan dengan begitu elegan, gerakan memegang alat makan dengan etika yang terlatih itu tampak alami seolah sudah diajari sedari kecil. Kegelisahan Daniel membuatnya bernostalgia tiba-tiba, dulu sewaktu mereka berpacaran Daniel hanya membawa istrinya itu makan dipinggir jalan dipedagang kaki lima. Kesederhanaan itu berbeda sekali dengan tempat yang saat ini mereka datangi dan menu yang mereka makan saat ini.

Daniel sadar betul, jika bukan karena Kakeknya yang meminta Daniel sebagai seorang pengganti maka dirinya tidak akan pernah membuat Anjani merasakan kemewahan yang seperti ini.

Mungkinkah disaat Daniel sudah tidak lagi sebagai pengganti, Anjani masih mau bersamanya? Makan angkringan seperti mereka dulu disaat istrinya itu sudah mencoba berbagai makanan mewah dengan tempat yang tak kalah mewah juga.

"Dan..." Panggilan lembut disertai tangan istrinya yang hangat melingkupi tangannya yang sedari tadi tidak bergerak untuk makan, berhasil mengambil perhatian Daniel dari lamunannya.

"Dari sejak dirumah kamu diam terus, ada yang menganggu pikiran kamu?"

"Banyak hal yang menganggu pikiran aku akhir-akhir ini." Jujur Daniel. "Dan mungkin pemikiran aku ini terdengar sedikit tidak masuk akal bahkan bisa jadi tidak penting menurut kamu. Tapi aku tetap merasa gelisah dan tidak nyaman dengan semua praduga dalam pikiran aku ini."

"Kamu memikirkan apa?"

"Seandainya An, kakak tiriku membaik dan aku sudah tidak dibutuhkan lagi sebagai penggantinya. Aku dibuang dari keluarga ini, apa kamu masih mau bersama aku?"

Anjani cukup terkejut dengan pemikiran tiba-tiba suaminya tentang hal ini, pasalnya memang mereka berdua tidak pernah membicarakan kemungkinan-kemungkinan. Baik Daniel maupun Anjani selama ini hanya terus memandang kedepan dan berusaha menjadi versi terbaik diri mereka untuk terus bersama dan bisa berguna di keluarga Sanjaya.

"Aku melihat kamu sudah sangat berbeda sekali dari yang kali pertama kita bersama, dalam pandanganku kamu sangat pantas hidup seperti ini. Hidup dengan nyaman dengan semua fasilitas yang jika nanti aku bukan siapa-siapa akan sulit aku berikan kepada kamu."

"Dari pakaian dan perawatan yang mahal bahkan makan ditempat seperti ini, aku tidak akan mampu memberikannya untuk kamu jika tidak lagi dibutuhkan sebagai pengganti."

"Apa mungkin kamu yang sudah nyaman dengan dunia yang saat ini kamu rasakan, masih mau bersama aku yang tidak punya apa-apa. Aku bahkan mengingat saat kemarin kita masih naik motor berdua berkeliling mencari makan dipinggir jalan, saat panas akan terkena panas dan disaat hujan basah kuyup." Daniel membeberkan semua apa yang ia rasakan. Kegundahan yang ia rasakan cukup membebani Daniel meskipun baru sesaat.

"Aku gak mau ambil kesimpulan kalau kamu meragukan aku saat ini." Tandas Anjani mengambil alih pembicaraan yang sebelumnya didominasi oleh Daniel dengan segala ketakutannya sendiri.

"Harus aku perjelas disini. Aku bukan memang merasa nyaman, tapi aku harus nyaman. Dimanapun aku berada aku harus nyaman disaat aku bersama dengan suamiku."

"Kalaupun ingin tolak ukur kenyamanan, aku lebih memilih kita hidup dengan sederhana tanpa ada gangguan apapun. Aku lebih memilih kita berdua hidup dirumah sendiri dan punya motor yang bisa kita bawa saat kita ingin pergi kemanapun yang kita mau."

"Aku melakukan gaya hidup seperti ini dan belajar banyak hal juga tenggelam dalam kemewahan demi kamu, supaya aku terus bersama kamu." Genggaman tangan Anjani makin mengerat saat berkata demikian.

"Mungkin kamu lupa kalau aku bisa berada disini karena kamu. Kalaupun kamu sudah tidak disini lagi, aku juga begitu. Kemana pun kamu pergi, aku dan Kenzo akan selalu ikut tidak perduli dimana dan bagaimana."

Mendengar jawaban istrinya Daniel seketika merasa bodoh, sangat bodoh. Padahal ia sudah menduga jawaban Anjani akan seperti apa, tetapi kegundahan yang tak beralasan membuat Daniel seperti meragukan istrinya.

"Aku bodoh Sayang, aku seakan lupa dengan semua perjuangan kita yang begitu ekstra kemarin-kemarin. Padahal kamu masuk kedalam keluarga dan menyanggupi permintaan Kakek supaya bisa terus bersama aku."

"Aku gak tau kenapa kamu tiba-tiba berpikir demikian Dan. Mungkin kamu memang sedang lelah dan pikiran jadi lebih kacau sampai-sampai mengkhawatirkan hal yang seperti itu. Aku harap jawaban yang aku berikan bisa meringankan pikiran kamu walaupun sedikit. Dimana pun dan bagaimana pun kondisinya aku akan tetap bersama kamu. Kamu yang tidak punya siapapun disaat kita bertemu dan sekarang disaat kamu punya keluarga ataupun disaat nanti kamu tidak punya siapapun lagi, aku tetap akan bersama kamu. Tetap mencintai kamu Daniel."

Vote and Comment Guys!!!

I'm Your LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang