47. New Life (2)

3.2K 133 1
                                    

Dalam hidupnya setelah menikah dengan Daniel, ada banyak fase dimana ia merasa terpuruk. Dimulai dari ia dan Daniel yang harus terpisah jarak, kemudian disaat mereka sudah bersama pun mereka harus terus berusaha untuk tetap bersama. Penolakan keras dari Ibu tiri Daniel makin membuat mereka giat dalam berusaha.

Beruntung Kakek Daniel dapat menerima Anjani bahkan menyambut hangat kehamilannya, tidak bisa Anjani bayangkan jika seluruh keluarga Daniel seperti ibu tiri suaminya itu.

Terhitung sudah dua kali Anjani menangis karena wanita itu, keduanya terjadi setelah pertemuan mereka di acara amal yang diadakan para sosialita. Disitu ia terus disindir bahkan diejek, para wanita paruh baya yang memiliki pemikiran seperti ibu mertua tirinya itu berkomplot. Beruntungnya Anjani tidak sendirian, ia punya beberapa kenalan yang Kakek kenalkan dan percayakan untuk menuntunnya di tiap acara.

Tetapi karena Anjani sedang hamil, perasaannya jadi sedikit sensitif meskipun tidak sesensitif Daniel. Ia menangis saat perjalanan pulang setelah menahan diri selama acara.

Sisanya tidak ada lagi pertemuan antara keduanya, meskipun Anjani yakin mereka akan terus menerus bertemu dalam banyak acara kedepannya. Jadi dua pertemuan itu sebenarnya tidak perlu ia pikirkan secara berlebihan, itu akan Anjani gunakan sebagai pembelajaran untuknya di masa depan supaya bisa lebih berani lagi.

Masa-masa pernikahan yang belum ada genap setahun ini terasa seperti rollercoaster, apalagi dengan kehamilannya menambah rasa campur aduk yang Anjani rasakan.

Dan sekarang setelah mengandung anaknya selama sembilan bulan, tiba juga saatnya Anjani melahirkan. Saat mereka tiba di rumah sakit pada malam hari, pagi esoknya Anjani melahirkan secara normal setelah pecah ketuban.

Penerbangan orangtua Anjani dipercepat dan sedang dalam perjalanan saat Anjani sudah melahirkan anaknya dengan selamat.

Dokter sudah usai menjahit Anjani yang mendapatkan robekan karena melahirkan, entah berapa lama waktu menjahitnya karena Anjani tidak menghitungnya. Tetapi suaminya itu terus saja menangis bahkan sampai detik ini.

Wajah Daniel sudah merah sepenuhnya dari telinga sampai ke leher, matanya memerah dan bengkak sekali karena lama menangis. Tetapi air matanya tidak berhenti turun bahkan isak tangisnya yang kecil itu masih terdengar.

Anjani mengangguk kecil dengan lemas disertai senyum tipis dan mengucapkan terimakasih pada dokter dan perawat yang pamit dari ruangan bersekat tersebut.

"Daniel sudah jangan menangis lagi." Ujarnya dengan lemas.

Anaknya saat ini sedang dibersihkan dibagian lain ruangan tersebut, jadi kini tinggal Daniel dan Anjani berdua sebelum nanti perawat akan datang membawa bayinya.

"Sayang... aku minta maaf."

Anjani menghela nafas pelan sebelum menjawab suaminya, "iya. Aku maafkan. Sudah jangan menangis. Mau ketemu Kenzo loh, kok malah nangis sih Papap nya. Kenzo aja anteng banget tuh sama Suster."

"Janji aku gak bakal buat kamu kesakitan kayak begini lagi."

Anjani tak lagi menjawab Daniel, ia tak mau mengiyakan ucapan Daniel karena bisa saja Anjani nantinya ingin punya anak lagi.

"Sayang..." Karena tak mendapatkan jawaban Daniel menatap istrinya itu lekat. Bahkan genggaman tangan keduanya yang begitu erat sudah basah karena berkeringat.

"Sudah menangisnya. Lepas tangannya, basah."

Dengan gerak cepat Daniel mengambil tisu dan mengelap tangan istrinya juga mengelap peluh yang ada di wajah sang istri dan bagian tubuh lainnya.

"Mau minum Sayang?"

Anjani mengangguk dan langsung menegak air minum yang Daniel sodorkan padanya.

Dengan perhatian Daniel mengusap pinggir bibir Anjani yang basah karena terkena air minum, kemudian mengusap sisi wajah istrinya dengan lembut. Mata Daniel terasa perih karena menangis cukup lama tidak menghentikannya untuk menatap sang istri lekat.

Anjani pun demikian, membalas tatapan suaminya dengan sama lembutnya.

"Anjani Putri, mungkin kamu bosan dengar kata maaf dan terimakasih dari aku. Tapi untuk kali ini tolong terima permintaan maaf aku dan ucapan terimakasih dari aku karena telah melahirkan anak aku, anak kita dengan seluruh kekuatan yang kamu punya."

Daniel mengecup kening istrinya lama sebelum kembali berucap. "Seumur hidup, aku gak akan pernah bisa membalas apa yang sudah kamu lakukan. Bahkan apapun yang aku berikan ke kamu gak akan pernah sebanding. Tapi An aku harap kamu bisa terima kalau cinta aku ke kamu yang gak akan pernah ada habisnya ini begitu egois dan gak mau lepaskan kamu meskipun aku banyak kurangnya."

"Aku cinta kamu sangat. Aku sangat-sangat mencintai kamu, kamu hidup aku. Tolong jangan benci aku setelah semua kesakitan dan kesusahan yang aku berikan ke kamu."

Anjani tersenyum mendengar semua ucapan suaminya. Pernahkah Anjani menceritakan kalau suaminya itu tiap malam selalu meminta maaf dan berterimakasih seperti ini padanya? Jujur saja, ungkapan hati Daniel yang seperti ini sangat berhasil membuat perasaan Anjani lebih baik dan tidak terbebani. Sikap manis suaminya dan ungkapan-ungkapan seperti itu sangat berpengaruh atas kesehatan mental Anjani. Beruntung Anjani memiliki Daniel dan Daniel pun berpikir demikian bahkan mungkin merasa lebih beruntung.

"Aku juga mencintai kamu Daniel. Aku terima permintaan maaf dan ucapan terimakasih kamu. Dan aku juga mau ucapkan terimakasih karena kamu sudah menjadi suami yang sangat baik dan pengertian untuk aku, aku harap kamu juga bisa menjadi ayah yang baik untuk Kenzo. Ayo kita sama-sama berusaha lagi seperti sebelumnya, tapi kali ini dengan Kenzo dan juga status baru kita sebagai orangtua." Ujar Anjani bijak.

Disaat keduanya jauh dari orangtua, tentu mereka berdua hanya bisa saling mengandalkan satu sama lain. Komunikasi yang baik dan rasa saling pengertian adalah kunci terbaik dalam menjaga keharmonisan keduanya.

"Aku akan berusaha jadi Ayah yang baik untuk anak kita An. Dan aku juga gak akan berhenti untuk berusaha menjadi lelaki terbaik dalam hidupmu yang selalu bisa kamu andalkan." Setelah ucapan manis itu, Daniel mencium bibir pucat istrinya dan melumatnya sebentar.

Suara tirai penyekat ruangan terdengar dan datang seorang perawat dengan bayi dalam gendongannya yang tertidur nyaman dalam selimut yang melingkupi tubuh mungilnya.

"Putra Anda sehat dan lengkap dengan berat badan 3,4 Kg dan tinggi badan 52 Cm."

Daniel dan Anjani tersenyum bahagia mendengar penjelasan perawat tersebut yang kemudian meminta Anjani untuk segera menggendong bayinya untuk skin to skin. Sebelum nantinya diarahkan untuk menyusui.

Dengan hati-hati Anjani dibantu perawat menaruh bayi mungil itu didadanya langsung tanpa dihalangi pakaian. Ada banyak manfaat skin to skin untuk bayi dan orangtua, salah satunya adalah untuk membangun ikatan batin antara orangtua dan bayi.

Anjani berharap demikian, ia tidak mau anaknya lebih dekat dengan orang lain daripada dengannya dan juga Daniel. Anjani dan Daniel sepakat untuk mengurus anak mereka sendiri kedepannya karena tidak mau kehilangan moment.

"Semuanya mirip aku, hidungnya aja yang mirip kamu Yang." Celetuk Daniel saat memperhatikan Kenzo dalam pelukan ibunya yang sedikit membuat rasa iri dihati Daniel.

"Kalo semuanya mirip kamu, aku protes." Balas Anjani yang kemudian dibalas tawa oleh suaminya.

" Balas Anjani yang kemudian dibalas tawa oleh suaminya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote and Comment Guys!!!

I'm Your LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang