20. Jealousy (2)

9K 211 3
                                    

Daniel begitu senang saat ia melirik kearah pinggir lapangan dekat kantor TU, ada kekasihnya disana. Sepertinya Anjani sedang menunggui dirinya. Tetapi kesenangan itu tidak berlangsung lama saat ada seorang siswa berdiri disebelahnya dan mengajak Anjani mengobrol begitu akrabnya.

Rasa tidak senang dihati Daniel membuatnya dengan cepat mengakhiri pertandingan dengan mendapatkan kemenangan. Ia membalas pelukan singkat teman-teman kelasnya sebagai perayaan kemenangan sebelum berjalan lurus kearah dua orang yang membuat kemenangannya ini menjadi hambar.

"Sayang, ayo pulang." Dengan cepat Daniel berkata demikian bahkan tanpa menyapa terlebih dahulu.

Dilihatnya kekasihnya yang cantik itu mengangguk setuju sebelum kembali menoleh dan menatap pemuda disampingnya dengan senyuman. "Aku pulang duluan ya Fat, aduh Daniel pelan-pelan ih."

Daniel tidak suka melihatnya sehingga ia menggenggam tangan Anjani dan membawanya pergi menjauh menuju parkiran sekolah. Padahal semua orang tahu kalau Anjani adalah kekasihnya, bahkan sebelum mereka resmi berpacaran semua orang tahu bahwa Anjani adalah incaran Daniel sehingga tidak ada yang berani mendekati Anjani-nya. Jikalau pun ada, tanpa Anjani tahu Daniel langsung mendatangi pemuda-pemuda itu dan menyuruhnya menyerah. Dan kali ini didepan matanya sendiri, Daniel kecolongan.

"Sayang jalannya pelan-pelan." Mendengar suara Anjani yang kesulitan menyamai langkahnya membuat Daniel melambat dan akhirnya berhenti tepat didepan motornya.

"Aku tahu kamu badmood karena kalah, tapi jangan begini. Setiap pertandingan kan pasti ada menang dan kalah, kalaupun kali ini kalah jangan putus asa dan jadikan motivasi untuk menang lain kali."

Daniel mengerutkan keningnya saat Anjani tiba-tiba berkata demikian seraya menggenggam tangannya seolah mencoba memberi pengertian. Sepertinya disini Anjani salah paham.

"Aku menang sayang." Kening Daniel maki mengkerut, padahal Anjani berdiri tepat dipinggir lapangan tetapi bisa-bisanya kekasihnya itu tak tahu kalau ia menang. Sepertinya pemuda tadi benar-benar membuat Anjani tidak memperhatikan sekitarnya bahkan dirinya. Rasa kesal Daniel makin menjadi.

"Loh kamu menang? Tapi kok kesal begitu?" Terlihat sekali wajah bingung Anjani sebelum diganti dengan ekspresi terkejut seolah ingat sesuatu.

"Oh iya, kamu belum minum." Dengan gerakan cepat Anjani mengambil botol minumnya dari dalam tas dan menyerahkannya pada Daniel.

Meskipun kesal, Daniel tetap menerima botol minum itu dan menegak isinya setelah mengucapkan terimakasih.

"Nah mending sekarang pulang untuk mandi, kamu tenangkan diri dulu. Baru deh kamu cerita sama aku apa yang buat kamu sampai kesal begini. Kamu keringetan banget loh." Anjani berkata demikian seraya mengusap wajah Daniel pelan dengan tisu yang dipegangnya entah sejak kapan.

Sikap Anjani yang sangat peduli dan perhatian seperti ini benar-benar membuat Daniel meleleh, tapi rasa kesal yang lebih condong ke cemburu di hatinya tidak padam juga.

"Ayo pulang." Ajaknya kemudian yang diiyakan oleh Anjani.

Kedua keluar dari area sekolah dan menuju ke rumah Daniel tanpa Anjani duga.

"Aku pikir kamu mau antar aku pulang ke rumah." Ujar Anjani blak-blakan. Pasalnya Anjani sudah membayangkan dirinya akan bisa bersantai dikasur kesayangannya seraya membaca novel atau komik melalui ponselnya.

"Ada yang mau aku tanya sama kamu. Tunggu dikamar ini jangan kemana-mana." Setelah berkata demikian Daniel menghilang ke balik pintu kamar mandi.

Meskipun sikap dan ucapannya sudah melembut, tetapi tatapan marah yang Anjani lihat dimata Daniel belum juga padam. Seraya menunggu Daniel selesai membersihkan diri, Anjani berinisiatif untuk membuat minum dan juga cemilan ringan untuk mereka berdua.

Dirumah yang mewah dan besar ini tidak ada siapapun, kecuali pekerja yang hanya bekerja setengah hari untuk mengurusi pakaian dan membersihkan rumah. Stock di kulkas rumah Daniel selalu terisi penuh sehingga membuat Anjani bersemangat untuk membuat beragam makanan mengalahkan rasa malasnya.

Mengingat sebentar lagi jam makan siang, Anjani berpikir untuk memasak sekalian. Ia masak sesuatu yang simple dan cepat selesai, tetapi secepatnya ia memasak tetap saja lebih cepat Daniel yang selesai mandi.

"Aku suruh tunggu dikamar malah masak." Gerutu Daniel yang datang ke dapur dengan memakai pakaian rumahnya, kaos putih polos dan celana boxer hitam.

"Kamu duduk dulu, sebentar lagi selesai."

Tak lama kemudian Anjani menaruh sepiring tumis sayur kangkung dan nuggets yang dimasak dengan airfryer. Anjani dengan begitu perhatian mengambil piring kosong dan mengisi nasi Daniel.

"Terimakasih sayang." Anjani hanya tersenyum ucapan tersebut sebelum ikut duduk diseberang Daniel dan mereka mulai makan.

Mereka makan dalam keheningan hingga akhirnya Daniel menyuarakan isi pikirannya sedari tadi. "Yang tadi kamu ngobrol itu sama siapa?"

"Maksud kamu Fathan?" Anjani menjawab pertanyaan dengan sebuah pertanyaan.

"Jadi namanya Fathan yang pakai almamater itu." Gumam Daniel mencoba mengingat nama dan wajah pemuda itu.

"Kenapa? Kamu juga tadi tau-tau kesal begitu. Padahal aku mau kenalin kamu sama dia. Dia teman satu organisasi aku dulu." Ujar Anjani ringan sambil terus melanjutkan makannya.

"Aku gak suka sama dia." Lontar Daniel dengan suara yang terdengar sinis, otaknya memutar ulang kejadian Anjani mengobrol akrab dengan pemuda itu.

"Kok gitu? Sebelumnya kalian ada masalah? Berarti sudah saling kenal dong."

"Aku gak mau kenal sama orang itu." Katakanlah Daniel kekanakan tetapi ia tidak peduli. Wajah Anjani terlihat bingung mendengar setiap ucapannya.

"Aku sudah selesai, kamu duduk disini. Biar aku yang cuci piring." Dengan gerak cepat Daniel mengangkut semua peralatan makan kotor dan mencucinya. Ia masih harus mengontrol diri agar tidak menjadi marah pada Anjani.

"Apa mungkin kamu kesal tadi karena dia?" Tanya Anjani yang entah sejak kapan berada disamping Daniel yang masih mencuci piring.

Anjani itu pintar menebak orang, tetapi Daniel tidak mau mengakuinya secara langsung dan memilih diam menyelesaikan pekerjaannya.

"Aku gak paham kalian ada masalah apa. Tapi Daniel aku berharap kamu disini gak punya musuh dan banyak berteman, apalagi sama Fathan. Dia itu baik kok anaknya, terus juga kamu bisa dapat koneksi yang lebih luas dari dia untuk bisnis kam-" belum selesai Anjani melanjutkan perkataannya, Daniel lebih dulu menciumnya.

Anjani memukul bahu Daniel pelan dalam ciuman mereka karena ia belum siap, Daniel memiliki kebiasaan seperti ini. Tiba-tiba menciumannya saat Anjani sedang bicara.

"Mmmhh.." Ciuman Daniel kali ini terasa begitu menuntut dan menunjukkan rasa kesalnya.

Cukup lama mereka berciuman hingga Anjani merasakan nafasnya habis, Daniel melepas ciuman bibir mereka tetapi tidak berhenti memberi ciuman dirahang dan sekitar leher Anjani sambil memberi tandanya.

"Beraninya kamu puji laki-laki didepan aku sayang." Geramnya.

"Ahh Dan..." Daniel meremas payudara montok Anjani dan kembali melahap bibirnya tanpa ampun.

Vote and Comment Guys!!!

I'm Your LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang