33. Singularity (2)

5.3K 159 7
                                    

Anjani sangat terkejut mendapati Daniel datang ke sekolah dengan kondisi yang bisa dibilang cukup kacau. Pemuda itu sedang sakit, tapi kemari dengan wajah pucat dan rambut yang setengah basah karena air hujan.

Pertanyaannya tidak dihiraukan oleh pemuda itu, mata Daniel yang berwarna merah dan tampak berkaca itu menampakkan kemarahan yang besar. Belum sempat Anjani kembali bertanya,  Daniel sudah berjalan lebih dekat dan hendak menonjok Fathan yang ada disampingnya. Beruntung dirinya dan teman-teman yang lain dengan sigap menahan pemuda itu serta meminta Fathan untuk menyingkir.

"Kamu ini kenapa? Datang ke sekolah padahal lagi sakit dan tiba-tiba mau tonjok Fathan?" Anjani mencengkram lengan Daniel dan menatapnya minta penjelasan. Tetapi dengan tidak terduganya Daniel malah memeluk Anjani erat, tidak memperdulikan mereka saat ini masih di lingkungan sekolah dan seolah melupakan apa yang baru saja hendak pemuda itu lakukan. 

Anjani lagi-lagi terkejut begitu pun dengan teman-temannya yang lain. Dengan pelan Anjani mencoba untuk melepaskan pelukan Daniel darinya, tetapi hasilnya nihil. Pemuda itu enggan melepaskan pelukannya.

"Ayo kita ke mobil Dan, jangan disini." Anjani berkata dengan lembut disertai usapan pelan di punggung Daniel supaya pemuda itu mau mendengarkannya.

Dan betul saja, Daniel akhirnya mau melepaskan pelukannya tetapi dengan cepat pemuda itu menarik Anjani menuju ke arah mobilnya yang terparkir dengan pintu terbuka. Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, mobil tersebut segera meninggalkan lingkungan sekolah diikuti dengan tatapan ingin tahu para siswa.

Anjani terdiam seraya menatap wajah Daniel dari tempat duduknya. Seingat Anjani, Daniel sedang sakit demam dan terbukti dengan suhu tubuh pemuda itu yang lebih panas dari suhu normal. Untuk matanya yang merah dan berkaca itu masih termasuk ciri-ciri fisik orang sakit demam karena tentu saja demam akan disertai sakit kepala yang bikin lemas minta ampun.  Tetapi hidung yang memerah di wajah pucat itu menimbulkan tanda tanya Anjani. Mungkinkah pemuda itu juga menderita flu?

Tidak cukup disitu, sebenarnya ada banyak hal yang ingin Anjani tanyakan. Tetapi melihat bagaimana Daniel hanya terdiam sedari tadi dan begitu fokus mengemudi membuat Anjani belum mau membuka pembicaraan. Kini matanya tertuju ke arah jalan yang kemudia ia sadari bukanlah jalan pulang kerumahnya ataupun rumah Daniel.

Hujan makin deras dan jalanan makin sepi karena memang jalan yang Daniel pilih untuk lewati ini jalan yang jarang sekali dilalui orang. Pepohonan rindang yang melingkupi kedua sisi jalan membuat suasana semakin mencekam. Bukannya terus melanjutkan perjalanan, Daniel malah menghentikan laju mobilnya setelah menyingkir ke bahu jalan.  

Anjani menatapi Daniel yang kini malah menundukkan wajahnya ke roda kemudi dengan tangan yang mencengkram erat sisinya. Dapat Anjani lihat bahu pemuda itu bergetar seperti menangis, dengan cepat Anjani menyetuh bahu kekasihnya itu untuk memastikan. "Daniel, kamu kenapa?"

Tepat setelah ditanyakan, Daniel mengangkat wajahnya yang sudah bersimbah air mata. Wajah tampan itu terlihat sangat menyedihkan. Anjani merasakan dadanya ikut sesak dan menyakitkan. "Kamu kenapa Sayang?" masih dengan lembutnya Anjani bertanya, tetapi kali ini tangannya bergerak menangkup wajah Daniel dan mengusap air matanya.

"Aku gak mau pisah dari kamu An." Pernyataan itu tidak cukup membantu Anjani untuk mengerti situasi dan apa yang sebenarnya yang terjadi pada Daniel hingga pemuda itu menangis sampai separah ini.

"Aku gak akan kemana-mana, Aku gak akan berpisah dari kamu."

"Aku gak akan pernah lepaskan kamu An. Kamu punya aku selamanya, laki-laki itu gak akan pernah bisa rebut kamu dari aku."

Anjani menghela nafasnya pelan, berusaha untuk tidak terpancing emosi membalas ucapan Daniel yang menggebu-gebu dan tidak kunjung mengatakan maksud dari segala tindakan serta ucapannya.

"Aku dan Fathan gak ngapa-ngapain, tadi kebetulan ketemu di lorong sekolah sama anak-anak osis juga. Kamu ini kenapa hmm? Datang ke sekolah dan nangis sampai begini?"

"Tapi tadi kamu ngobrol sama dia, terus dia juga dengan kurang ajar sentuh-sentuh kepala kamu. Aku gak suka." Anjani tidak tahu lagi harus membalas apa, karena jikalau ia kembali menjawab ucapan Daniel maka ia akan dinilai membela Fathan. Jadi Anjani lebih memilih untuk mengganti topik pembicaraan mereka.

"Jadi kenapa kamu datang ke sekolah dengan keadaan kacau begini?"

"Sayang, ayo kita kawin lari."

"Hah?" Anjani lagi-lagi terkejut karena Daniel. Kawin lari katanya? Yang benar saja, memangnya mereka dikejar oleh siapa sampai-sampai harus berlari untuk menikah?

"Ayo kita menikah dan pergi jauh dari sini." Tangan besar Daniel sudah menangkap tangan Anjani yang menggenggamnya erat. Dapat Anjani rasakan tangan pemuda itu sedikit bergetar dan terasa berkeringat.

"Ada apa Dan? Kenapa tiba-tiba menikah dan pergi dari sini?" Tanya Anjani bingung.

"Mereka ingin membawa aku An. Setelah mereka menyingkirkan aku, sekarang mereka butuh aku untuk jadi boneka dirumah itu. Aku gak mau kesana, aku gak mau pergi dari sini dan pisah sama kamu." Air mata Daniel kembali mengalir setelah tadi sempat terhenti.

"Kakak tiriku kesehatannya memburuk, Kakek juga tiba-tiba jatuh sakit. Ayahku tidak cukup kuat untuk duduk mendominasi perusahaan dengan keadaan ini. Aku kartu terakhir mereka An, dengan adanya aku sebagai cucu Kakek yang lain maka perusahaan tidak akan jatuh kepada yang lain."

Anjani sangat prihatin sekali melihat Daniel saat ini, mendengar kisah hidupnya saja Anjani sudah merasa sedih dan sekarang Daniel tiba-tiba harus menjadi bagian dari keluarga itu setelah selama ini tidak pernah dianggap. Disaat Daniel sudah punya hidup baru dan kebahagiaannya disini, semuanya seolah direnggut hanya karena keegoisan sebuah keluarga yang meributkan perihal bisnis. Anjani tahu dari buku-buku yang ia baca kalau kehidupan orang-orang beruang itu cukup mengerikan dalam artian memprihatinkan, contohnya adalah Daniel yang menjadi korban dari kehidupan dari para orang kaya itu.

Daniel memeluk Anjani erat seraya menggelengkan kepalanya. "Aku gak mau kita berpisah An. Aku gak mau kesana."

Anjani mengusap punggung Daniel berusaha menenangkan pemuda itu. "Lalu kamu mau bagaimana Dan?"

"Kita menikah dan pergi dari sini. Pergi kemanapun agar tidak bisa ditemukan oleh keluargaku."

"Bagaimana dengan rencana kamu untuk kuliah? Usaha kamu disini?" Tanya Anjani.

"Aku bisa kuliah kapanpun, usaha disini biar teman-teman aku yang urus. Dibanding itu semua, yang aku pikirkan hanya bagaimana caranya supaya tidak berpisah dengan kamu An. Aku gak mau hidup dalam kesuraman lagi tanpa kamu di hidupku." Daniel mengusap pipi Anjani dengan tatapan memohon. Sedangan Anjani memberikan tatapan kebimbangan yang sangat tampak dimatanya membuat perasaan Daniel semakin tak karuan. Ia takut Anjani tidak mau bersamanya pergi dari sini dan melarikan diri.

Perasaan tak karuan itu mengantarkan Daniel yang tak terduga mencium bibir Anjani dengan begitu dalam dan terkesan tergesa-gesa.

"Mmmhh..."

Vote and Comment Guys!!!

I'm Your LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang