26. Clarity (4)

7.8K 183 2
                                    

Daniel mengerutkan keningnya makin dalam mendengar syarat yang Anjani ajukan.

"Why?" Tanyanya.

Tidak sekali dua kali Anjani terus memintanya keluar di luar sewaktu mereka bercinta. Tidak peduli meskipun Daniel terus berkata akan bertanggungjawab, Anjani tidak menggubrisnya.

Jujur saja Daniel hidup dalam krisis, cintanya untuk Anjani sudah overdosis. Anjani mungkin tak sadar kalau gelagat Daniel yang terus membuntutinya kemana-mana dan juga membawanya kemanapun pemuda itu pergi adalah karena rasa obsesifnya yang tak ingin Anjani jauh. Kalau bisa Daniel ingin Anjani tinggal dirumahnya dan mereka terus bersama setiap waktu.

Dengan kondisi mereka yang masih sama-sama pelajar, belum memungkinkan untuk keduanya menikah saat ini. Meskipun Daniel sudah cukup kenal dekat dengan keluarga Anjani juga orangtuanya, tetap saja Daniel belum bisa mengambil Anjani saat ini.

Cara liciknya adalah membuat Anjani hamil dan akhirnya mereka bisa menikah. Terdengar egois tetapi Daniel sangat menginginkan Anjani, kekasihnya itu bagaikan oasis di gurun pasir yang sangat panas seolah melegakan dahaga Daniel selama ini.

"Kok kenapa. Ya karena aku gak mau hamil." Jawaban itu terdengar begitu blak-blakan, sangat bertentangan sekali dengan apa yang Daniel inginkan.

"Aku akan tanggungjawab Sayang, kamu gak mau hamil anak aku? Anak kita?"

"Daniel aku tahu kamu orang yang bertanggungjawab, tapi aku belum siap. Kita belum lulus sekolah." Dapat Daniel lihat Anjani memasang ekspresi kesalnya yang lebih mirip menahan amarah menggebu.

"Masa depan kita masih panjang, dan aku gak mau kecewakan orangtuaku dengan putus sekolah karena hal itu." Sambungnya lagi.

"I'm sorry Sayang aku egois." Aku Daniel menatap sedih kekasihnya yang meskipun menahan marah matanya menampakkan berapa frustasinya Anjani saat ini.

Daniel seketika merasa buruk, ia mungkin terlalu egois karena mengingini Anjani untuk dirinya sendiri. Daniel bahkan berpikiran jauh dan akan sangat bahagia sekali jika benar ada malaikat kecil diantara mereka berdua.

Hidup di keluarga kaya raya tetapi dianggap tidak ada dan seperti tidak punya keluarga sama sekali, membuat Daniel bersemangat tentang keluarga masa depannya dengan Anjani juga anak-anak mereka nanti tanpa memikirkan dari sisi Anjani lebih banyak.

Dengan logikanya, Daniel pikir ia sudah memiliki penghasilan yang cukup untuk menghidupi Anjani juga keluarga kecil mereka nantinya. Dengan rencana ia akan membuka lembaran hidup baru dengan Anjani dan benar-benar akan meninggalkan keluarga yang seperti bukan keluarga itu, toh Daniel sudah dibuang juga jadi akan mudah untuknya lepas. Tapi sepertinya rencana itu harus berubah karena Anjani bersikeras belum siap hamil.

"Aku takut minum pil pencegah kehamilan sembarangan tanpa resep dokter. Aku gak mau ada efek samping untuk diri aku kedepannya yang akan buat aku menyesal. Jadi aku minta dari kamu yang pakai pengaman dan keluar di luar." Kali ini Anjani berbicara dengan tenang seolah melupakan amarahnya yang seperti akan meluap-luap itu sebelumnya.

"Iya Sayang, biar aku yang pakai ya." Daniel tentu tidak mau jikalau ada konsekuensi seperti penyakit untuk Anjani jika mengonsumsi pencegah kehamilan, jadi untuk keinginan yang satu ini akan ia turuti. Tapi jika dipikirkan lagi, mana pernah Daniel tidak menuruti perkataan Anjani?

"Oke, berarti kamu harus beli dan punya stock."

"Iya Sayang, berarti sekarang gak jadi dong?"

"Ya jelas gak jadi, kan gak ada pengamannya."

"Tapi aku kangen." Daniel menggosokkan hidungnya kebelahan leher Anjani.

"Gak usah bawel, aku gak akan termakan bujukan kamu." Ucap Anjani tegas, bahkan matanya memicing pada Daniel seolah memberikan diskriminasi yang sama sekali tidak menyeramkan untuk Daniel.

"Galak banget pacar aku ini." Dengan gemas Daniel menghisap kuat leher Anjani hingga meninggalkan bekas.

"Daniel ih, suka banget sih bikin kissmark. Susah loh hilangnya ini nunggu beberapa hari dulu."

"Aku gemes sama kamu."

"Aku lagi galak begini gemes dari mana sih." Gerutuan yang membuat bibir mengerucut itu kini mengundang Daniel untuk melahapnya, Anjani sangat sangat menggemaskan dimata Daniel. Apapun yang kekasihnya itu lakukan selalu terlihat menggemaskan dan membuat Daniel tidak bisa melepaskannya barang sedetikpun.

"Sayang, aku mau cium lagi."

"Nanti kamu keterusan, keluar aja yuk. Aku mau makan."

Mendengar Anjani yang ingin makan, Daniel langsung bangkit dari posisinya yang sebenarnya memberatkan tubuh Anjani karena secara tidak langsung menimpanya. Jam masih menunjukkan pukul dua siang, belum ada satu jam Anjani dijemput oleh Daniel dan mereka berakhir di ruang kantor cafe ini.

"Kamu tadi makan jam berapa?" Tanya Daniel seraya menatap Anjani yang kini malah tersenyum cengengesan.

"Pagi tadi jam delapan."

Daniel mengerutkan keningnya tak suka, saat ia menjemput Anjani tadi tepat setelah jam makan siang kekasihnya itu bilang sudah makan. Daniel pikir Anjani sudah makan siang, nyatanya malah Anjani menjawab dengan makan pagi.

"Ayo kita makan." Bergegas Daniel menggenggam tangan Anjani dan hendak membawanya keluar.

"Ihh tunggu dulu, aku mau pakai concealer." Anjani menahan langkahnya sehingga Daniel seperti menyeretnya.

"Sayang makan dulu, pakai concealer nanti aja."

"Gak. Nanti kissmark ini keliatan. Lepas Daniel." Anjani berusaha melepaskan genggaman tangan Daniel yang akhirnya melepaskan genggaman tangan mereka karena Anjani benar-benar bersikeras.

"Nanti maag kamu kambuh. Aku gak mau kamu sakit Sayang. Atau kamu mau disini biar aku bawa makanannya? Kamu mau apa?"

Anjani itu punya penyakit maag yang cukup hampir kronis, itu pun ia tahu dari calon ibu mertuanya dan Arumi -teman Anjani yang suka mengomeli kekasihnya itu. Sejak tahu, Daniel benar-benar mengontrol makanan Anjani untuk tidak makan-makanan pedas juga memastikan Anjani sudah minum obat dan makan teratur.

"Aku mau makan nasi bakar ayam pedas." Ujar Anjani semangat, kekasihnya itu malah sudah duduk kembali di sofa dan mengaplikasikan concealer di kissmark yang barusan Daniel buat.

Daniel menghelakan nafas dan mengangguk, "kamu bawa obat kan?"

"Bawa Sayang, nih ada di tas aku."

Mendengar itu Daniel lagi-lagi mengangguk sebelum pergi keluar dari ruangannya dan menuju ke dapur.

Di cafe miliknya ini Daniel memang menyediakan menu-menu berat, salah satunya adalah nasi bakar. Menu yang Anjani minta adalah nasi bakar pedas yang tidak pedas sama sekali. Setelah membakar bungkusan nasi yang dilapisi daun itu sebentar, Daniel segera membawanya kedalam ruang kantor bersamaan dengan minum untuk Anjani.

Cukup sekali saja Daniel melihat secara langsung bagaimana Anjani kesakitan karena maag kekasihnya itu kambuh waktu itu, ia tidak mau Anjani sakit lagi. Tidak hanya maag, sakit apapun Daniel harapkan tidak pernah dirasakan oleh kekasihnya.

Untuk masalah kangen bisa diurus belakangan, kesehatan Anjani adalah yang nomor satu.

Vote and Comment Guys!!!

I'm Your LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang