Daniel membuka matanya perlahan, kepalanya terasa pusing tetapi hal itu tidak membuatnya berhenti mencoba untuk mengingat apa yang sebenarnya sudah terjadi.
Mencoba mengumpulkan ingatannya, Daniel mengedarkan pandangannya ke ruangan asing yang tidak tahu ini kamar milik siapa. Tetapi melihat dari dekorasi ruangan dan furnitur yang mahal dan asing, jelas ini bukan kamarnya dulu ataupun kamarnya yang ada di rumah pindahan.
Tubuhnya masih terbalut seragam sekolah, Daniel ingat sebelumnya ia baru keluar dari kelasnya setelah ujian terakhir berlangsung. Dari kelasnya itu, ia hendak menyusul Anjani ke kelas istrinya itu. Tetapi seorang guru memanggilnya dan menyuruhnya untuk datang ke ruang kepala sekolah, Daniel pikir mereka akan membicarakan tentang kelanjutan study Daniel yang diterima dibeberapa Universitas melalui jalur undangan karena prestasinya. Sayangnya tebakannya itu meleset karena disana, Daniel mendapati seorang kepercayaan kakeknya yang mengatakan menjemputnya untuk kembali ke ibukota.
Jelas saja Daniel menolak dan tidak mau ikut. Tetapi tiga orang bodyguard memeganginya bahkan membiusnya hingga ia tak sadarkan diri. Berakhirlah Daniel disini, kemungkinan besar ini adalah rumah utama Kakek.
Melihat terangnya hari, mata Daniel mencari jam dinding yang menampilkan pukul sebelas. Hari sudah berganti dan Daniel menghilang begitu saja, pasti Anjani dan mertuanya sangat khawatir.
Melihat lagi disekeliling, Daniel tidak menemukan tas miliknya bahkan ponsel dan dompet pun tidak ditinggalkan. Memakai sepatunya yang tergeletak dibawah, Daniel memutuskan untuk pergi ke kamar mandi. Rasanya percuma jika ia ribut sendiri dan mendatangi sang Kakek dengan keadaan baru bangun, mungkin akan lebih baik jika Daniel membersihkan diri dan meminta bertemu dengan baik-baik juga bicara dengan kepala dingin.
Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, Daniel pergi keluar. Di sisi pintunya ada dua orang bodyguard yang ternyata dipekerjakan untuk menjaganya, kebetulan juga ia berpapasan dengan asisten kepercayaan sang Kakek.
"Dimana Kakek?"
"Mari saya antar ke kamar beliau." Tak banyak kata, Daniel mengikuti pria didepannya dengan dua bodyguard yang masih membuntutinya itu sedari tadi.
Mereka melewati ruang keluarga untuk menaiki lift menuju ke lantai dua, dan disana ada seorang wanita yang begitu glamor menatap Daniel penuh kebencian. Bisa Daniel asumsikan kalau wanita tersebut adalah istri ayahnya, yang baru kali ini ia lihat.
"Tuan Besar sudah menunggu Anda bangun sedari semalam." Tidak ada satu katapun Daniel berikan untuk membalas kalimat tersebut. Entah untuk apa perkataan seperti itu dilontarkan padanya, Daniel tidak merasa terharu sama sekali meskipun katanya sang Kakek menunggui dirinya.
Setelah menaiki lift, langkah mereka terhenti disebuah pintu besar yang memiliki dua buah daun pintu yang berbeda dibanding pintu kamar lainnya. Asisten sang Kakek yang tak mau Daniel tahu namanya itu dengan sopan mengetuk pintu tiga kali.
"Tuan Muda Daniel disini Tuan Besar."
"Masuklah." Suara tua yang masih terdengar tegas itu terdengar dari dalam, membuat satu daun pintu terbuka dan mempersilahkan Daniel masuk seorang diri.
Saat masuk kamar besar itu, Daniel melihat seorang pria tua yang terduduk di tempat tidurnya dengan kaki sampai pinggangnya diselimutkan. Ditangan yang sudah keriput itu ada sebuah buku tebal yang Daniel tak tahu berjudulkan apa karena terlihat begitu usang. Rambutnya yang sudah memutih sepenuhnya, juga kacamata yang bertengger di hidung mancung itu tidak membuatnya terlihat lemah. Wibawanya tidak luntur sama sekali.
"Bagaimana kabarmu Daniel?"
"Aku baik." Jawab Daniel singkat. Ia bahkan tak mau repot bertanya kembali bagaimana kabar sang Kakek dan melanjutkan sesi berbasa-basi yang benar-benar tidak perlu menurut Daniel.
Tanpa Kakeknya tanya seperti tadi, tentunya sang Kakek tahu betul bagaimana kondisinya karena terus dipantau. Begitupun Daniel, ia kemarin sudah jelas mendapatkan pemberitahuan kalau kesehatan sang Kakek menurun meskipun sepertinya sekarang terlihat baik-baik saja dimatanya.
"Ternyata kamu yang tidak suka berbasa-basi masih tidak berubah ya." Senyum samar diantara wajah keriput itu dapat Daniel lihat, entah itu senyum ejekan atau senyum yang seolah mengatakan bahkan sikapnya yang tidak suka berbasa-basi itu lucu.
Mencoba untuk tidak menghiraukan hal tersebut, Daniel segera menarik mereka pada inti pembicaraan. "Jadi apa semua ini Kakek?"
"Kamu pasti sudah tahu garis besarnya dari asisten Kakek. Kamu akan resmi dimasukkan dalam kartu keluarga, menjadi penerus perusahaan Kakek."
"Pengganti atau cadangan?" Tanya Daniel blak-blakan.
"Menggantikan Farren sebagai penerus keluarga ini." Tegas Kakeknya.
"Aku tidak mau kalau permanen, Kakek tahu aku tidak tertarik untuk mewarisi perusahaan Kakek. Aku juga tidak mau masuk kedalam keluarga ini."
"Kamu tidak punya pilihan. Anggap ini sebagai bayaran atas semua yang sudah kamu dapatkan dari keluarga ini." Balas Kakeknya sedikit meninggikan suara.
"Aku akan membayarnya dengan mengabdi dengan keluarga ini, Kakek bisa gunakan aku semau Kakek. Tapi aku tidak mau menggantikan Farren bahkan sampai masuk sebagai anggota keluarga. Aku ingin membuat kesepakatan itu dengan Kakek."
"Kesepakatan yang tidak masuk akal." Tandas Kakeknya seraya menatapnya tajam.
"Daripada kesepakatan ini, lebih tidak masuk akal lagi apa yang terjadi padaku sekarang. Setelah kemarin tidak diakui, dibuang ke pinggiran, lalu tiba-tiba sekarang diakui dan akan dimasukkan sebagai anggota keluarga inti." Balas Daniel tak kalah tajam. "Kakek akan menyesal jika tidak mau menyetujui kesepakatan ini."
"Tidak akan ada penyesalan. Kamu tidak punya kuasa apapun disini."
"Meskipun aku tidak punya kuasa, nyawaku masih milikku sendiri. Bagaimana menurut Kakek kalau aku mati?"
"DANIEL!"
"Aku tahu Kakek sedang dalam keadan terhimpit sekarang. Ayah bukan orang yang bisa diandalkan, sedangkan Kakak tiriku sakit-sakitan. Hanya aku satu-satunya harapan yang Kakek punya. Aku akan ikuti perintah Kakek untuk mengurusi perusahaan, aku bahkan bisa menjanjikan perusahaan akan jadi lebih maju jika aku mengelolanya. Tapi aku tidak mau kehidupan pribadiku Kakek recoki seperti ini. Aku manusia yang tahu balas budi tapi aku bukan manusia berhati suci yang dengan mudah bisa memaafkan dan menerima semua ini. Jadi mari kita lakukan sebuah kesepakatan."
Jeda beberapa dalam keheningan setelah Daniel menyampaikan maksudnya. Hingga kemudian helaan nafas terdengar dan sang Kakek membuka suara. "Mari kita dengarkan apa mau kamu."
Meskipun sang Kakek adalah seorang yang tegas, Daniel tahu pria tua ini bukanlah seorang yang berpikiran sempit. Jelas Daniel tidak akan mau menjadi boneka seutuhnya, apalagi ada Ayah dan Ibu tiri yang tidak menyukainya. Tidak ada yang akan bisa menjamin masa depannya selain dirinya sendiri, oleh karena itu dengan berani Daniel mengajukan kesepakatan.
"Seperti yang Daniel bilang sebelumnya, aku akan menggantikan sementara Farren sampai dia sembuh. Apapun yang Kakek perintahkan dalam konteks untuk perusahaan akan aku turuti. Tapi tidak dengan pernikahan bisnis dan juga mencampuri kehidupan pribadikku. Dan lagi Kakek tidak perlu memasukkan aku kedalam kartu keluarga karena aku akan punya kartu keluargaku sendiri karena aku sudah menikah."
Vote and Comment Guys!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Lover
Romance[COMPLETED] "Kamu tidak akan pernah aku lepaskan Anjani, tidak akan pernah." Gumam Daniel yang masih terdengar jelas ditelinga Anjani. "Dan.. pelan-pelanhh..." Anjani meremas punggung lebar kekasihnya itu saat tempo yang Daniel berikan padanya dibaw...