39. Missing

3.9K 161 6
                                    

Anjani menatap ponsel miliknya yang layarnya terkunci. Ini sudah hampir dua minggu sejak Daniel menelpon dirinya, dan suaminya itu masih belum ada kabar lagi.

Hari-hari yang Anjani lalui selama kepergian Daniel terasa begitu hampa. Sebegitu dominannya kehadiran Daniel dalam hidupnya hingga Anjani sangat merasakan kehilangan sekarang.

Meskipun Anjani tahu Daniel pun saat ini sedang berusaha, mengusahakan mereka berdua tetapi perasaan gelisah dan sedih tak terbendung dihatinya. Padahal mereka baru saja menikah, tetapi cobaan sudah datang begitu cepat tanpa di duga.

Bagaimana keadaan Daniel disana? Apakah suaminya itu diperlakukan dengan baik oleh keluarganya? Kira-kira kapan mungkinnya mereka bertemu? Banyak sekali pertanyaan bersarang di kepala Anjani dengan jawaban yang nihil tentunya.

Tok tok

Ketukan pintu mengejutkan Anjani dari lamunannya.

"An, makan yuk." Itu suara Arumi. Sejak Daniel menghilang tanpa kabar, sahabatnya itu selalu menemani Anjani bahkan sampai ikut datang membantu mengurusi cafe yang Daniel tinggalkan.

Saat ini Anjani memang sedang berada di ruang kerja Daniel di cafe, ia menjalankan amanat suaminya itu untuk mengurusi usaha yang suaminya itu miliki terhitung sejak Daniel menelpon.

Waktu itu semua orang mencari Daniel kemana-mana, Anjani bahkan datang kerumah Daniel waktu itu tetapi pemuda itu tidak ada. Semalaman mereka menunggu kabar setelah mencari kesana-kemari sebelum melapor ke polisi. Beruntunglah Daniel menelpon dan membuat pencarian terhenti, setidaknya Daniel baik-baik saja disana meskipun pergi tanpa pamit karena dibawa begitu saja. Bahkan mungkin secara kasar bisa dibilang Daniel diculik.

Anjani bangkit dari duduknya hendak membuka pintu, tetapi kepalanya tiba-tiba terasa pusing. Pusing di kepalanya ini sudah terasa satu minggu ini, Anjani sepertinya terlalu stress memikirkan Daniel. Tubuhnya bahkan terasa lesu, tidak ada semangatnya sama sekali.

"Pulang aja yuk, kamu pucat. Istirahat dirumah, biar cafe Ganda yang urus." Ajak Arumi memegangi lengannya sesaat setelah Anjani membuka pintu.

"Nanti deh Rum, aku dirumah juga bingung mau ngapain." Balas Anjani. Pasalnya selepas ujian mereka tidak ada kegiatan apapun sampai pengumuman kelulusan tiba.

Arumi menghelakan nafasnya, ia dan teman-teman yang lain semuanya sudah tahu kalau Anjani dan Daniel sudah menikah mendadak setelah kejadian Daniel yang sakit menjemput paksa Anjani waktu itu sebelum ujian. Anjani pasti kepikiran sekali dengan suaminya itu, lagipula istri mana yang bisa hidup baik-baik saja saat suaminya yang mana mereka baru menikah dipisahkan seperti ini.

"Makan yuk. Aku juga lapar nih." Arumi dan Anjani duduk disalah satu set kursi yang kosong, tak lama Ganda datang membawa makanan untuk mereka bertiga. Ganda dan Arumi benar-benar membantu Anjani selama dua minggu ini mengurusi cafe dan lainnya, Anjani benar-benar berterimakasih untuk itu.

"Terimakasih Gan." Ucapan Anjani itu dibalas senyum tipis oleh Ganda, tak mau memperdulikan pandangan kasihan yang dilemparkan padanya Anjani fokus pada makanan yang Ganda taruh didepannya.

Ini adalah nasi bakar yang menjadi menu favorit Anjani di cafe ini, dulu Daniel yang selalu membawakan makanan ini untuknya bahkan pemuda itu repot membakar ulang demi Anjani. Menatap makanan didepannya disertai kenangan itu membuat mata Anjani berkaca.

Padahal Anjani bukan tipe orang yang mudah menangis, Daniel lebih cengeng dari pada Anjani. Tetapi setelah Daniel menghilang tiba-tiba Anjani menjadi orang yang gampang menangis, setiap hari setelah kepergian Daniel ia selalu menangis.

"An, dimakan. Jangan dilihat aja."

Anjani mengangguk dan membuka bungkusan daun yang menutupi bundelan nasi didepannya. Tetapi sebelum terbuka bau yang begitu amis mampir di penciuman Anjani, membuatnya tiba-tiba merasa mual ingin muntah.

"An..."

Anjani menutupi mulut dan hidungnya dengan tangan, dan menatap nasi bakar milik Ganda yang mengeluarkan aroma tidak nyaman untuknya. Itu nasi bakar dengan lauk tongkol pedas, entah kenapa aroma ikan tongkol membuat mual.

Anjani merasa merinding seketika dan refleks bangkit dari kursinya untuk menjauh dari nasi bakar milik Ganda.

"Maag kamu pasti kambuh deh, makan gak teratur dan banyak pikiran. Minum obat maag dulu, kamu bawa kan?" Tanya Arumi langsung menebak.

"Aku gak bawa." Jawab Anjani, lagipula ia tidak merasakan maag nya kambuh. Meskipun beberapa kali ia merasa mual karena maag, tetapi kali ini ia mual bukan karena maag tetapi karena bau. "Maag ku gak kambuh Rum. Aku gak mau makan bareng Ganda, nasi bakarnya bau."

Arumi dan Ganda sama-sama mengerutkan kening mendengar pernyataan Anjani yang tidak masuk akal. Mereka malah tidak mencium bau yang Anjani maksudnya dalam konotasi negatif hingga harus merasakan mual.

"Aku gak mau makan. Aku mau Daniel." Tiba-tiba kata itu terlontar begitu saja disertai tangisan yang membuat Arumi dan Ganda terkejut bukan main.

"An, jangan nangis. Ayo aja kita pindah makannya." Ajak Arumi yang masih kebingungan. Selama dirinya berteman dengan Anjani tidak pernah sekalipun ia melihat Anjani seperti ini, apa mungkin-

"An, kamu sudah datang bulan belum bulan ini?" Pertanyaan Arumi frontal.

Anjani disela tangisnya berpikir kemudian menggelengkan kepalanya pelan, ia tidak ingat jelas tetapi sepertinya sudah lama ia tidak datang bulan.

"Mending kita ke dokter yuk, takutnya ada apa-apa yang kita gak tau. Tapi makan dulu ya, kita makan di ruangan Daniel aja."

Tak mau memikirkan apapun disaat otaknya hanya berisikan air mata dan kesedihan yang tiba-tiba, Anjani hanya mengangguk tanpa protes. Ia menuruti semua yang Arumi katakan meskipun perasaannya masih begitu campur aduk.

Setelah makan Arumi membawa Anjani ke salah satu klinik yang cukup terkenal di daerah mereka.

"Kita mau apa Rum? Aku gak sakit." Air mata Anjani masih belum berhenti juga, bahkan Arumi sampai harus membawa tisu untuk sahabatnya itu.

"Kamu emang gak merasa aneh sama diri kamu? Aku yang jadi teman kamu tiga tahun ini aja langsung paham loh kamu aneh. Tau-tau nangis, tau-tau gak mau makan, tau-tau mual, aku bahkan tau kamu sering sakit kepala karena pegang kepala terus. Aku gak tahu ini tanda-tanda awal kehamilan atau bukan, tapi rasanya agak berlebihan kalau ini efek dari kamu stres mikirin kepergian Daniel."

Mendengar hal itu mata Anjani melebar, secara paksa otaknya yang tadinya kosong ia bawa berpikir. Anjani sudah lama tidak menstruasi mungkin hampir dua bulan ini, pasalnya ia memang memiliki jadwal yang tidak teratur. Tetapi mengingat dirinya dan Daniel yang sudah tidak pakai pengaman beberapa kali tentunya hal ini tidak bisa di elak. Apakah benar dirinya tengah hamil saat ini? Hamil buah hatinya dengan Daniel?

"Dengan atas nama Nyonya Anjani Putri?"

"Ayo An, nama kamu sudah dipanggil." Dengan kelinglungan itu Anjani bangkit dibantu Arumi untuk masuk kedalam ruang periksa dengan perasaan penuh dugaan.

Vote and Comment Guys!!

I'm Your LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang