31. Talk About It (2)

6.1K 206 3
                                    

Anjani hanya diam mendengarkan semua hal yang Daniel ceritakan tentang hidupnya. Semua hal sungguh diluar praduga Anjani selama ini.

"Kamu tahu An, aku sekarang diposisi yang gak mau kehilangan kamu dalam hidup aku. Bahkan meskipun kita jauh hanya sebentar, aku tetap gak bisa. Kamu duniaku Anjani."

"Aku bisa rasakan punya orangtua dan keluarga karena kamu disini. Kamu penguat aku, yang buat aku berpikir untuk punya usaha dan pegangan sendiri seperti sekarang. Aku tahu aku gak punya orangtua sebagai tempat untuk bergantung begitupun dengan keluarga, hanya jadi orang mandiri dan punya penghasilan yang bisa aku tunjukkan pada orangtua kamu kalau aku layak mendampingi kamu."

"Aku tahu perjalanan hidup kita masih panjang, kita masih muda. Tapi aku mau apapun yang terjadi di masa mendatang, aku lalui bersama kamu An."

Anjani dapat merasakan genggaman tangan Daniel makin mengerat padanya.

"Pengertian yang kamu kasih ke aku itu salah, kamu bukan akan jadi beban atau memperumit masalahku. Tapi kamu penguat aku."

Anjani tidak tahu harus berkata apa lagi. Awalnya ia pikir Daniel selama ini terlalu keras kepala dan tidak memahami kondisi mereka yang sebenarnya dalam hal menikah muda, tetapi disini Anjani yang tidak memahami kondisi Daniel. Ternyata Daniel sudah berpikir sejauh itu dan menganggap dirinya segitu berharganya.

"Sekarang, aku masih menunggu informasi dari keluarga yang disana tentang pendidikan aku. Tapi aku yakin, mereka akan lepas tangan dengan aku An."

"Setelah resmi keluar dari keluarga itu, ayo kita buat keluarga kita sendiri."

Jujur saja Anjani masih bingung bagaimana menanggapi Daniel. Ia sebagai kekasih dari pemuda itu tentu saja ingin selalu berada disisinya dan menjadi seseorang yang mendukung Daniel dalam keadaan apapun. Tetapi menikah muda bukanlah perihal gampang yang bisa Anjani iyakan secara instan. Ia punya orangtua dan keluarga yang tentunya perlu dimintai pertimbangan, dan meskipun Daniel ditelantarkan oleh keluarganya tidak ada jaminan Anjani tidak akan pernah bertemu dengan mereka bukan? Bagaimana pendapat keluarga Daniel tentang dirinya dan pernikahan mereka yang bisa disebut masih sama-sama anak bau kencur?

"Ini pesanannya Mas, Mba, maaf ya lama soalnya tadi pesanan lagi banyak banget."

"Oh iya, terimakasih pak." Daniel dengan sigap menerima dua piring nasi goreng miliknya dan juga Anjani. Sedangkan Anjani hanya tersenyum tipis dan menganggukkan kepala sebagai sopan santun kepada si penjual yang kemudian meninggalkan mereka berdua.

"Kamu yakin dengan keputusan kamu ini Dan?" Tanya Anjani secara tiba-tiba kembali membawa topik pembicaraan mereka yang sempat terpotong.

"Aku yakin Sayang, kamu jangan berpikir yang berlebihan. Aku yakin semua akan baik-baik saja. Sekarang kamu makan dulu ya."

Anjani menganggukkan kepalanya pelan dan menerima sendok dan garpu yang Daniel berikan kepadanya setelah pemuda itu bersihkan dengan tisu. Nafsu makan Anjani menguap karena pembicaraan mereka sebelumnya, tetapi perutnya sudah meronta minta diisi alhasil nasi goreng miliknya habis tak bersisa.

"Aku mau beli makanan dulu untuk orang rumah. Kamu mau beli apa Sayang? Mau Es Krim? Atau jajanan lain?" Daniel mendatanginya kembali setelah pemuda itu membayarkan makanan mereka.

Mungkin jika Anjani adalah orang yang sensitif, ia akan berpikir dibalik kalimat tanya itu Daniel tengah menyindirnya dengan secara tidak langsung karena ia makan banyak tidak seperti perempuan yang lain. Tapi sayangnya Anjani bukan orang yang sensitif malah lebih tidak perduli dan tak tahu diri. Meskipun perut kenyang, mulutnya masih ingin mengunyah. Jadi ia tidak pernah menolak sekalipun jikalau Daniel sudah menawarkan makanan padanya.

"Kamu mau beli apa untuk orang rumah?" Tanya Anjani pada Daniel yang saat ini sudah memakaikan helm di kepalanya. Setelah Daniel membayar, keduanya langsung menuju ke motor.

"Hmm mungkin martabak? Atau kamu ada ide lain?"

"Martabak manis sama martabak telor. Aku mau martabak telor."

"Oke siap Sayangku. Ayo naik." Anjani tersenyum tipis seraya melihat punggung Daniel.

Begitu banyak ketakutan yang Anjani miliki dalam pikirannya apalagi setelah mendengar semua cerita Daniel, tetapi sikap Daniel benar-menenangkan dan menyenangkan dirinya. Meskipun tidak bisa menjamin kedepannya mereka akan benar baik-baik saja, sikap Daniel yang seperti ini selalu bisa membuatnya berpikir bahwa semua akan baik-baik saja.

Keduanya segera ke rumah keluarga Anjani setelah membeli martabak seperti yang Anjani minta. Kebetulan sekali malam itu kedua orangtua Anjani sedang berada di rumah, biasanya Ayah Anjani akan pergi keluar saat malam dan jarang sekali berdiam diri dirumah.

Anjani menyuruh Daniel duduk di sofa yang ada di ruang tamu sesaat sebelum ia memanggil kedua orangtuanya supaya mereka berkumpul disana.

Daniel terlihat gugup bahkan ucapannya terkadang sedikit patah-patah, meskipun begitu pemuda itu berhasil menyampaikan keinginannya kepada orang tua Anjani untuk dirinya dan Anjani bisa menuju ke hubungan yang serius.

Daniel juga secara blak-blakan pemuda itu juga menceritakan tentang kondisi keluarganya, Daniel tidak mau ada hal yang ditutupi sehingga kedepannya bisa menjadi kesalahpahaman.

Ayah Anjani yaitu Suandi menunjukkan ekspresi seriusnya, berbeda dengan Amira yang menatap Daniel penuh simpati. Tidak bisa Amira bayangkan betapa sulitnya hidup yang sudah dilalui oleh Daniel tanpa adanya seorang ibu, hidup dikelilingi oleh orang asing suruhan keluarganya tanpa merasakan kasih sayang dari keluarga yang sebenarnya.

"Kamu pasti tahu kalau kamu sudah berani bicara tentang hal ini kamu tidak bisa mundur lagi kan?"

"Iya Ayah." Daniel menjawab seraya menganggukkan kepalanya tegas.

"Apakah kamu sudah memikirkan hal ini matang-matang Daniel? Saya tidak akan pernah mau memberikan restu untuk kalian kalau hanya karena pemikiran dangkal kamu mengenai sebuah pernikahan."

"Saya yakin dengan keputusan saya, dan saya sudah memikirkan hal ini baik-baik. Saya bersungguh-sungguh dengan pernikahan ini, saya ingin terus bersama Anjani sampai akhir hidup saya." Meskipun masih didera rasa gugup, Daniel dengan mantap meyakinkan calon mertuanya.

Daniel berdehem sebentar sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Mungkin permintaan saya terlalu tiba-tiba malam ini, saya tahu kalau hal ini bukan perkara sembarangan apalagi menyangkut Anjani kedepannya pastinya perlu banyak pertimbangan. Saya akan sabar menunggu keputusan Ayah dan Ibu untuk hal ini, tapi saya harap keputusan yang saya terima nantinya sesuai dengan apa yang saya inginkan meskipun saya masih banyak kurangnya atau mungkin dipandangan Ayah dan Ibu saya tidak layak untuk Anjani."

Mendengar hal itu terlontar dari Daniel, membuat Anjani memelototi kekasihnya itu. Posisi Anjani saat ini tidak bisa bersuara karena memang Daniel yang punya keperluan dengan orangtuanya. Ia sebagai anak tentu saja hanya bisa mengikuti keputusan orangtuanya saja. Anjani harap orangtuanya memiliki hati yang lembut sehingga menerima dengan baik permintaan Daniel.

Vote and Comment Guys!!!

I'm Your LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang