♡12

495 85 6
                                    

☆☆



Siluet cahaya matahari senja membias oranye di tembok dinding kamar rumah sakit.
Sepasang mata yang telah terbuka dari kesadarannya memandang heran tempat dimana kini ia berada.

'Rumah sakit?' batin Taemi bertanya-tanya.
Badannya bangkit pelan-pelan sembari berusaha mengingat apa yang telah terjadi hingga membuat dirinya terbaring di kamar rumah sakit.

Ingatan telah kembali terkumpul. Termasuk moment disaat dirinya merasa telah diambang kematian, lemah tak berdaya, memanjat permintaan pada Tuhan, yang tak terucap mulut.
Ternyata, takdir memberikannya kesempatan hidup yang ke sekian kali.

"Juni.."

Ringisan kecil tercipta ketika sudut bibir nya terasa perih.
Dia ambil ponsel nya yang tergeletak di meja untuk bercermin di kamera.

Ponsel menyala, dan

"Juni?"
Dia terperanjat oleh melihat chatting Juni dari beberapa jam yang lalu. Tepatnya sekitar pukul dua belas siang.

Tubuh ringkihnya beranjak bangun mencari sepatu. Lalu memperhatikan baju pasien yang tengah dia kenakan di depan cermin.

"Argh, bodo amat!"

Jaketnya yang tersimpan bawah meja, dia kenakan kembali. Lalu berjalan cepat meninggalkan ruangan.

Dua orang pria dengan beberapa bekas luka lebam di wajah, berjalan tegap di lorong rumah sakit dengan membawa satu kantong keresek.

"Loh? Si Taemi udah bangun?" heran salahsatu dari mereka yang melihat Taemi berjalan terburu-buru.

"Heh! Taemi! Lu mau kemana?"
Satunya lagi menghadang Taemi yang baru menyadari keberadaan mereka berdua.

"Eh, bang Sandi.."
Taemi terkesiap kaget.
"Bang, tolong anter gue ya! Sekarang!"

"Sekarang? Kemana? Jangan ngadi-ngadi! Lo masih sakit begitu!"

"Tapi..-"

"Gak! Lo balik ke kamar,ok!"






Hembusan angin malam menerpa lembut wajah beserta rambut Juni, yang berdiam diri di balkon kamar.
Mata sendu nya menatap pasrah pada semesta yang telah memunculkan rembulan. Sementara hati dan pikirannya masih sibuk berisik dalam sunyi.

"Hhuft.."
Nafasnya berhembus lemas.

Tiba-tiba saja terdengar bunyi,
'Tiit tiiitt..'
Yang tentu mengalihkan perhatian nya.

Dibawah sana, dia melihat keberadaan Taemi menghentikan motor di depan rumah pekerja mami Agnes. Dilengkapi senyuman hangat di bibir tebal nya itu.

Dengan semangat Juni turun untuk keluar menemui temannya itu.

Dada gadis berdarah sunda ini kembang kempis setelah berlari dari lantai atas. Kini dia telah berhadapan dengan orang yang membuat nya kesal karena harus menunggu kabar.
Bibir mungilnya menekuk cemberut, disertai sorot mata yang jengkel.
"Taemi.."

Namun dia harus terkejut tatkala Taemi langsung menarik dirinya dalam pelukan erat. Erat sekali.

Hingga terasa semua emosi kekesalan nya menguap begitu saja.

"Juni.." lirih Taemi dalam dekapan.

Wajahnya menengadah untuk melihat jelas.
"Iya,"
Dan dapat Juni lihat binar keindahan dalam sepasang manik indah Taemi.

"Kamu tau? Aku mengucap janji pada semesta, jika aku diberikan kesempatan tetap hidup, aku ingin menjaga seseorang bernama Juni."
Terbayang dalam benak Taemi, bagaimana tadi siang kala wajahnya menghadap langit penuh kepasrahan oleh rasa sakit, hatinya membuat janji pada semesta.

Mata Juni melebar.
Hati bergemuruh hebat oleh sesuatu menggelegak didada.

Lalu setelah beberapa saat, mata nya mengerjap ketika baru menyadari kondisi wajah temannya itu.

"Apa yang terjadi sama kamu?"
Tangan tergerak menyentuh amat hati-hati sudut bibir Taemi yang terluka serius.
Tanpa terduga, air matanya lolos.
"Hhiks.. kamu kenapa?"

Hati terenyuh berkali-kali lipat, Taemi tidak mampu menahan perasaannya. Maka dia kembali memeluk Juni.
"Tenang.. Aku.. cuma habis ribut sama orang."

Lima meter di sudut lain, Sandi diam sendirian menyaksikan mereka berdua.

Beberapa menit yang lalu, permintaan Taemi yang minta diantar oleh Sandi ditolak, berhasil membawa kabur kunci sepeda motor Sandi untuk menemui Juni. Yang membuat Sandi sekarang berada disana setelah berusaha mengikuti nya. Yang kemudian mendapati takdir yang menyatakan bahwa rasa suka nya pada gadis tinggi itu memang bertepuk sebelah tangan.

Mau tak mau, dengan berusaha berbesar hati, Sandi melajukan kembali motor yang dipakainya untuk pergi.

"Terus, kamu kenapa pake baju pasien?" tanya Juni sembari menghapus air mata.

"Aku buru-buru pergi dari rumah sakit karena mau ketemu sama kamu, soal nya."

Juni menghela nafas sebelum mengusak lucuk kepala Taemi.
"Sekarang kan udah ketemu, kamu balik lagi ke rumah sakit, ya.. nanti aku pesenin gocar."

"Kok pesenin gocar? Kan aku naik motor."

"Kamu mau bikin aku khawatir kalo kamu tetap naik motor?"

"Enggak, Juniii.. Iyain deh."

"Bagus. Nanti bisa minta tolong ke temen mu buat ambil motor kamu disini."

"Iya.. iya.."

Tek tek tek tek tek

Bunyi tukang mie Tek tek hadir untuk lewat.
Tetapi, bukannya menawarkan jualannya, bapak-bapak muda tukang mie Tek tek itu malah berjalan sambil lebih fokus memandang penuh hasrat pada paha mulus Juni yang memakai celana jeans pendek.

Taemi yang menyadari itu pun langsung maju menutupi Juni dari pandangan si tukang mie Tek tek. Dan berdekhem nyaring.

"Ekhem."

Juni yang terhalangi, bertanya, "Ngapain kamu, Taemi? Aku mau pesen mie Tek tek. Kayaknya enak."

"Gak usah. Si emang nya jelalatan!" sewot Taemi.

Bengonglah Juni...









Jangan lupa Vote.
Lanjut ke bab berikutnya 😗😄

[New] Persona Non Grata [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang