♡☆☆
Pukul setengah enam pagi, ny. Antony sudah keluar rumah untuk bersantai menghirup udara segar pagi hari di halaman. Ketika dia mendudukan diri di kursi teras rumah, dia mendapati anak keduanya, Widy, tampak baru saja keluar dari mobil.
"Gak biasanya dia keluar pagi-pagi begini? Kenapa dia?" gumamnya heran.
Kemudian bahunya mengendik. "Urusan anak muda kali, ya."Pagi yang cerah disertai udara yang cukup segar, menjadikan suasana hati Taemi lebih hangat untuk menikmati pagi hari nya dengan berolahraga sederhana. Seperti squat, dan pull up.
Nafasnya berhembus cepat, wajahnya sudah merah, disertai peluh keringat yang mulai bercucuran. Badannya pun terasa semakin panas oleh aktifitas membakar lemak. Dia berdiam diri sejenak untuk mengatur nafas menjadi lebih tenang.
Melihat Adel duduk sendirian di bawah pohon, Taemi iseng menghampirinya."Gemes banget muka nya."
Sontak Adel terkejut mendengar suara Taemi di belakang.
"Itu anak kecil siapa nya lo, kak?" tanya Taemi sambil menyender di pohon.
"Hm, anak gue. Gemesin banget kan?!" Bibir Adel mengulas senyum. Rindu sekali dengan segala tingkah dan ekspresi anak satu-satu nya yang berusia enam tahun itu.
"Iya. Tapi dia lebih cantik dari emak nya, sih.." goda Taemi yang kemudian dihadiahi tonjokan pelan di betis nya oleh Adel.
Taemi, "Lo kangen banget ya? Nanti coba lo telpon aja kak.."
Senyum pahit terulas di bibir wanita 29 tahun ini. Kata Adel, "Gimana gue bisa telpon dia, sedangkan dia tinggal sama nenek dari mantan suami gue."
"Kenapa kayak gitu?"
"Orang mereka berdua yang penjarain gue. Jadi selama hampir tujuh bulan di sini, gak pernah sekalipun gue diizinin telpon apalagi ketemu anak gue, Taemi.."
Kepala Taemi menunduk turut prihatin.
Sepasang mata Adel menatap hampa pada awan-awan di langit.
"Udah mah gue yang jadi korban KDRT, gue juga yang dipenjarain. Apa salah gue membela diri melindungi diri sendiri dari ulah bajingan itu?"
Hatinya masih sering berdenyut sakit oleh teringat bagaimana nasib menakdirkannya harus dipenjara. Terpisah dengan sang anak tercinta."Gak! Gak salah, kak..
Lo udah luar biasa masih berusaha berani melawan, perjuangin hak lo, dan masih berusaha terus bertahan hidup." Taemi duduk di samping Adel. Dan memegang pundak sang teman.
"Percaya, gue bangga sama lo, kak.."Bahu wanita disampingnya bergetar. Ada senyum getir di bibir nya, bersama gemuruh perasaan yang menggelegak hebat di dada.
Rasanya ingin menangis. Namun sudah terlalu lelah mengeluarkan tenaga untuk menangis. Maka dia membiarkan rasa sesak memenuhi dada nya.Girl.. Speak up.. Keep maintain, self love, self respect, ask for help.
You're priceless
So u must never hide anything that harms you, your children, or your peopleAdel, "Taemi.."
"Hmm?"
"Mungkin kalo gue kayak lo.. gue gak akan ngalamin hubungan yang menyakitkan begini." lirih Adel menundukan wajah.
"Kayak gue gimana maksud nya?"
"Gak pacaran atau nikah sama cowok."
Mata Taemi sempat membelalak oleh mendengar penuturannya.
Dia menghela nafas panjang, sebelum mengatakan, "Kak.. bukan maksud menggurui, hanya.. mungkin lo lagi lupa, bahwa perbuatan gak baik, jahat, mau tindakan kriminal separah apapun itu, bisa dilakukan siapapun, termasuk.. terlepas gender nya apa.. siapa..
Hubungan yang baik, sehat, bisa terjalin oleh kerjasama kedua pihak pasangan yang berusaha sebaik mungkin. Khususnya dari segi faktor mental, pemikiran masing-masing kedua pasangan. Jadi, kita gak bisa berharap dari hanya patokan pacaran dengan sesama cewek atau sesama cowok itu bisa menjamin kita bakal punya hubungan yang bahagia, yang saling memahami, dan lain-lain. Gak akan bisa.."Adel mengangkat wajah lagi, menatap birunya langit. Lalu mengangguk.
Taemi tersenyum tulus. "Seperti yang kita tau, gak semua cewek itu buruk, maka gak semua cowok itu buruk. Kalo kita dipandang atau diperlakukan jelek oleh seseorang, berarti orang itu memang bukan buat kita, gak tepat, gak baik buat diri kita. Dan itu berlaku mau orang nya cowok atau cewek."
"Bener." sahut Adel yang masih memandang langit.
"Yakin, kak.. diri lo berharga! Mau lo ada atau tanpa pasangan pun, diri lo tetap berharga dan layak bahagia. Dimana pun itu. Gue doain yang terbaik buat lo dan anak lo. Semoga suatu saat kalian bisa ketemu lagi dan bersama lagi, ya."
Adel tersenyum. Tapi matanya keluar air mata.
"Makasih, ya. Makasih.." ucapnya dengan bergetar.Taemi tepuk lagi bahu nya. "Sama-sama. Lo kuat kak."
Gadis yang telah sadar dari koma itu berdiam diri di depan jendela besar kamar rawat inap nya.
Semua reka adegan dalam kejadian kecelakaan dirinya di malam itu masih terrekam jelas di otaknya. Yang membuat dirinya setiap hari menahan emosi nya sendiri. Tapi setidaknya, dia sudah memiliki orang kepercayaan untuk mengungkap kasus nya, mengadili Ben dan Widy."Siang, Steffy sayang.."
Ny. Antony muncul dari balik pintu bersama Widy.Steffy menoleh.
"Hai mah, Wid..""Gimana hari ini? Terasa lebih baik?"
Sang ibu mendorong pelan kursi roda nya ke dekat sofa."Sedikit lebih baik, mah. Tapi.."
"Tapi kenapa kak?" tanya Widy.
"Dini hari tadi, ku fikir ada seseorang yang diam-diam masuk kesini."
Widy terdiam. Terkejut dibalik sikap tenang nya.
Nampak jelas gurat kekhawatiran tersirat di wajah ibu mereka.
"Lalu?""Aku rasa.. dia berniat melakukan hal buruk pada aku, mah."
"Siapa, sayang?"
Wajah ny. Antony semakin cemas.Kering sudah tenggorokan Widy.
'God...!'"Aku gak tau. Karena aku gak benar-benar kebangun." jawab Steffy yang menghadirkan rasa lega di hati Widy.
"Hm.. kak Stef dan mamah tenang dulu.. Mungkin bisa jadi itu cuma perasaan kak Steff aja karena efek obat. Nanti biar aku yang urus keamanan disini." tutur Widy.
Steffy hanya mengangguk bersama hati yang menahan geram akan drama sang adik.
Sedang ny. Antony mengiyakan.
"Mungkin iya. Mamah serahkan ya ke kamu, Wid.."Jangan lupa klik ☆
Lanjut lanjut 💜
![](https://img.wattpad.com/cover/334288126-288-k939890.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[New] Persona Non Grata [End]
General FictionMereka bilang Ikuti kata hatimu Tapi hatiku telah menyeberangi samudera Dan aku takut Untuk tenggelam dalam ombak Ia akan berdiri kokoh di depanmu, & memegang wajahmu diantara telapak tangannya, lalu berkata, "Tidak apa-apa menjadi dirimu bersamaku...