16. Sebuah Fakta

1.7K 236 36
                                    

Meskipun Gulf adalah anak kedua, nyatanya dia adalah anak yang paling ditakuti dan didengarkan di keluarga ini. Sikap keras kepalanya membuat tidak ada siapapun yang berani menentangnya bahkan ayahnya sekalipun

Apalagi, ketika anaknya ini telah memutuskan sesuatu. Alasannya mudah saja, karna Gulf selalu bijak dalam mengambil keputusan

Seperti sekarang, ketika Win harus berhadapan dengan kakaknya itu dengan harapan Fah akan langsung datang dan menolongnya

Gulf begitu menyeramkan saat sedang marah

Tangannya terlipat di depan dada, dengan tatapan menghunus yang tertuju lurus ke dalam mata sang adik. Ia tak memperdulikan suara Ayah dan Ibunya dari luar yang menyuruhnya untuk berbicara secara baik-baik pada sang adik

"Aku sudah memperingatimu berkali-kali untuk tidak berkendara dalam kecepatan tinggi"

"Phi, dengarkan aku dulu..." Suara Win memelas, meskipun suara-suara di benaknya meneriakinya bahwa ia akan mati hari ini "Aku hanya takut terlambat masuk kelas"

"Apakah menancap gas tanpa kendali bisa menjamin kamu akan sampai ke kampus dengan aman?" Gulf masih menjaga suara dan ekspresinya tetap tenang, walaupun emosi di matanya telah meluap-luap

"Aku minta maaf"

"Gulf, sepupumu ada di sini. Ayo keluar dulu!"

Teriakan sang Ayah dari luar diyakini Gulf bukan alasan semata. Ia beranjak, berdiri tiba-tiba meninggalkan Win di kamarnya

Setelah membuka pintu kamar, Gulf melirik Ibu dan Ayahnya yang berdiri dengan khawatir "Jangan terlalu keras pada Win. Mobilnya tidak rusak parah"

"Aku tidak mempermasalahkan mobilnya. Tapi anak itu hampir saja menyia-nyiakan hidupnya hanya karna mengebut"

"Anggap saja, kejadian ini didapatkan Win sebagai pelajaran agar kedepannya ia berkendara dengan hati-hati" Ucap sang Ayah sambil menoleh ke dalam kamar, ke arah Win yang masih belum meninggalkan posisinya

Gulf berdecak, menatap adiknya dengan dingin "Berkendaralah dengan normal. Atau Phi hilangkan rem mobilmu"

"Itu jadi semakin berbahaya. Bagaimana bisa Phi berfikir melakukannya?" Win mencerna kalimat itu baik-baik... Dan mendesis. Kalimat itu tertuju pada sebuah ancaman dirinya tidak akan diberikan izin untuk berkendara lagi

Terkadang, ucapan Gulf harus dikaji baik-baik sebelum dijawab

..☼︎..

"Dimana Phi Mew?" Tanya Zena antusias dengan kepala yang mengintip ke ruangan-ruangan terdekat

"Memangnya, ada kepentingan apa hingga kamu mencari suami adikku?" Tanya Fah, melipat tangannya di depan dada

"Aku ingin mengajaknya berjalan-jalan"

"Mengajak menantuku berjalan-jalan? Kenapa kamu terdengar mencurigakan?" Tanya Ibu Gulf dengan tatapan selidik

"Tidak, maksudku... Bersama Phi Gulf, Phi Fah, dan Win" Sambung Zena

Fah beranjak dari sana, dan pergi ke kamarnya untuk mengakhiri pembicaraannya dengan Zena "Aku tidak ikut"

"Dimana Phi Mew?" Tanya Zena lagi

"Di kamarku" Jawab Gulf

Mendengar itu, Zena langsung melanjutkan langkahnya hendak pergi ke lantai dua, lebih tepatnya kamar Gulf. Namun, suara Ibu Gulf yang terdengar marah menghentikannya

"Biar putraku sendiri yang memanggilnya"

Gulf tak mengucapkan apapun dan pergi ke kamarnya

Jujur saja, melihat tingkah Zena itu melelahkan. Bagaimana Gulf harus menahan diri agar tidak marah, tetap tenang, dan tidak salah menanggapi. Itu juga... Memalukan

Our MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang