"Kamu memiliki seorang putra, harusnya kamu tau bagaimana harapan seorang Ibu terhadap anaknya"
Gulf menatap tajam ibu Mew. Hatinya berdebar, namun tekadnya tetap teguh "Dan Nyonya juga memiliki seorang suami. Harusnya Nyonya bisa mengerti bagaimana perasaan seorang istri saat mendengar permintaan yang seperti ini"
"Gulf, selama ini kamu selalu berusaha menjadi menantu yang baik di hadapanku"
"Meskipun begitu, Nyonya tidak pernah melihat semua kebaikanku"
"Kamu menjadi semakin berani rupanya"
"Ikatan pernikahanku dengan Phi Mew yang membuatku berani. Jadi, ingat ini baik-baik. Aku tidak akan membiarkan singgasanaku diusik oleh siapapun, terutama oleh wanita yang kau jadikan kandidat untuk suamiku" Keputusan itu menggema di ruangan, memutuskan takdir yang semakin kompleks
Ibu Mew menyilangkan kakinya, terkekeh merendahkan "Kamu jauh lebih gigih dari yang kukira. Mari kita lihat saat badai mulai datang. Apakah kamu akan tetap segigih ini, atau menjadi orang terlemah yang memprihatinkan"
Sedikitpun, Gulf tidak terlihat terpengaruh. Tatapan dan tuturnya yang tenang menjadi ciri khasnya "Akan aku hadapi. Dan bisa jadi, kamu yang akan terkejut, nyonya"
"Kenapa malah aku yang harus terkejut? Mew selalu berada dalam kendali tanganku, jadi tidak ada yang perlu aku khawatirkan"
Gulf mengangkat sebelah alisnya, seakan menganggap remeh apa yang baru saja dikatakan Ibu Mew
"Sikap Mew akhir-akhir ini telah berubah, bukan? Dia sudah lebih berani untuk memprotesmu, keromantisannya memudar dan panggilan 'sayang'nya itu... sudah lama tidak terdengar, ya?" Nyonya Jongcheveevat terkekeh puas "Kamu tidak menyadarinya, atau akhir-akhir ini kamu sudah sibuk bertanya-tanya apa yang telah mengubah suamimu?"
Gulf hanya membalasnya dengan senyuman tipis dan terkesan sopan meskipun ucapannya bertolak belakang "Tempat ini cukup berisik, ya? Aku tidak begitu peduli dengan kritik siapapun. Tapi, berusahalah untuk tetap dalam batasanmu, Nyonya. Atau aku akan menunjukkan diriku yang sebenarnya"
Ibu Mew tertawa dengan jenis tawa penuh ledekan dan penghinaan "Astaga, aku baru saja mendengar kalimat ancaman dari menantuku yang dielu-elukan oleh semua orang ini?"
"Hanya peringatan" Ucap Gulf dengan tenang, sebelum menunduk sopan dan beranjak pergi
..☼︎..
Gulf menatap langit-langit kamar mencoba mengatasi rasa tidak nyaman di hatinya setelah mengingat kembali pertemuannya tadi siang dengan Ibu Mew
Jujur, ini terlalu banyak sehingga membebankan pikiran Gulf setiap hari
Gulf melirik foto pernikahannya di atas nakas, tatapan lembut menyelimuti wajahnya, sedikit resah di hatinya ketika pikirannya kembali terhantam oleh memori pertengkarannya dengan Mew. Perasaan yang tidak nyaman melingkupi dirinya, dan dalam keheningan kamar, Gulf merenungi masa depan hubungan mereka yang tak pasti
Hayden harus terus mendapatkan kebahagiaan dan cinta dari keluarga yang utuh
Sesuai janji Gulf pada putranya itu
Tok tok tok...
Suara ketukan pintu dari luar kamar membuyarkan lamunannya
"Masuk"
Pintu terbuka perlahan, dan seorang anak laki-laki dengan wajah khawatir muncul di ambang pintu, melangkah tergesa-gesa ke arah Gulf "Mommy kenapa?"
"Tidak apa-apa"
Namun, Hayden masih mampu menangkap tatapan yang penuh kebimbangan itu
Gulf mengusap lembut kepala Hayden, mencoba menenangkan anak itu. Pemandangan di ruangan menjadi semakin tegang dengan
kehadiran Mew. Gulf mencoba menyingkirkan asumsi asumsi buruknya
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Marriage
Fanfiction"Aku menginginkan seorang bayi" Gulf menatapnya dengan berani, bersama keseriusan yang begitu banyak dimatanya Mew tak dapat berkutik selama beberapa saat. Bukankah ini sebuah pemberitahuan bahwa Gulf mengizinkannya menyentuhnya? __ Gulf Kanawut, pe...