Seandainya. Itu kata paling menyedihkan di dunia ini.
~Alfio Sandra Sena~
Air mata Alisya luruh begitu saja mendengar pernyataan dari Ratna, perlahan ia menyeka air mata nya sebelum mengatakan sesuatu.
"Ke-kenapa Sasya tinggal sama bibi?" tanya Alisya pelan mengharapkan jawaban dari lawan bicaranya.
"Nyonya Alana mengidap penyakit tumor otak semenjak kalian di lahirkan itu sebabnya Non Sasya tinggal disini, nyonya Alana takut tak bisa menjaga kedua putrinya,"
"berberapa tahun setelah pernikahan, bibi tak kunjung di karuniain anak," Ratna terlihat menarik nafas sebelum melanjutkan perkataannya.
"Suami bibi meninggal karena kecelakaan, bibi terpuruk waktu itu, hingga suatu hari Tuhan mengirimkan malaikat kecil melalui Gelya,"air mata Ratna sudah tak ada yang keluar, air matanya mengering karena sedari tadi ia terus menangis.
"Gelya?" tanya Alisya memastikan, Ratna mengangguk mendengar pertanyaan Alisya.
"Kenapa tante Gelya bisa kenal sama bibi?"
"Sebelumnya Gelya itu tetangga bibi, dia pindah ke Rusia untuk melanjutkan sekolah kedokteran," jelas Ratna seadanya. Alisya mengangguk paham mendengar pernyataan Ratna.
"Kenapa Aldino gak di penjara?" tanya Alisya heran setelah menyadari ada yang janggal. Ratna menunduk mendengar pertanyaan Alisya.
"Den Aldino berasal dari keluarga terpandang, jadi dengan mudah ia di bebaskan dari tuntutan saat itu juga," emosi Alisya memuncak saat itu juga, jika kuasa hukum tak dapat menghukumnya maka Alisya sendiri yang akan membalas perbuatannya.
"Alisya pergi dulu," ucap Alisya dan menyambar kunci motor yang berada di meja nakas. dengan cepat Ratna menahan tangan Alisya agar tidak melakukan apapun saat kesehatannya tak stabil.
"Alisya harus pergi bi," Alisya melepaskan cekalan Ratna dan pergi begitu saja tanpa memperdulikan panggilan Ratna yang terdengar khawatir.
🐒🐒🐒
Alisya:gue tunggu di gedung tua.
Alis Aldino mengerut membaca pesan dari Alisya, tanpa berlama lama Aldino segera pergi menuju gedung yang Alisya sebut.
Setelah menghabiskan beberapa waktu di perjalanan, Aldino sampai di tempat yang ia tuju, ia segera memarkirkan motornya di depan gedung dan berlari ke atas gedung.
Aldino berjalan perlahan saat melihat Alisya yang tengah berdiri membelakangi nya.
"Kenapa manggil gue kesini?" tanya Aldino kebingungan.
Alisya membalikan badannya menghadap Aldino dan tangannya meraih serpihan kaca yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri.
"Lo sakit sya?" tanya Aldino saat melihat Alisya terlihat sangat kacau. Alisya tersenyum remeh mendengar pertanyaan Aldino.
"Lo masih bisa bahagia setelah kematian Sasya?" Aldino terlihat terkejut sekaligus emosi mendengar pertanyaan Alisya.
"Udah gue duga, cepat atau lambat lo pasti tahu," lirih Aldino di tengah terkejutannya.
"Itu semua gak penting," jawab Alisya, sambil terus memainkan serpihan kaca yang berada di tangannya.
"Sya lo salah paham, gue gak mungkin ngebunuh Sasya," Aldino berusaha menjelaskan saat kemarahan Alisya sudah terpancar jelas dari matanya.
Alisya berjalan mendekat membuat Aldino berjalan mundur, bukan Aldino takut tapi Alisya membawa benda tajam di tangannya akan sangat beresiko jika Aldino tak menghindar.
"Lo gak berhak bahagia," ucap Alisya sambil mencekik leher Aldino. ia terlihat kesulitan bernafas saat cengkraman Alisya semakin kuat. Aldino tak menemukan jiwa Alisya yang sebenarnya saat itu, Alisya seperti orang kesetanan yang siap menerkam siapa saja.
"Gue mohon sya, jangan kaya gini," ucap Aldino berusaha melepaskan tangan Alisya dari lehernya.
"Lo harus ngerasain apa yang kaka gue rasain," mata Alisya terlihat semakin memerah karena amarahnya. Alisya melepaskan cengkraman nya dan mendorong Aldino pada serpihan kaca.
"Harus berapa kali gue bilang kalo gue gak pernah ngebunuh Sasya!" jelas Aldino sambil terus terbatuk.
"Gue gak akan pernah ngelakuin itu, Sasya kekasih gue bahkan untuk ngegoresin luka sedikitpun gak akan gue lakuin," jelasnya lagi dan terbaring lemah dengan banyak goresan luka di tubuhnya.
"Siapapun itu dunia ini terlalu licik untuk percaya ucapan seseorang," jawab Alisya sambil mengenggam erat serpihan kaca yang berada di tangannya sehinga darah bercucuran dari jemari dan telapak tangan mungil nya.
"Sya," panggil Aldino saat melihat darah segar terus mengalir dari tangannya. Aldino beranjak mendekati Alisya untuk memberhentikan pendarahan dari tangan Alisya. dengan gerakan cepat Aldino merobek bajunya dan mengikatkan nya pada tangan Alisya.
Perlakuannya itu mendapat tepisan kasar dari Alisya.
"Semua ini gak akan pernah nutupin kesalahan yang pernah lo perbuat," ucap Alisya dan menatap Aldino dengan tatapan tajam.
Mendengar hal itu Aldino menarik nafas kasar, seberapa keras ia berusaha untuk menjelaskan, Alisya tak akan pernah mempercayainya.
Aldino beranjak pergi meninggalkan Alisya yang sedang menatapnya dengan tatapan emosi.
"Suatu hari nanti lo yang akan datang nemuin gue untuk minta maaf," ucap Aldino saat hendak melangkahkan kakinya menuju sebuah pintu.
Alisya terlihat berpikir sejenak, mendengar penuturan Aldino.
"ARRGHHHH," Alisya berteriak sebisa mungkin untuk meluapkan semua emosinya. akhir akhir ini Alisya sangat frustasi, terlalu banyak hal yang sangat menyakitkan untuk di ketahui.
Aku up lagi mweheheh,jadi triple up deh,kalo besok mood aku bagus aku bakalan up lagi biar cerita ini cepet tamat🐒
KAMU SEDANG MEMBACA
Belva Sena [END]
RandomIni tentang Alisya... Seorang dengan rasa kecewa yang mendalam terus membelenggu hatinya. Ya, Alisya, wanita dengan segala emosinya yang tak pernah terluapkan. Hingga suatu hari ia mengetahui rahasia yang semua orang sembunyikan, semua itu membuat...