Chapter 1 "Senior Dingin Level Atas"

25 5 0
                                    

"Hahh, jadi basah!"

Keluh Sea setelah tiba di depan rumah.

Tangannya begitu lemas untuk membuka kunci pintu. Mata itu juga seredup lampu jalan raya yang rusak.

'Gue lupa kalau Romeo pakai motor. Kenapa malah setuju dianterin pulang? Si senior bego itu dengan pedenya nawarin gue padahal nggak bawa jas hujan dan gue bodoh banget karena setuju,' batin Sea menggerutu.

Itu sudah kesekian kalinya mengeluh gara-gara Romeo.

Pada akhirnya seluruh tubuhnya basah kuyup.

Ceklek!

Akhirnya pintu berhasil terbuka. Selanjutnya ... jangan ditanya. Dia sedang menikmati aliran waktu.

"Hah! Nyamannya! Kasur emang tempat ternyaman yang pernah ada. Hahaha!"

Tawa itu sangat tidak enak didengar. Sayangnya bersamaan dengan perut yang keroncongan.

Kruukkk!

Senyum itu berubah seketika.

"Lapar!"

Bibirnya manyun sambil memegang perut.

Dia bangkit dengan sisa tenaga untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan.

Semua bahan di kulkas habis. Tidak ada satu pun benda yang bisa dimasak di rumah ini.

"Gue harus pergi ke supermarket dua puluh empat jam. Paling nggak ada makanan darurat di sana. Oh iya, gue belum makan dari pagi gara-gara terlalu fokus sama kerjaan. Hahh, nasib kenapa mesti sial begini?"

Mengoceh lemah lagi sambil memakai jaket yang tersampir di gantungan dinding.

Rambut hitam panjangnya tergulung rapi dan dompet kecil berisi uang kecil sudah masuk ke kantong.

Saatnya berangkat ke supermarket terdekat. Untungnya sangat dekat bahkan bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Saat tiba di supermarket, langkahnya terhenti di depan jajaran makanan cepat saji.

Dia terdiam bagai batu.

"Eh?" satu kata keluar dari mulutnya.

"Heh?"

Lalu satu kata terkejut tanpa niat itu keluar dari seseorang yang membuatnya tertegun.

Sontak Sea mundur kaget.

"H-hah?! Zion?!" pekiknya menunjuk laki-laki itu.

Laki-laki itu masih melongo menatap Sea seolah tak percaya. Lalu mengambil sekotak nasi ayam kemudian pergi ke kasir.

Sea memecahkan kebisuannya.

"Tunggu dulu, Zion! Jangan main pergi gitu aja!" pekik Sea tak tanggung-tanggung sekarang.

Tak peduli dengan sekitar, lagipula sedang sepi.

Siapa yang mau berbelanja di pukul dua belas malam begini? Hanya orang aneh saja yang melakukannya.

"Ish!"

Buru-buru mengambil kotak nasi ayam yang sama dan mengejar Zion.

"Ke-kenapa senior ada di sini?" ujarnya berubah jadi bisik-bisik.

Menaruh nasi itu di meja kasir menunggu antrian.

Bola mata sea masih melebar.

'Gimana bisa ada Zion tengah malam begini?!'

Tanda tanya besar dalam otak. Jarang sekali melihat Zion di supermarket.

Zion Denial, senior diatas Romeo. Si dingin dan hangat tanpa ekspresi dari divisi personalia.

Terbilang muda karena berusia dua puluh lima tahun. Dan juga sangat tampan. Semua wanita di kantor tergila-gila padanya.

Semua orang menyebutnya senior dingin tak tersentuh dengan level teratas.

"Oh? Sea?"

Melirik Sea tenang. Hanya itu yang dia ucapkan.

Seluruh otot Sea mengejang kaku lagi.

"Enggak, enggak, enggak, bukan itu maksudnya. Maksudnya tuh kenapa lo ada di sini? Ini tengah malam dan pastinya ... jauh dari rumah lo kan?"

Tanya sea beruntun.

Mulutnya masih menganga.

Zion butuh waktu lima detik untuk menjawab.

"Kebetulan lewat," santai nan datar.

Sontak Sea membekap mulutnya pelan.

"Bikin kaget aja! Emangnya habis dari mana?"

Transaksi Zion sudah selesai dan kini berganti dirinya yang dilayani.

"Silahkan!"

Kata sang kasir ramah sambil memberikan nasi ayam yang sudah diberi kantung kresek pada Sea.

Mereka keluar dari supermarket bersamaan.

"Emm, karena nungguin hujan reda di kantor, jadi gue baru pulang sekarang."

Zion menengadahkan sebelah tangannya memeriksa percikan hujan sekaligus mendongak ke langit.

"Sekarang sudah terang," sambungnya.

"Apa?!"

Tak tanggung-tanggung Sea menjerit membuat Zion menatapnya intens.

Tatapan halus nan dingin itu karena dia lelah.

"Hmm? Ah, gue juga lihat lo sama Romeo di parkiran. Kalian pulang bareng kan?" ujarnya polos.

Wajah Sea merah padam seketika.

"Jangan diomongin dengan gamblang begitu!!!"

Pekiknya menahan malu bahkan matanya tertutup. Zion sampai meringis ngilu.

Perlahan sea membuka mata masih tak percaya.

'Aargh, berarti bukan cuma gue dan Romeo yang masih di kantor tadi? Ada Zion dan bahkan dia lihat gue?! Aaarghhh, malunya! Gimana kalau ada orang lain lagi yang masih di kantor dan lihat gue bareng Romeo kayak Zion?! Hiiiii, nyebelin, nyebelin, nyebelin! Gue nggak mau pulang bareng Romeo lagi!'

Hatinya menjerit. Kenapa rasanya seperti terciduk?

"Ini hampir pagi. Apa mau gue antar pulang?"

Tanpa sadar Zion sudah naik ke motornya bahkan sudah memakai helm.

"Eh?!"

Sea terjingkat ringan sadar.

'Sejak kapan naiknya?' pikirnya.

"Ahaha, makasih tapi nggak usah. Rumah gue deket. Tinggal jalan kaki aja." ringisnya santai.

Zion mengangguk kecil sampai hampir tak terlihat kalau sedang mengangguk. Mata itu juga tak ada niat.

"Kalau gitu ... sampai jumpa besok!"

"Iya, sampai jumpa besok! Hati-hati di jalan!"

Dengan ramah Sea tersenyum manis sambil melambaikan tangan. Zion pergi menjauh di jalan raya sampai tak terlihat.

Mendadak pikiran Sea kosong seakan melewatkan sesuatu. Lalu, dalam sekejap senyum itu hilang berubah jadi syok.

Dia meraba pakaiannya yang ...

"Heh? Heh, tunggu! Gue pakek baju begini dan dilihat Zion?! Tidaaaakkkk!"

Luruh sudah lutut mencium tepian jalan. Meraup wajah sampai wajahnya jelek.

Ke mana dia akan menaruh muka jika bertemu Zion besok? Malunya pasti sangat tak tertahankan.

Baju rumahan yang lusuh dengan jaket yang sudah tidak dicuci seminggu. Serta rambut yang tergulung sembarangan.

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang