Chapter 18 "Gula di Akhir Pekan"

0 0 0
                                    

Akhir pekan yang menenangkan. Begitu tenang bahkan angin saja tak mau lewat. Burung-burung berkicau juga sangat jarang. Ini kenikmatan yang hakiki.

"Hahh, nikmatnya! Kalau gini tiap hari kan adem hati gue haha. Nggak ada yang ganggu."

Dia masih memakai baju kemarin malam. Membuka pintu lebar-lebar dan tidak melihat satu tetangga pun yang beraktivitas. Senyum Sea semakin melebar.

"Hmm, nice! Ini yang terbaik! Tanpa pengganggu, yeay!"

Dia bersorak-sorai. Mungkin maksudnya tanpa aktivitas apapun. Namun, ketika dia hendak masuk lagi ke rumah...

"Hei, Lautan manis yang pernah ada! Selamat pagi!"

Tiba-tiba terdengar kicauan yang paling tidak dia inginkan. Sea meringis kaku di tempat.

"Tch, yang ganggu malah datang."

Melirik ke jalanan. Benar saja, Sean sedang berjalan riang ke rumahnya dengan senyum secerah mentari.

"Lihat dia? Nggak ada takut-takutnya jadi scandal. Gimana kalo tetangga lihat? Bisa digrebek dia sama gue," gumam Sea kesal.

Dia berdecak kecil dan pada akhirnya membiarkan Sean berdiri di depannya.

"Yo! Gadis rendah gula!"

Sapa Sean penuh senyum manis yang lebar.

Sea mendelik.

"Hii, kenapa nama gue berubah-ubah setiap saat? Menjijikkan! Mau apa lo kemari?"

Semprot Sea.

Sean berhenti tersenyum. Dia membuat raut sedih.

"Kenapa marah-marah? Mumpung ini libur, gue berkunjung ke rumah tetangga."

Wajah cerah Sean benar-benar memabukkan. Sea sampai tidak bisa berkata-kata untuk marah lagi.

Dia menepuk jidat.

"Hahh udah gue duga. Hidup gue nggak bakal pernah tenang." keluhnya rendah.

"Jangan bilang gitu dong, terdengar lucu banget. Gue sampai ketawa." Sean mengibaskan tangan dan tertawa pelan.

"Nggak ada yang lucu, bego!"

Geram Sea mendongak.

Lalu, seseorang datang lagi dengan sepeda motor dan dengan seenaknya memarkir motor itu di halaman rumah Sea.

Sea ternganga. Rahangnya hampir tidak kuat disangga.

'Heh? Siapa lagi sekarang?'

Matanya terbelalak. Romeo turun dari motor itu dan membuka helmnya. Senyum lebar pun datang bersamaan dengan langkah sosok itu menghampiri Sea. Dia berhenti di depan Sea tepat di samping Sea yang tak lagi tersenyum sekarang gara-gara dia.

"Hai, Sea. Selamat pagi! Manisnya!"

Sea masih melongo sampai Romeo menurunkan kadar kemanisan senyumnya. Dia menunjuk Romeo tak percaya.

"Ooyy? Nyamuk dari mana lo?" pekiknya.

Romeo berdecak.

"Tidak sopan! Ganteng begini dibilang nyamuk. Lagian gue bawa kue manis karena ingat lo selalu kurang fokus. Bukan kayak tetangga amatir yang datang dengan tangan kosong."

Suaranya merendah ketika di akhir.

Pandangan Sean masam ke arahnya.

"Yo, Senior. Entah kenapa telingaku terasa sakit mendengarnya?"

"Benarkah? Kalau begitu periksakan ke dokter THT." jawab Romeo acuh.

Mereka pun saling lirik. Sea jadi bingung sendiri.

Sebelum Sean membalas, suara seseorang meredamkan mereka.

"Gue juga di sini."

Suara halus nan dalam itu membuyarkan perhatian mereka dan terpusat padanya.

Napas Sea tercekat seketika.

"Haaa! Zion?!"

Terjingkat mundur selangkah. Menunjuk Zion yang memasang wajah dingin sedingin dan selembut embun di pagi hari dengan tangan gemetar.

"Ke-kenapa Zion juga ada di sini?!"

Ini sulit dipercaya. Sea kesulitan bernapas.

Romeo berkacak pinggang sebelah setelah mengkondisikan keterkejutannya.

"Ck, kenapa reaksinya beda kalau ke Zion? Dasar tidak sopan!" sedikit kesal.

Refleks Sea menoleh ke Romeo.

"Diam lo, Senior! Lagian ngapain kalian bertiga ke rumah gueeee?!"

Pekiknya heboh bagai petir yang menggelegar di langit cerah. Mereka bertiga sampai tak kuasa mendengarnya.

Berdiri di teras saja bukanlah hal yang bagus bukan. Apalagi jika dilihat tetangga, apa yang akan Sea katakan jika tiga laki-laki rekan kerjanya sekaligus datang bersamaan dengan penampilan super segar bagai laki-laki sungguhan? Ini bahaya!

Dan pada akhirnya sekarang mereka berempat duduk di sofa ruang tamu Sea.

Beginilah hari-hari tenang Sea yang sesungguhnya. Menyebalkan.

'Astaga situasi apa yang gue hadapi sekarang? Kenapa mereka ada di rumah gue sekarang? Barengan? Nggak nggak nggak mustahil! Gue bawa mereka masuk soalnya akward banget di luar. Kalau dilihat tetangga bisa mampus nasib gue. Hiks, gimana sekarang?'

Tiga orang itu saling pandang dengan ekspresi berbeda dan hampir mirip. Hanya saja Sea tidak bisa membacanya.

Dia hanya meringis dengan gigi berderet tak berani bergerak memandang mereka semua. Kue yang dibawa Romeo tadi juga diam di meja.

Jadi, situasi macam apa sekarang?

"Eee, mumpung udah di sini yasudah."

Sea mendesah pasrah dan beranjak dari duduknya.

"Eh, mau ke mana?"

Sean menginterupsi. Semua pandangan tertuju padanya.

"Membuat minum. Huft, gue nggak nyangka kalian bakal ada di rumah gue barengan pagi-pagi banget lagi. Kayak ibu-ibu mau arisan aja."

Menggeleng heran sembari melenggang ke dapur. Sedangkan itu Romeo, Sean, dan Zion terkejut mendengarnya.

"Ibu-ibu?" kompak Romeo dan Zion.

"Arisan?" sahut Sean.

Kerutan di dahi mereka menandakan hal yang sama.

Itukah yang Sea pikirkan tentang mereka?

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang