Chapter 33 "Cahaya"

0 0 0
                                    

Permasalahannya bukan menjadi masalah sekarang. Itu sudah tidak lagi rahasia Sea. Dia menyebut dirinya kotor karena tumpukan hutang yang bahkan tidak dia lakukan, tapi kedua laki-laki menyangkalnya.

Itu tidaklah kotor.

Pernyataan mereka membuat hati Sea tergerak. Kenapa mereka mau berteman dengannya yang memiliki masalah dengan hutang? Baginya saja terlalu menyusahkan.

"Hmm, lumayan berat juga."

Romeo mengelus dagu seolah berpikir panjang.

Dia datang lengan kemejanya sudah naik setengah. Urat tangan yang kokoh itu terlihat.

"Benar kan?"

Sean menanggapinya dengan begitu gamblang bahkan dia menyeruput kopi yang Sea buatkan.

Sedangkan yang punya masalah, melongo menatap mereka. Wajahnya semerah tomat.

"Sshhh, seharusnya sudah dibahas sejak awal."

Romeo kembali bergumam.

"Tunggu! Tunggu tunggu tunggu!"

Sea menggebrak meja sadar dari jurang rasa malunya yang tak terhitung dalamnya. Kedua laki-laki itu menatap Sea bersamaan.

"Romeo, lo udah menduganya? Apa maksud dengan menduganya? Dan apa-apaan respon datar yang payah itu?!"

Teriaknya tak karuan.

"Hei, tenang dulu, Sea. Sebenarnya udah gue pikirkan saat lo mengatakan semua tujuan utama waktu gue sakit. Itu artinya lo sedang krisis moneter. Ini cukup mudah dipahami untuk orang seperti gue."

Sea yang mengerang pun mengedipkan matanya dua kali.

"Benar... lo jenius."

Dia sadar akan hal itu. Lalu menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

"Lo bahkan tau sebelum gue mengatakannya, padahal gue cuma mengeluh soal uang. Astaga, kenapa gue bodoh banget nggak sadar betapa besarnya posisi lo, Romeo. Kenapa gue malah cerita soal itu ke lo? Betapa payahnya gue."

Dia sedih lagi.

Romeo jadi merasa tidak enak.

"Eee, Sea, buat apa malu kalau rahasia kita terbongkar di depan teman sendiri? Kami nggak akan mengejek atau menjauh dari lo, tapi kami justru mau bantu lo," ujarnya tenang.

Dada Sea yang sesak pun sedikit melonggar. Dia membuka wajahnya menatap sang senior dan Romeo pun tersenyum.

"Ayo, bangkitlah, Sea! Serahkan semua keluh kesahmu pada Seniormu ini!"

Romeo sangat percaya diri.

Sean kembali menepuk dahi.

"Dasar maniak kerja!"

Sea pun mendengarkan mereka.

"Maaf Senior, membuat lo melihat keadaan gue yang lemah seperti sekarang." tersenyum tipis.

Romeo justru menyibak rambutnya ke belakang.

"Jangan bercanda! Itu sudah tertulis di wajah Sea sejak dulu dan gue sebagai Senior sudah membacanya. Jadi gue nggak terkejut mendengar kisah aslinya!"

Sea mendelik.

'Dia sangat percaya diri.'

"Sayangnya sekarang harus benar-benar diselesaikan," lanjut Romeo.

"Ya, dan satu-satunya cara adalah membayarnya," kata Sea.

"Tapi gue nggak punya uang."

Sea kembali payah.

Sean tertawa.

"Enak sekali ya kalian sudah gajian. Aku belum karena belum waktunya bekerja, hahaha."

"Diam! Model tak tau aturan!" seru Romeo menggema.

Sea sampai ikut tersentak.

Di saat seperti ini kharisma Romeo tetaplah sama. Dia tidak pernah berubah.

"Hei, mengatakan diri sendiri, Senior? Tolong jangan terlalu naif!"

Sean menepuk udara. Namu,n Romeo tidak menghiraukannya membuat Sean mengoceh kesal dan menantangnya.

Romeo sibuk berpikir sambil mengusap dagu.

"Jika gaji bulanan tidak cukup untuk menebusnya maka Sea butuh bonus yang banyak. Seharusnya projek ini bisa membantu tapi kami malah kekurangan biaya. Sshhh, andai saja gue bisa mempersempit anggarannya, sayangnya hanya sedikit dan itu tidaklah cukup untuk sisanya dibagi rata. Belum lagi proses renovasi yang terus memakan biaya, bahkan kami belum memproses produknya. Harus menunggu tempat itu selesai direnovasi baru kami mulai projek inti. Sshhh, masih akan memakan waktu yang lama."

Romeo bergumam serius ketika Sean mencoba menarik nyalinya.

Sedangkan Sea memperhatikan mereka sangat lama.

Dia merasakan adanya cahaya yang mendadak masuk ke dalam rumahnya lalu bergerak secara perlahan.

Apa yang dia lihat? Pemandangan apa yang ada di depannya? Sebuah sesuatu yang manis tanpa sadar terukir di wajahnya.

"Romeo, Sean, maaf merepotkan kalian. Tapi soal ini ... biarkan gue selesaikan sendiri."

Dia tersenyum manis.

Dua laki-laki itu terperangah dalam diam ketika melihat mata Sea tertutup ketika tertawa. Dan wajah gadis itu ... Tidak menampakkan kesedihan sama sekali. Tidak ada beban dalam diri Sea.

Untuk sekian detik, mereka terdiam dalam waktu yang sama.

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang