Chapter 29 "Perkara Uang"

0 0 0
                                    

"Aku tidak punya banyak waktu. Jika aku mengetahui seluk-beluk tempat itu lebih jelas, siapa tau saja aku bisa mengatur ulang keuangannya agar kami bis mendapat bonus. Dan aku bisa membayar hutang-hutang lebih banyak. Ck, sial! Kenapa mereka datang di saat aku baru gajian?!"

Menggerutu di trotoar sambil terus berjalan menuju halte.

Benar saja, sore mungkin sudah redup tapi Sea masih membara bagaikan api. Itulah yang membuatnya memasang wajah tak bernyawa di depan gedung tadi.

Setiap kali akhir bulan para karyawan diperbolehkan bekerja separuh hari dengan catatan hari sebelumnya mereka sudah mengerjakan separuh dari pekerjaan untuk keesokan harinya. Karena ini juga bertepatan dengan hari gajian mereka.

"Sangat buruk! Ini benar-benar buruk!"

Langkah Sea semakin cepat. Beruntung dia tidak melewati halte dan pada saat itu juga dia langsung mendapatkan bus. Meskipun sangat ramai penumpang.

Pikirannya masih melayang akan kejadian kemarin malam.

Flashback On

Tok! Tok! Tok!

Seseorang mengetuk pintu dengan keras. Bukan satu, tapi dua yang berdiri di sana.

Sea tahu siapa mereka. Itulah mengapa dia mengulur waktu untuk membuka pintu. Dahinya berkerut dan tubuhnya panas-dingin hanya karena melihatnya.

"Ck, kenapa mereka kesini?"

Buru-buru Sea menyiapkan sejumlah uang tetapi hanya menyimpannya di saku belakang. Lalu, dia membuka pintunya.

"Hei, lama tidak berjumpa. Sea..." ucap salah satu dari mereka sembari menyeringai.

Sea hanya diam. Matanya terlalu tajam menusuk mereka berdua.

"Kenapa kalian ke sini? Tidak seharusnya kalian menginjak tanah Jakarta!"

"Oh, kejam sekali. Kami hanya ... ingin melihat rumahmu."

Dia menekan kata-kata terakhirnya. Kemudian salah satu dari mereka mendekatkan wajahnya membuat Sea semakin mempertajam tatapannya.

"Siapa tau bisa dijual sebagai tebusan yang tersisa," sambungnya.

Mereka tertawa terbahak-bahak dan itu membuat Sea geram. Sebelum tetangga mendengarnya lebih baik Sea menyelesaikan perkara memuakkan ini.

"Setiap bulan aku pergi ke desa hanya untuk melempar wajah kalian dengan uang, tapi sekarang tidak ada angin tidak ada hujan kalian malah datang. Apa mau cari masalah?!"

Tegasnya menaikkan nada suaranya.

"Ayolah, Sea, jangan berlagak seperti orang benar. Kau hanya gadis kecil seperti cacing bagi kami. Ingat hutang orang tuamu masih menumpuk. Kalau dalam setahun ini belum lunas juga, kami akan mengambil rumah ini. Bocah cacing!"

Tekan mereka tanpa perasaan. Begitu saja Sea sudah gemetar tapi dia tak akan mundur. Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya kasar.

"Hadapi dulu aku! Pergilah kalian, sebelum aku memberontak dan kalian tidak akan mendapat apapun dariku. Ingat ini baik-baik, aku akan melunasi semua hutang itu tanpa tersisa. Dasar orang-orang kotor!" makinya tak main-main.

Mereka muntab.

"Beraninya kau!"

"Aku tidak peduli dengan ancaman kalian!"

Sea kembali bicara sangat tegas sebelum mereka menyelesaikan ucapannya. Terlihat mereka mengepalkan tangan.

Sea menunjuk wajah mereka tanpa takut.

"Kalian hanya membuang-buang waktu di sini." tekannya di setiap kata-kata.

Seolah mengandung makna tersendiri, para rentenir itu mundur dan berpikir dua kali. Ini tanah yang berbeda dari tempat mereka. Mungkin saja Sea memiliki sesuatu yang lebih besar untuk mengancam mereka sehingga mereka mundur untuk berjaga-jaga. Setidaknya itu mampu membuat mereka pergi.

"Kami tunggu kau di desa!"

Mereka beranjak pergi setelah mengatakan hal itu.

Sea luruh tak berdaya di depan pintunya. Napasnya terengah seperti sehabis lari maraton. Keringat dingin bercucuran dan dia tak sanggup berdiri sekarang. Lututnya bergetar.

Syukurlah uang yang dia kantungi tidak berpindah di tangan mereka. Dan juga orang-orang di sekitar kompleks itu tidak mengetahui pertengkaran bodoh itu.

Flashback Off

Bus berhenti di halte selanjutnya. Sea turun di sana dan berjalan lagi menuju kompleks di mana dia tinggal.

Wajahnya begitu murung menunduk sembari menendang kerikil-kerikil jalanan. Tas hitam di tangannya nampak lemah sama seperti pemiliknya.

Tanpa sadar, seseorang sedang memperhatikannya sejak dia turun dari bus itu.

"Hmm?"

Begitu tenang dengan pakaian tertutup bak karakter bayangan di sore menjelang malam, disertai tangan memegang susu stroberi kotak dengan sedotan putih yang tertancap di atasnya.

Dia terus memandangi Sea.

Sebenarnya sangat ingin menginterupsi gadis itu, tetapi melihat ekspresi Sea yang seredup lampu, dia tidak tega untuk mengusik saat ini.

Dia memilih mengikuti dan memperhatikannya dari jarak yang terbilang dekat. Bahkan ketika Sea tiba di rumahnya.

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang