Chapter 27 "Hangat"

2 1 0
                                    

Mereka menjadi semakin dekat ketika Romeo berpindah ke kubikel Sea. Satu kubikel itu dimuati dua kursi yang membuat lengan mereka saling bersentuhan. Sea bisa merasakan kelembapan Romeo karena hujan barusan. Dan tentunya suara hujan masih menyertai di luar.

"Di bagian sini kita hitung pengeluaran dari bagian lapangan. Sedangkan produk sendiri ada di kolom selanjutnya. Setelah itu kita juga rekap ulang semua transaksi yang masuk mulai hari ini. Projeknya sudah berjalan. Sebisa mungkin kita buat dana per tim itu minim agar bisa menghemat dana. Setelah itu baru kita pikirkan soal gaji di file selanjutnya."

"Se-seperti ini?"

"Tidak, geser sedikit."

"Begini?"

"Bagus! Terus di bagian sana, atur tanggal hari ini. Kemudian hitung lagi sampai hasilnya seimbang."

Sea mengikuti semua instruksi dari Romeo dengan seksama. Mereka serius. Tidak ada candaan sama sekali. Bahkan ketika lengan mereka saling bertabrakan itu tidak membuat masalah. Pikiran mereka hanya tentang pekerjaan itu saja. Sampai akhirnya ada senyum puas di wajah Sea.

"Haaa! Berhasil!"

"Yosh! Kerja bagus, Sea!"

Romeo menepuk kepala Sea pelan dan Sea tertawa.

"Astaga, ini mengerikan sekali! Lo ngerjain ini setiap hari? Sulit dipercaya!"

Sea berbinar menatap Romeo.

Romeo menyeka rambutnya bangga.

"Benar kan? Kalau bukan gue siapa lagi? Gue ketua tim-nya kali ini. Maaf ya udah buat lo bergabung ke tugas gue sebagai sukarelawan."

Senyumnya iseng.

Sea berdecak ringan.

"Apaan sih nggak lucu."

Sisa tawanya masih ada. Lalu dia kembali menatap komputer. Tidak menyangka pekerjaan yang dia pikir rumit dan menumpuk sebelumnya bisa selesai secepat ini dan dia berhasil mengerjakannya.

"Ternyata pekerjaan bisa lebih mudah kalau dikerjakan bersama," suaranya memelan.

Romeo menatap manik matanya.

"Tentu saja."

"Gue ... jadi sadar suatu hal," lanjut Sea.

"Hmm?" tanya Romeo heran.

Namun, Sea diam hingga beberapa detik.

"Sea?"

Romeo meneleng memintanya berbicara.

Sea menggeleng sambil terkekeh.

"Haha, bukan apa-apa. Lupakan saja." mengibaskan tangannya sekali.

Romeo mendelik ditatap penuh senyum seperti itu.

'Kalau lo baik dan menyenangkan.'

Itu hanya ucapan di hati saja, tidak bisa dikeluarkan begitu keras.

Tanpa sadar pula, dingin itu hilang ketika Romeo mendekat ke kubikelnya.

'Hangat!'

Senyumnya semakin merekah dengan bibir bungkam ketika Romeo kembali memeriksa pekerjaan itu di layar komputer. Laki-laki terlihat sangat serius sembari mulutnya berbicara tentang data-data yang mereka kerjakan di sana.

Sampai Sea berkedip dan menyita perhatiannya.

"Ngomong-ngomong, Romeo, lo tadi pergi ke mana?"

Ini sudah pukul sembilan malam. Tidak Sea sangka dia bisa selesai sebelum tengah malam sungguhan. Semua ini berkat Romeo.

Tidak juga, karena yang membuatnya lembur juga Romeo. Sudah sepatutnya Romeo pula yang membantu menyelesaikannya.

"Hmm? Ah, tadi bahas perihal biaya renovasi lapangan sama Rafael dan Olivia. Kita memang sangat minim dana."

Suara Romeo merendah di akhir ucapannya. Bahkan kerutan di dahinya bertambah.

"Apa? Sama mereka?! Berarti ... Lo tadi di lapangan?" mata Sea melebar.

Romeo mengangguk.

Sea memalingkan wajahnya. Romeo melirik.

"Kenapa? Sepertinya tertarik begitu. Apa terjadi sesuatu sama mereka?"

"Hah? Enggak kok nggak apa-apa. Cuman ...," ucapannya menggantung.

"Cuman?" Romeo menuntut.

"Kayaknya... gue pengen lebih deket sama mereka," lanjut Sea.

Romeo kaget setelah itu tertawa.

"Seperti bukan Sea sekali. Ada apa? Mendadak pengen bergaul sama orang baru? Padahal sama rekan lama aja kadang cuek."

"Heh? Mana ada? Cuma kadang-kadang doang."

Membal diri tak ada artinya. Romeo tersenyum simpul ketika kembali mengoreksi pekerjaan mereka.

"Sea, soal niatmu untuk mencari uang dalam jumlah banyak, itu bisa merubah kepribadian."

"Apa maksudnya?"

Sea tak mengerti tapi jauh dalam dirinya paham jika itulah yang ingin Romeo katakan. Permasalahan yang menghantuinya membuat Sea seolah memiliki karakteristik ganda.

"Kalau nggak mau cerita sekarang, sampai kapanpun gue siap menunggunya. Intinya, jangan lupakan gue sebagai senior lo di sini."

Tanpa melihat Sea Romeo menjatuhkannya hentikan kecil di dahinya.

"Aduh!"

Sea sampai mengedipkan sebelah mata secepat kilat. Kemudian keduanya terdiam menyisakan kebingungan Sea dan senyum Romeo yang tidak bisa dimengerti nan penuh arti.

Sayangnya kehangatan itu terus mengalir seiring meninggalkan pertanyaan yang begitu dalam dalam benak Sea.

'Apa yang dia maksud?'

Mengelus dahinya yang membekas tanpa rasa sakit dari jentikan itu.

Terkadang, ada beberapa tiang penyangga yang kuat di sekeliling kita. Bisa dibilang ...

Sea melirik Romeo dalam-dalam.

'Apa benar gue harus bersandar padanya?'

Orang itu telah berhasil menembus satu gerbang pertahanan dalam dirinya.

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang