Chapter 46 "Sea Hilang"

0 0 0
                                    

Keesokan harinya, Sea mengambil cuti tanpa sepengetahuan semua orang.

Bahkan Shindy sekalipun.

"Aku butuh tandatangan dokumennya segera. Kenapa belum ditangani juga?"

"Maaf, Senior. Orangnya baru masuk. Sepertinya dia datang terlambat, tapi sudah segera dibuatkan."

"Apa? Kenapa bisa terlambat? Kenapa baru dibuat? Astaga, pak manajer sudah mau pergi sekarang."

"Hei, di mana arsip keuangan Minggu lalu? Aku mencarinya kemana-mana tidak ada!"

"Baiklah, lakukan seperti ini ya. Aku akan mengerjakan yang lain."

"Gawat! Tim projek harus mengadakan rapat sebentar lagi. Direktur utamanya datang sendiri!"

"Apa?! Kalau begitu sangat gawat!"

"Kita harus bersiap!"

Semuanya sibuk sana sini. Ruangan keuangan bagaikan diporak-porandakan gempa bumi.

Mereka berterbangan.

Romeo berlarian di depan pintu sambil membawa berkas yang sangat penting. Dia menandatanganinya sambil berjalan sedikit berlari. Ditemani salah satu karyawan juga.

"Kau terlambat mengerjakannya. Kenapa?"

Omel Romeo mengoceh sedari tadi sambil kaki dan tangan tak berhenti bergerak.

Karyawan itu lelah mengikutinya. Wajahnya panik.

"Maafkan aku, Romeo! Tapi aku sudah berusaha sekeras mungkin agar tepat waktu. Tapi tetap saja..."

Dia menggaruk-garuk kepala.

"Ck, kau juga masih banyak salah. Astaga, apa tidak bisa lebih teliti?" Omelnya semakin menjadi.

Orang itu ketar-ketir berkeringat dingin.

"Aaaa, maafkan aku!"

Karena bingung menjawab lebih baik minta maaf saja. Kepalanya sampai menunduk.

Romeo semakin gelisah.

Tangannya mencoret-coret dokumen itu, dengan dahi berkerut.

"Andai saja Sea yang mengerjakan ini. Dia pasti selesai semalaman."

Celetuknya tanpa sengaja.

Bagai waktu berputar lambat, langkah Romeo terhenti seketika. Pergerakan riuh di ruangan itu melambat di pendengarannya.

Instingnya mulai tergerak.

Dia mendongak.

"Di mana Sea?!"

Ucapnya sadar. Suaranya keras hampir berteriak. Karyawan yang bersamanya sampai terjingkat kaget.

Beberapa orang yang sibuk di dekatnya sampai menoleh heran sesaat.

Laki-laki itu baru tersadar.

Gadis itu hilang.

Dia celingukan tak karuan. Semua kubikel diliriknya dengan mata tajam yang melebar itu. Bahkan kolong meja dan sudut gorden penutup dinding kaca tak luput dari penglihatannya.

"Mana Sea?! Sea! Kenapa aku tidak melihatnya sejak tadi?!"

Suaranya panik.

Tidak, itu lebih panik dari pekerjaan yang menumpuk sekarang.

Langkahnya langsung menelusuri seluruh yang ada di ruangan itu sampai-sampai semua karyawan dibuat bingung karenanya.

"Sea! Sea!"

Panggilnya.

"Uwoww, perhatikan langkahmu, Romeo!"

"Astaga, jangan menginjak kabel monitormu!"

"Aaaa, kau menginjak kakiku!"

Sebagian dari mereka melihatnya gusar. Sudah parah ditambah dengan tingkahnya jadi semakin parah.

Tapi Romeo tidak peduli. Dia justru marah balik sama mereka yang protes.

Brakk!

Di menggebrak meja.

"Oi, di mana Sea?"

Seseorang yang kakinya terinjak tadi meringis mendelik.

"Aku tidak tau!"

Jawabnya kesal.

Romeo berdecak berganti bertanya ke yang lain.

"Kau melihat Sea-ku?"

Mata itu jelas sangat tak karuan.

"Hah? Kau lihat saja pakai matamu! Minggir, aku buru-buru!"

Romeo justru didorong olehnya. Romeo sampai mundur sejengkal. Tapi dia tak merisaukan itu. Dia kembali berteriak mencari Sea.

"Sea! Sea tunjukkan dirimu!"

Orang yang mengikuti Romeo sampai bingung sendiri dan minta maaf pada rekannya yang dibuat gila karena Romeo.

Akhirnya dia berani memotong langkah Romeo di depannya.

"Aduh, sudahlah Senior. Mungkin dia ada di kamar mandi. Aku juga tidak melihatnya sejak pagi."

Menggaruk kepala bodoh.

"Tidak, dia tidak ada di sini."

Romeo membatu sejenak. Entah mengapa bola mata itu menjadi sangat bersinar.

Lalu, pandangannya jatuh pada Shindy yang selalu sibuk dan fokus ke layar komputer. Dia mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan proyeknya sebelum harus pergi rapat.

Alis Romeo terangkat dan langsung menghampirinya.

"Shindy!"

Panggilnya bahkan masih dalam kejauhan.

"Astaga!"

Shindy kaget. Tangannya berhenti dari keyboard.

Dahinya mengkerut.

"Romeo?"

Gumamnya.

"Kenapa dia nyamperin gue?"

"Shindy! Sea mana?"

Tiba-tiba langsung nanya ketika sudah di depan kubikel Shindy.

Gadis itu terjingkat dalam duduknya.

"Hah? Se-Sea? Kenapa nanyain Sea ke gue?"

Berkedip dua kali.

"Ngomong-ngomong lagian ... Gue nggak lihat Sea dari tadi! Astaga, dia di mana?!"

Dengan bodohnya baru sadar sambil memukul kepalanya.

Romeo berdecak, setelah itu matanya melebar.

"Bahkan kau juga?"

Kembali celingukan. Berkas di tangannya seakan sudah tak penting. Lalu, Shindy menyadari sesuatu.

"Sea nggak pernah absen kan Senior?"

Matanya berpapasan dengan Romeo. Romeo pun mengangguk.

Mereka bertatapan cukup lama. Seakan memiliki pikiran yang sama, keduanya melebarkan mulut dan saling menunjuk.

"Dia nggak masuk hari ini!"

Ujar mereka kompak.

"Tapi kenapa?"

Shindy ikut panik.

"Astaga, kenapa gue baru sadar kalau Sea nggak ada?! Ke mana si gila itu?!"

Romeo wajahnya sudah memerah membiru sekaligus pucat. Intinya tidak enak dilihat.

Pikirnya mereka sahabat yang sangat lengket, bagaimana bisa Shindy bahkan tidak mengetahuinya?

"Dia selalu ngabarin gue kalau terjadi apa-apa. Kenapa sekarang malah ngilang gitu aja? Apa jangan-jangan dia sakit?!"

Gadis itu heboh sejadi-jadinya.

Romeo semakin terbelalak. Dadanya seakan membengkak.

"Apa?"

Dia tak percaya.

Membatu seakan pikirannya lenyap.

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang