Chapter 19 "Pangeran Dari Negeri Dongeng"

0 0 0
                                    

Tiga cangkir kopi sekaligus dan sedikit kue kering yang masih tersisa di lemari Sea sajikan di meja. Mereka tidak terkecoh sama sekali dengan minuman itu. Tatapan mata mereka lebih mendominasi sekarang. Sea jadi tambah masam dan mengerucutkan bibirnya.

"Senior, tidak kusangka kau datang ke rumah juniormu di akhir pekan. Kuharap tidak ada urusan pekerjaan yang mengekangnya, ya. Itu terlalu tidak normal."

Tiba-tiba Sean angkat suara. Lirikannya begitu dalam pada Romeo.

"Berisik! Hentikan ocehan nggak bermutu dan berhenti bicara formal di luar jam kerja. Bukannya lebih nggak sopan tetangga berkunjung di jam pagi seperti ini? Seperti stalker." balas Romeo tak kalah dingin dan menekan.

Aura orang itu benar-benar seperti senior yang menindas.

Mata Sea menyipit.

'Oy, lo juga senior. Nggak sadar diri ya?' batinnya.

Romeo tetap aja Romeo. Dan Sean kenapa malah cari gara-gara dengannya? Sea tak habis pikir.

Sean berdecak dan mulai menunjuk Romeo.

"Bukannya lo sakit nggak bisa bangun? Kenapa malah berkunjung ke sini? Pulang saja sana!"

Sudah berani mengungkapkan diri.

Romeo menautkan alisnya.

"Mau berkunjung atau tidak nggak ada urusannya sama lo. Lagipula gue udah sembuh dari semalam. Emangnya nggak boleh senior ketemu sama juniornya?"

Sepertinya mereka akan mulai baju hantam.

"Itu nggak normal namanya. Lo terus aja pakai alasan itu supaya deket-deket sama Sea. Nggak adil!" Sean semakin menjadi.

"Terserah gue mau apa. Sea adalah junior yang harus gue lindungi terutama dari spesies jahat kayak lo. Gue senior yang baik!"

Romeo percaya diri semakin menekan Sean. Sean makin memanas.

"Baik dari mana? Itu membebani Sea namanya. Ck, lagian kenapa ngatain gue spesies jahat? Bukannya lo yang lebih kayak monster yang mengganggu Sea?"

Sea menganga saja. Perdebatan itu tidak ada habisnya. Dua-duanya sama-sama tidak bisa diharapkan. Mungkin tidak punya kaca di rumah.

Sedangkan ada seseorang yang diam dari tadi. Keheranan jelas tertulis di wajahnya.

Zion hanya memandang mereka.

"Hmm?"

Zion berkedip sekali.

"Apa mereka selalu begini di belakangku?"

Zion menunjuk Romeo dan Sean yang sibuk beradu argumentasi.

Sea terkejut dan menatap Zion.

"Eh? Ahaha, yaa terkadang nggak juga. Mereka juga saling kenal baru-baru ini. Malah dibilang pada sok akrab. Nggak tau juga kenapa jadi kayak Tom and Jerry."

Ringis Sea bodoh.

'Aduhhh Romeo sama Sean malah keasikan berantem. Gimana sama Zion ini?' batinnya mulai dag-dig-dug.

Sea ketar-ketir melihat mata Zion yang begitu dingin nan lembut.

Zion memandang ke arah kopinya yang masih mengepul hangat.

"Begitu ya?" ujarnya singkat.

Batin Sea menganga.

'Kyaaaaaa! Cuma ... Begitu ya? Gitu doang?!' teriak.

Wajahnya memerah ketika Zion mengambil secangkir kopi itu dan meminumnya. Seketika Sea terhipnotis. Ketenangan Zion membuat Sea melongo dalam hitungan detik, bahkan suara cerewet Romeo dan Sean tak terdengar.

'Ga-gantengnya! Zion begitu tenang...,' batin Sea.

Sampai Zion kembali menaruh cangkir itu ke meja dan kesadaran Sea kembali.

"Ngo-ngomong-ngomong apa maksud kedatangan kalian kemari? Buat gue kaget aja. Apalagi sang pangeran dingin Zion juga ikut-ikutan. Kayak mustahil rasanya..."

Sea tersenyum aneh lantaran jantungnya tak terkendali. Bertanya seperti itu saja sudah membuatnya deg-degan.

Zion masih dengan wajah dinginnya.

"Ah, nggak apa-apa. Cuma ...," Zion menggantung ucapannya.

Dia berpikir sejenak sambil menatap Sea.

'Heh? Kenapa? Ada apa?' batinnya panik.

"Ada diskon minyak di supermarket dua puluh empat jam di sana. Tapi syaratnya harus diambil sama dua orang yang saling berhubungan baru boleh dapat gratis satu liter. Karena nggak ada orang lain di rumah dan Sea dekat sama supermarket itu, jadi kalau boleh mau minta bantuan Sea buat dapatin minyak diskon," ujarnya santai.

Sea berkedip terkejut mendengarnya.

"Heh? Senior, apa senior Zion tinggal sendirian?"

Zion tersenyum tipis sebagai balasan.

Sea panik sendiri menjambak rambut.

"Gimana mungkin?! Kalau gitu ayo gue temenin. Kan lumayan dapat minyak gratis satu liter, haha."

Sea berdiri untuk bersiap-siap. Dia sangat senang.

"Heh?!"

Refleks Romeo dan Sean mengentikan pertengkarannya. Mereka memandang Sea.

"Benarkah? Terima kasih banyak." senyum Zion lebih manis.

Seketika mata Sea berbinar.

'Uwaaahhh, gantengnya! Bisa gila gue kalian tiap hari lihat Zion yang dingin senyum begini!'

Pekiknya tak terdengar. Dia tersenyum sangat manis.

"Kalau gitu tolong tunggu sebentar. Silahkan dimakan kuenya. Itu nggak terlalu manis kok."

Dengan riangnya Sea melenggang sampai lupa dengan kehadiran dua laki-laki yang lain.

Mereka menatap Sea yang melenggang ke kamarnya. Ruang tamu itu ... menjadi senyap sekarang.

"Beli dua gratis satu? Harus sama orang yang saling berhubungan?"

Romeo dan Sean saling pandang.

"Udah kayak pasangan aja." lanjut mereka sedih.

Zion kembali minum kopi sampai habis setengah. Kopi hitam dengan sedikit gula ternyata tidak buruk juga.

Lalu, Romeo menatapnya.

"Zion, kau merebut sesuatu dari kami."

Zion menoleh.

"Hmm? Merebut apa?"

Sudut mata Sean berkedut.

"Aku tak percaya ini." dia menggeleng pelan.

Lalu, daripada pergi berdua saja, lebih baik Sea memutuskan membawa mereka semua ke supermarket. Zion juga tidak masalah dengan hal itu.

Daripada Romeo dan Sean tidak mah pergi dan Sea takut jika mereka merusak rumah, lebih baik bersama-sama pergi ke supermarket dua puluh empat jam.

Pandangan orang-orang, Sea seperti dikelilingi tiga pangeran dari negeri dongeng saja. Seluruh perhatian ada padanya. Dia jadi gelisah macam orang tak waras.

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang