Chapter 24 "Rafael Kahl"

0 0 0
                                    

Setelah makanan mereka selesai mereka menghampiri Rafael yang sedang bekerja. Bukan bermaksud mengganggu, tapi Sea ingin memesan satu kopi es lagi untuk dibawa ke kantor. Itu hanya alibi sebenarnya agar mereka bisa berkenalan.

"Wah, ada pelanggan istimewa ternyata. Kenapa aku tidak tau ya?" Rafael bahkan menyapa duluan.

Dalam hati Sea tersentak.

'Orang baik! Sungguh orang yang baik!'

"Hai, Rafael, bisa kami mendapat dua kopi es?" sapa Zion.

"Tentu saja! Dua kopi es spesial segera datang!"

Rafael begitu semangat antusias. Dia seperti emoticon yang gembira setiap saat. Tingkahnya terlihat lucu membuat Sea tak tahan untuk tertawa.

"Ahaha, hai Rafael. Apa kau mengingatku? Kita satu projek. Aku Sea Hanabi dari bagian keuangan. Salam kenal ya!"

Sea melambaikan tangannya ramah.
Sembari meracik kopi Rafael menoleh dengan senyum lebarnya.

"Oh, kau yang selalu diam waktu itu ya? Haha dalam kenal juga. Aku Rafael Kahl, panggil saja Rafael. Tidak kusangka para rekan bisa seakrab ini kalau di luar pekerjaan ya."

Sindirnya karena Sea sedang bersama Zion sekarang.

"Heh? Hahaha kau bisa saja. Yahh beginilah kami. Ngomong-ngomong kau bekerja paruh waktu di sini? Hebat sekali!"

Sea mulai sok akrab.

"Ya, aku hanya empat jam di sini. Hanya untuk melepas pusing. Melayani orang dan membuat kopi itu sangat menyenangkan."

Sea berkedip seolah pandangannya terbuka lebar.

"Woah, itu terlalu keren. Aku saja tidak bisa melakukannya. Mengatur keuangan sudah membuatku kualahan sampai rasanya kepala ingin meledak."

Memegang kepala dramatis.

"Hahaha, kau lucu juga Sea. Apa kita bisa bersantai bersama lain waktu?"

Tawarnya langsung membuat Sea berbinar.

"Tentu saja dengan senang hati!"

Lalu dia memikirkan sesuatu.

"Eee, tapi lihat jadwal kita dulu nanti," sambungnya.

"Hahaha, kau manis. Kurasa atasanmu ini tidak pernah memarahimu jika kau manis seperti ini."

Rafael melirik Zion. Zion diam saja seperti batu. Sea yang salah tingkah.

"Heh? Tidak tidak tidak, aku sering membuat kesalahan. Laporanku juga banyak yang salah sampai aku sering dimarahi dan lembur terus-terusan."

Mengibaskan tangannya. Rafael dan Zion menatap Sea yang sepertinya tak mengerti kalau Zion lah yang sedang dibicarakan, tapi dia membicarakan atasan keuangannya.

Rafael jadi tersenyum kaku.

"Wah, kalau begitu bisa gawat."

Sea meringis. 

"Benar kan?"

Lalu Rafael membawa dua kopi es itu pada mereka.

"Baiklah ini dia dua es kopi spesial siap. Silahkan dinikmati!"

Senyumnya semakin manis. Sea refleks menerimanya dengan senang hati. Dia dan Zion membayar lalu pergi setelah mengucapkan terima kasih.

"Sampai jumpa di lapangan, Rafael!"

Sea melambaikan tangan dan dibalas Rafael. Mereka benar-benar keluar dari cafe.

"Mantap! Dia baik kan, Zion?"

Mengepalkan tangannya senang seiring berjalan menuju kantor mereka.

"Hmm, begitulah. Kalian sudah sangat akrab tanpa kukenalkan," jawab Zion datar.

Sea tersenyum gemas.

"Ayolah jangan sedih begitu. Kalau bukan karena kau membawaku kemari mungkin aku tidak akan bisa mengenalnya."

Zion mendongak menatap langit tanpa menjawab. Sesuatu terlihat tak asing dan membuat suasana hati berubah.

"Oh? Mendung lagi."

"Apa?"

Sea ikut mendongak melihat langit. Dia terkejut membulatkan mulutnya.

"Oh, tidak! Kita harus cepat ke kantor. Ayo Zion!"

Mereka berlari sampai tiba di kantor. Benar saja, setibanya di kantor hujan langsung melanda walau hanya gerimis.

Sea menatap pintu yang terbuat dari kaca itu sedih.

"Astaga, baru aja berhenti sekarang sudah hujan lagi. Kayaknya bakal awet sampai malam," gumamnya.

Zion memberi senyuman tipis sebelum meninggalkannya.

"Kalau begitu ... jangan buat dirimu dingin ya, Sea. Selamat kembali bekerja!"

Zion melambaikan sebelah tangannya sembari melenggang terlebih dahulu.

"I-iya baiklah!"

Sea melongo dan membalasnya pelan. Dia tak mengerti tapi itu seperti sesuatu yang hangat menembus dadanya. Pipinya jadi memerah.

'Sudah gue duga, Zion bukan cuma manis di wajah, tapi hatinya juga,' batinnya menyadari.

Lalu, dia juga kembali bekerja dengan membawa kopi es tersebut.

~~~

"Woi, Sea, dipanggil pak bos ke ruangannya tuh."

Shindy menginterupsi Sea yang menyeruput es kopinya. Padahal dia baru saja duduk tapi sudah dapat tugas.

"Hah? Emangnya gue kenapa?"

Dahinya berkerut.

Shindy mengendikkan bahu malas.

"Mana gue tau. Ngomong-ngomong bagi dong. Beli di mana?"

Shindy main merebut es kopi Sea begitu saja membuat Sea merasa kehilangan.

"Eh, eh, eh, jangan dihabisin dong! Beli aja sendiri di cafe sebelah."

Dia beranjak dari tempat duduk.

Shindy malah asik menikmati es kopi itu.

"Hmm, hujan-hujan begini minum es kopi enak juga."

Ditambah AC yang suhunya juga dingin. Dia melihat ke arah jendela di mana sudah lembab karena hujan.

Sea jadi ikut memandang jendela. Napasnya luruh disertai pundak yang menurun.

"Bener juga. Dingin!"

Lalu dia menuju ke ruangan bos. Membiarkan Shindy menghabiskan es kopi itu pasrah.

Setibanya di ruangan bos, berita besar menghantam otak dan hatinya.

"Apa?! Jadi asisten Romeo?!"

Kagetnya bukan main.

'Ini mustahiiillll!'

Bagaimana dia bisa melakukannya? Sea tidak mau satu seri dengan senior menyebalkannya itu. Sayangnya dia tidak bisa membantah.

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang