Chapter 3 "Merindukanku?"

10 3 0
                                    

Setelah kembali dari ruangan atasan, Sea mendadak diam. Dia kepikiran dengan pembicaraan serius antara Romeo dan Zion.

Sedikit-sedikit matanya tertuju pada Romeo. Seperti sekarang.

'Oh iya! Kalau dipikir-pikir Zion jarang muncul. Kenapa sekarang dekat sama Romeo? Oh, apa mungkin perkara projek baru yang bakal digarap?'

Otaknya mulai tak tenang.

Divisi personalia memang sulit bergaul dengan distriknya. Dan itu yang membuat Zion semakin digandrungi karena jauh untuk dijangkau.

Kemarin harinya sudah tenang, sekarang kembali berubah. Sea bahkan tidak sadar jika keningnya membentuk garis halus.

"Ssttt! Hoi, Sea! Lagi apa? Jangan ngelamun lihatin senior mulu. Ntar kepantau cctv bisa dihukum tau!"

Bisik Shindy tepat di telinga belakang Sea.

Gadis itu ternyata memperhatikannya dari tadi. Dia bahkan sudah jongkok di belakang Sea sekarang

"Huaaa!"

Sontak Sea terjingkat sampai melompat dari kursi.

Refleks menoleh ke belakang sambil membekap mulutnya. Melotot sudah melihat Shindy cekikikan.

"Hoi, Shindy! Ih, bener-bener lo ya! Ini lagi kerja tau! Dilihatin banyak orang tau!" pekiknya tertahan sampai mengetatkan gigi.

Benar saja, semua karyawan di sana melihatnya. Namun hanya berlangsung sebentar karena mereka kembali sibuk bekerja lagi.

"Hahaha, lagian liatin Romeo mulu. Lo yang nggak fokus kerja, jangan salahin gue kalau negur. Weeekkk!"

Shindy menjulurkan lidahnya lalu pergi.

Sea menganga.

"Ha-hah?! Gue liatin Romeo? Da-dari mananya?!"

Membantah tapi semburat merah muncul pipi. Dia kesal sendiri dan memilih bekerja, tapi perhatiannya mendadak kembali pada Romeo lagi.

Sontak menggeleng cepat sekaligus mengetik lebih cepat.

'Argh, kenapa gue jadi mikirin dia? Ini kan perkara sama Zion!' batinnya mengelak.

Dia tidak mau memikirkannya lagi.
Jam istirahat pun tiba. Cafetaria ramai karyawan. Tidak ada celah untuk Sea masuk membuat laparnya hilang. Dia jadi malas untuk makan.

"Hahh, balik aja, deh!"

Memutar badan tak jadi masuk ke cafetaria. Namun...

"Huaaa!"

Dia terkejut terjingkat Romeo ada di depannya.

Matanya hampir mencuat keluar.

"Ro-Romeo?! Kenapa lo di sini?" tanyanya tak bisa santai.

'Ngagetin aja! Gue bener-bener kaget tadi! Si bego ini!!!' sambung di hati.

Dada Sea mendadak berdebar.

Romeo tersenyum mendekatkan wajahnya.

"Merindukanku?"

Tiba-tiba saja bilang begitu.

Napas Sea tercekat seketika.

Itu begitu dekat. Sontak dia mundur meringis kesal.

"Argh, merindukan gundulmu?! Sana pergi jauh-jauh!"

Dengan wajah memerah menahan sesuatu yang tidak bisa diartikan Sea melangkah, akan tetapi Romeo mencekal lengannya membuat pergerakan Sea terhenti.

"Ah, lapar sekali! Udah di sini kenapa mau pergi? Ayo makan bareng gue!"

Dia mengedipkan sebelah matanya dan menarik Sea begitu saja.

"Eh, eh, eh, lepasin gue!"

Protes Sea kesulitan menyeimbangkan langkahnya dengan Romeo. Sayang sekali dia tidak bisa melarikan diri. Akhirnya berakhir duduk berdua di salah satu meja cafetaria yang penuh itu.

Wajahnya ditekuk malas.

'Argh, kenapa gue malah duduk di sini? Gue mau pergi!'

Romeo sedang memesan makanan dengan senyum manis khas dirinya. Itu membuat penjaga cafetaria terpesona tahu.
Sea mendelik memutar bola matanya jengah.

Saat menoleh ke sekitar, hawa dingin seolah muncul menggerogoti tubuhnya. Dengan aura mencekam menuju kearahnya.

Langsung kembali menatap meja mengejang kaku. Sea meringis ngeri.

'Hiyaaaa, kenapa tatapan semua cewek berasa mau bunuh gue?!'

Ini semua gara-gara dia duduk bersama Romeo. Si perfect kesayangan divisi keuangan.

"Jadi ... kenapa dari tadi menatapku? Ada yang ingin lo katakan?"

Belum hilang rasa syok yang berdesir di darahnya, dia dikagetkan dengan ucapan Romeo. Terlebih lagi suara laki-laki itu bergema di telinganya.

'Eh?! Dia sadar gue lihatin dari tadi?! Malunyaaaa! Sea bego!' batin Sea menahan malu.

Romeo membiarkan makanannya tak tersentuh. Dia lebih memilih menatap Sea dengan intens sampai tak sadar kepala Sea mundur terpojokkan.

"Apa jangan-jangan lo benar-benar merindukan gue? Padahal baru sehari nggak ngobrol bareng." mengendikkan bahu dan kembali tersenyum.

Kerutan di dahi Sea semakin menjadi. Dia bingung harus menjawab apa.

"Nggak ... nggak usah sembarangan deh! Siapa juga yang kangen sama lo? Jijik gue!"

Sea mendorong Romeo dan mengacuhkannya. Dia mengambil sedotan dan mengaduk jus yang dipesankan Romeo.

"Tapi ... emang ada yang mau gue bicarakan sama lo," sambungnya lirih.

Romeo duduk dengan benar. Dia tanpa ekspresi.

"Hmm, begitu ya? Soal projek baru?"

Tebaknya tanpa menatap sea. Dia meneguk secangkir kopi hitam.

Sea menoleh kaget.

"Kok lo tau?"

"Kebaca dari wajah lo. Lagipula apa yang paling kita pusingkan sekarang kalau bukan pasal projek baru?"

Romeo tersenyum tipis nan manis setelah menghela napas panjang, membuat Sea melongo.

Orang itu masih saja tersenyum meskipun pikirannya terganggu.

"I-iya juga."

Kembali menunduk menatap jusnya.

'Gawat! Gue bisa terpesona sama semangatnya kalau begini. Apa ... gue bakal jadi jajaran orang yang kagum sama dia sekarang? Oh no!' batin Sea.

Melirik Romeo lagi yang terus diam menatap ke depan.

"Hei, Romeo. Apa yang lo bicarakan sama Zion di koridor tadi pagi?"

Romeo menoleh dengan senyum tipis.

"Oh? Jadi itu yang ganggu pikiran lo?"

Suaranya masih menggema. Halus dan berat. Tidak seperti ketika serius berbicara dengan Zion.

"Tenang aja, cuma kita ada masalah kecil yang harus segera ditangani. Untuk itu ... Tenaga kalian bakal dibutuhkan lebih ekstra nanti."

Sea semakin penasaran. Dia memajukan posisi duduknya.

"Emang masalahnya apa?"

Romeo menatap Sea serius

"Kita kekurangan dana."

Gadis itu tersentak tak menduga.

"Apa?!"

Membekap mulutnya syok.

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang