Chapter 45 "Final"

3 0 0
                                    

Tangan Sea gemetar. Mendadak euforia segelap mendung tak berawan. Matanya gelap bagai berada di gua terlarang.

Keempat laki-laki itu kembali ada di depannya.

Deg!

Sea gemetar.

'Gi-gimana ini?'

Dalam sekian detik mereka hanya saling pandang.

Sean yang tak enak hati pun akhirnya meletakkan teh itu di meja tanpa bicara. Alisnya naik ke atas.

Sea yang menggenggam tangannya ingin menghilang dari bumi itu nampak jelas.

Zion dan Romeo pun saling pandang. Sebelum Zion menatap Sea dalam.

"Sungguh tidak terduga."

Sea terkejut mendengarnya. Pipinya menjadi lebih memerah.

Romeo mendengkus yang ada di sebelahnya.

"Maaf, karena kami sudah sejauh ini, Sea. Maaf," binar matanya begitu dalam.

Sea tersentak langsung menatap Romeo.

'Ro-Romeo?'

Romeo menunduk. Sea jadi tak mengerti.

Romeo kembali mendongak.

"Aku akan ke sana."

Romeo menegaskannya.

"Aku juga!"

Sontak Zion angkat tangan.

Sea tercengang. Dia tak bisa bernapas dalam sedetik.

"Tunggu!"

Berdiri dengan kondisi panas.

'Apa yang Romeo pikirkan? Zion juga!'

"Apa maksudnya?!"

Nadanya naik satu tingkat.

Mereka saling pandang, lebih tepatnya ke arah Sea.

Sean pun menyipitkan matanya.

"Aku juga ikut!"

Sean angkat tangan dengan wajah serius.

Manajer terkejut. Dia menepis tangan Sean.

"Kita punya banyak jadwal," bisiknya terdengar jelas.

Sea memandang mereka semua yang memiliki keteguhan masing-masing.

Tak bisa berkata-kata lagi, bahkan mulutnya terbuka dan susah bernapas.

'Mereka ... aku paham maksud mereka, tapi tidak perlu ikut campur sejauh ini. Apa kalian mau membunuhku dalam rasa malu?'

Lirikannya tertuju pada mereka satu persatu. Terakhir kepada sang manajer yang sekarang mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Sea tersentak.

Manajer Sean tak mau bertukar kontak dengannya.

Alisnya menyatu.

'Aku mengerti. Dia terkejut mendengar masalahku ini. Begitu mendadak, dan Sean justru membelaku. Tentu saja pak manajer mempertimbangkannya dengan baik. Sean adalah model terkenal. Gimana bisa bergaul dan bahkan rela mencampuri urusanku sampai mau ikut datang ke desa? Perkara hutang.'

Helaan napas berat pun keluar.

Menepuk dahi begitu keras.

"Astaga, apa yang sudah kulakukan?"

Dia menunduk matanya terpejam.

"Itu ... aku berterima kasih sudah sangat peduli dengan Sean."

Sea tersentak mendengar manajer Sean berbicara.

"Dia memang sulit dikendalikan. Dan juga maaf atas handphone-mu. Aku tidak bisa membiarkan Sean kembali menemuimu malam itu, karena dia harus mendapatkan perawatan yang maksimal. Lalu, untuk masalah ini ..."

Manajer itu menggantung ucapannya.

Dalam hati Sea sudah mengerti.

'Tidak bisa! Kalau dibiarkan begini terus bakal makin runyam nanti. Aku harus bertindak.'

Senyum manis pun terbit begitu menenangkan.

"Tidak masalah, Tuan," ujarnya biasa.

Terkejut akan respon itu, semua laki-laki di depannya terpaku pada sorot matanya.

Sea mengurangi senyum di bibirnya.

"Aku mengerti. Karena itu... Maaf sudah membuat kalian melihat semua ini."

Sea membungkukkan badan.

"Sea!"

"Tidak!"

Baik Romeo, Zion, dan Sean mengatakan hal yang sama.

Tangannya sampai meraih udara.

Bahkan sang Manajer pun juga terkejut dan hendak bertindak sama, tetapi pada akhirnya dia hanya bisa terdiam.

Sea kembali menegakkan badan.

"Aku akan mengatasinya sendiri. Terima kasih semuanya. Haha, ini lumayan memalukan. Rasanya aku ingin tenggelam saja, haha."

Tawanya garing tanpa ada respon dari mereka. Hanya kerutan dahi dan ketidaknyamanan hati untuknya di wajah mereka.

Kalau sudah begitu, bagaimana para laki-laki itu menjawabnya?

Dalam hati Sea... Di mana senyum itu adalah palsu. Hanya ada ruang kosong dalam dirinya.

Yang berkata bahwa... Bertahan hidup itu mengerikan.

Hutang itu... Sangat mengerikan.

Bukan merenggut nyawa, tapi merenggut kehidupan seseorang.

Sea mengatakan itu dalam hatinya yang terdalam.

Gadis itu mendongak mengentikan senyumnya kepada mereka.

Romeo, seniornya yang sangat rupawan dan perfeksionisme.

Zion yang entah mengapa secara tidak sengaja juga dekat dengannya dalam waktu dekat, bahkan kini bermain bersama padahal rumah Zion cukup jauh.

Sea ingat, semua ini karena sejak mereka bertemu di supermasif dua puluh empat jam tengah malam.

Lalu beralih pada Sean. Korido Sean yang notabennya model tampan ternama.

Bisa bicara dengan baik dengannya saja sudah anugrah terindah bagi Sea.

Tentu saja dia tidak akan membiarkan model itu terlibat dalam urusan kotor tangannya.

Sea menunduk. Kedipan singkat bulu matanya bahkan tak menempel di kelopak bawah.

Deru napasnya begitu ringan meksipun berat. Sesak di dada.

Namun, mungkin itu adalah keputusan final Sea.

Mereka tidak bisa berucap walau lidah bergetar sedikit saja.

Semuanya bungkam.

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang