Chapter 16 "Muncul dari Jurang yang Dalam"

3 1 0
                                    

Romeo kini ada di depannya. Laki-laki itu terbaring lemah dengan napas yang lemah nan hangat. Dan sejak kapan kerutan di dahi Sea semakin menurun? Dia tak suka melihat Romeo yang seperti ini. Astaga, dia bisa merasakan betapa panasnya suhu badan Romeo bahkan sejak tangannya dilepaskan oleh tautan tangan Romeo.

Kalau dipikir-pikir semakin lama keringat itu juga semakin banyak.

Manusia biasa pasti tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak pingsan.

"Pergilah... Lo harus kembali bekerja."

Sea tersentak mendengar perintah itu. Romeo memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia tak mau melihat Sea yang memasang raut sendu itu.

"Eh? Gue diusir?"

Menunjuk diri sendiri.

Orang yang membelakanginya itu mengangguk. Sea meringis geram.

'Eeerrr sikap apaan itu? Kayak anak kecil aja.'

"Ck, Romeo, udah minum obat belum?" tanyanya senormal mungkin.

'Kalau suara gue terdengar khawatir, dia bakal lebih aneh lagi ntar,' batinnya.

"Udah," jawab Romeo singkat.

"Wah, cepet banget jawabnya. Kayak bukan Romeo aja."

Sea ikut melengos acuh. Bahkan tangannya menyilang di dada.

"Heh? Kenapa jadi situ yang marah? Harusnya gue."

Akhirnya Romeo mau berbalik lagi ke arahnya tapi Sea hanya meliriknya saja.

"Hello... Kenapa juga situ yang mau marah? Alasannya apa coba?"

"Apa? Malah balik nanya. Paling enggak bilang makasih karena udah gue tolong dari model gila itu. Lagian kenapa tadi sampai marah-marah begitu?"

Romeo tak mau kalah.

Sea mau menjawab, mulutnya sudah terbuka, tapi dia jadi berdecak kesal.

"Ck, sudahlah kenapa jadi marah nggak jelas begini?"

Mendongak ke atas lalu menunduk memilin jari. Romeo jadi mendekatkan diri lebih dekat ke arahnya. Ekspresi Sea berubah.

"Sean bilang nggak mau pindah ke tempat yang udah disediain perusahaan. Bahkan manajernya juga bilang begitu. Mana mereka udah ngomong lagi sama Zion dan Zion mau ambil semua resikonya. Dia ngebolehin. Astaga, mau lebih siap gimana lagi hidup gue kalau Sean ada di lingkungan rumah gue?!"

Menjambak kepala tanpa mau melepaskannya.

Romeo tersentak. Dia menutup lagi mulutnya yang terbuka kecil.

"Jadi begitu... Uhukk-uhukk."

Dan dia batuk lagi.

"Romeo! Lo masih lemas. Rebahan aja rebahan. Ngapain duduk sih?"

Sea panik lagi. Dia bahkan hampir membantu Romeo rebahan, tapi Romeo bisa merebahkan diri sendiri, jadi Sea menarik diri kembali duduk di kursinya.

"Ah, gue nggak apa-apa."

Laki-laki itu jadi memikirkan sesuatu.

Sea meneleng.

"Hmm?"

"Kalau Zion bilang begitu, lebih baik memang biarkan saja Sean di sana. Dia sedang naik daun sekarang. Kalau perusahaan lain tau kita akan memakainya sebelum produk ini diluncurkan, pasti akan terjadi banyak hal yang tidak diinginkan."

Tatapan Romeo jadi serius.

Sea tersentak.

"Gitu ya? Kalau gitu gue dong yang bakal repot."

Romeo menoleh tersenyum tipis.

"Nggak usah khawatir. Kalau si bodoh itu macam-macam bilang aja. Gue kan senior."

Menaik-turunkan alisnya.

Sea mendelik dalam diam.

'Ck, kumat lagi deh. Nyebelin!'

"Terus... Susu stroberi sebanyak itu lo buat apa?"

Mendadak pertanyaan tentang kala itu kambuh. Romeo terjingkat duduk kembali.

"Eh? Lo tau? Bukannya udah masuk rumah?"

Seketika pusing di kepala muncul bukan main membuatnya mendesis sambil memegangi pelipis.

"Romeo! Tuh kan dibilang juga apa rebahan aja. Pakek duduk lagi. Obatnya baru bereaksi sekarang, belum sembuh."

Sea langsung terjingkat bangun dan ngomel-ngomel. Tapi rautnya begitu sendu. Hal itu membuat semu merah di pipi Romeo.

Laki-laki itu langsung berdecak demi menghilangkan warna yang menghinggapinya itu.

"Apa-apaan sikap perhatian itu? Sea, ini bukan kayak lo."

Jujur Romeo. Lebih baik dia berterus terang daripada terus menikmati tingkah Sea yang berbeda. Meskipun dia sendiri tahu pada dasarnya gadis itu memiliki hati yang sangat baik.

Sea terjingkat dipandang aneh seperti itu.

"Hah? Gu-gue kenapa? Sikap gue kenapa emangnya?"

Dia berkedip-kedip entah berapa kali.
Romeo mendesah.

"Ya sikap ke gue barusan. Biasanya kan lo cuek bahkan deket gue aja nggak mau. Selalu menghindar dan acuh. Hanya peduli sama kerjaan lo sendiri dan prinsip lo. Sekarang saat kondisi gue melemah, lo mulai menunjukkan sisi perhatian yang seolah-olah muncul dari jurang terpendam. Sebenarnya... Lo punya berapa sifat?"

Romeo menuntut. Sea semakin tak bisa menjawab. Bola matanya bersinar seakan mengerti maksud dari seniornya itu. Apa yang disampaikan Romeo, menembus hingga ke jantungnya. Debaran itu muncul begitu saja. Tidak, ini rasanya berbeda. Debaran ini adalah jawaban dari pertanyaan tersebut.

'Benar... Apa yang gue lakukan? Kenapa ... Seolah-olah gue berperan baik, padahal gue cuma orang yang egois. Padahal gue punya kehidupan sial gue sendiri, tapi malah sibuk ngurusin orang yang kelelahan karena prinsipnya sendiri. Sebenarnya... Ada apa sama diri gue?'

Pikir Sea dalam.

Saat kebingungan itu membuat Sea bungkam hingga mulutnya sedikit terbuka, Romeo mencekal pergelangan tangannya membuatnya sadar dan menambah degupan keras itu.

"Sea, kecemasan di wajahmu... katakan semuanya padaku."

Romeo menarik tangan Sea dan memeluknya dengan dua tangan berpangku pada dada bidang berbalut jas dan kemeja.

Detak jantung Sea semakin tak karuan. Ini... hangat. Pikirnya.

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang