Chapter 25 "Hujan dan Lembur Lagi"

0 0 0
                                    

Kembali ke ruang kerjanya dalam keadaan lusuh. Ekspresi yang sangat mengherankan datang dari Sea membuat para rekannya kebingungan menatapnya. Biasanya Sea memang selalu depresi tentang pekerjannya, tapi kali ini depresinya meningkat dua kali lipat membuatnya terlihat berbeda.

"Hei, ada apa?"

Tanya Shindy prihatin. Dia merasa lebih bersalah karena sudah menghabiskan kopi es itu.

"Hmm?"

Sea lemas duduk di kursinya. Kepalanya bersandar meja tak berdaya.

"Gue disuruh jadi asistennya Romeo selama projek berjalan."

"Hah? Kok bisa?!"

Shindy langsung heboh. Beruntung suaranya diredam.

Sea mendengkus lagi.

"Haduh, bakalan kerja paksa tanpa bayaran gue. Romeo kan ambil semua kerjaan sendirian. Argh nasib punya senior baik ya beginiiii!"

Shindy miris dengan kondisi Sea.

"Yaaa, semangat ya! Gue nggak tau lagi harus ngomong apa," cicitnya menyemangati pelan.

Pekerjaan masih menumpuk, waktu semakin berjalan begitu cepat, tak terasa sudah pukul empat sore. Beberapa karyawan yang sudah menyelesaikan pekerjaan mereka nekat menerobos hujan demi bisa pulang. Benar saja, hujan masih gerimis di luar. Itu terlihat jelas dari jendela kaca.

Sayangnya Sea tidak memiliki kesempatan untuk pulang sekarang. Dia hanya bisa merasakan lembabnya hujan di ruangan ber AC dan pekerjaan yang menumpuk. Hanya separuh dari mereka yang sudah Sea pegang, selebihnya terpaksa dia harus lembur malam ini.

Pikiran bagai dikuras. Tenaga juga tak cukup untuk melanjutkannya sampai malam. Sea harap dia tidak pulang tengah malam lagi kali ini.

'Astaga, kerjaan nggak ada habis-habisnya.'

Peluh yang selalu terhempas hawa AC sudah mengelilingi dahi.

Jika bukan karena jabatan barunya sebagai asisten Romeo dalam tim keuangan ini, dia tidak akan menjadi sukarelawan dan lembur sekarang.

Benar, pekerjaan yang sudah selesai itu adalah miliknya sehari-hari dan yang dia kerjakan kini adalah perkara projek yang seharusnya Romeo kerjakan. Namun, karena orang itu sedang tidak di kantor sekarang terpaksa Sea lah yang menggantikannya.

Hidup terkadang memang tidak adil.

'Huft, tapi mau gimana lagi?'

Di luar mungkin memang terlihat kuat, tapi dalam hati gadis itu selalu mengeluh. Sampai pada akhirnya, sebuah ringtone telepon berbunyi. Handphone-nya bergetar di meja dan Sea mengangkatnya tanpa melihat nama siapa yang tertera di nomor itu.

"Halo, selamat sore, dengan Sea Hanabi divisi keuangan di sini. Ada yang bisa saya bantu?"

Ucapannya cepat seolah tak membiarkan kawan bicaranya membuka suara. Belum lagi suara ketukan di keyboard terdengar keras bagai nada piano.

Seseorang di balik perantara telepon itu pun berdecak.

"Sea, maaf membuatmu mengerjakan semuanya. Apa kau masih di kantor?"

Seketika Sea berhenti bergerak mendengar suara bariton yang serak disertai irama hujan itu.

"Aku minta maaf. Sebentar lagi aku ke sana. Kau masih di kantor kan?"

Lagi, suara itu menghanyutkan detak jantung yang berdegup. Dia sangat merasa bersalah, dan juga sedikit lelah.

"Romeo?"

Akhirnya bibir Sea tergerak.

"Ah, syukurlah. Kukira kau kenapa diam. Eee, mau kopi atau teh? Mau kubawakan sesuatu? Ini masih hujan, jadi kau pasti butuh yang hangat-hangat."

Terdengar jelas kalau orang itu terlihat senang. Bisa Sea bayangkan Romeo tersenyum seiring menawarkan di sana.

Tapi bibir Sea justru berdecak pelan.

"Bodoh! Kenapa kau malah hujan-hujanan di sana? Kalau urusanmu sudah kelar buruan kembali ke kantor. Kau mau sakit lagi ya?!"

Cercanya membuat sedikit orang yang masih ada di ruangan itu terkejut. Bisa Sea bayangkan pula wajah syok Romeo dengan deretan gigi yang diketatkan di sana.

"Kenapa marah? Baiklah, tunggu aku di sana."

Lalu panggilan dimatikan oleh Romeo.

Sea geram melihat handphone nya sendiri yang layarnya sudah padam.

"Huh, nyebelin banget sih. Hawanya jadi pengen marah-marah mulu gue sama dia. Segala telepon segala padahal udah tau gue stand by di sini gara-gara dia. Pengen gue pukul aja."

Ingin menuju handphone nya dengan kepalan tangan yang sudah siap sedia.

Namun, tangannya menjadi luruh, dengan pandangan mata yang meredup.

"Tapi ... gue lega dia baik-baik aja."

Senyum tipis menyertai.

Mungkin Sea ingin mengatakan kalau dia lega setelah mendengar suara Romeo yang merepotkannya.

The Story of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang