0.2 Anakmu Gila Mas!

4.5K 168 0
                                    

"Aaaaaaa....!!"

Teriakan melengking milik Lakhsya menggema sampai ke lantai satu. Anita, masih dengan aphron yang menggantung berlarian menaiki tangga spiral menuju lantai dua. Ini baru pukul delapan, dan Lakhsya sudah berheti menangis ketika bangun tidur sejak umur lima.

"Ada apa—" dua bola mata Anita membulat seketika. Lakhsya memang biasanya dibiarkan untuk bangun sendiri pukul delapan tampak bersimpuh dengan wajah memerah juga basah air mata. "Kenapa sayang?"

Lakhsya terisak-isak. Wajah putihnya sempurna memerah dengan air mata yang terus mengaliri pipi hingga suara napasnya berangsur menyenggal. Anita yang panik langsung mengangkat Lakhsya dalam gendongan. Rasanya tidak pernah Lakhsya menangis sampai sekeras ini.

Saat menginginkan sesuatu, paling anak penurutnya ini hanya akan merajuk saat Anita tidak mampu membelikannya. Atau saat harus menghadapi hari pertama pre-school nya sekalipun ingin bisa seperti teman-temannya yang diantar bersama Ayah juga Ibunya, Lakhsya bisa mengerti tanpa menangis keras seperti yang saat ini terjadi.

"Kenapa sayang? Bilang Mama apa yang membuat Lakhsya menangis, hm?"

Lakhsya mendekap leher Anita dengan erat. Air matanya masih mengalir turun hingga Anita merasa bahunya turut lembab akibat air mata sang putra. Ditimangnya lembut Lakhsya dengan sesekali mengusapi punggung kecilnya. Meski sudah berusia sepuluh, Lakhsya ini termasuk memiliki postur tubuh yang kecil.

Anita sendiri masih mampu menggendongnya meski sudah jarang melakukannya. Lakhsya dididik untuk menjadi lebih mandiri, apalagi semenjak menjalani pre-school dan bertemu dengan teman-teman barunya.

"Iron man.... iron man mati Mama..." adunya dengan suara serak yang membuat Anita semakin tidak tega.

Pandangannya mengedar saat telunjuk kecil Lakhsya mengarah pada keranjang mainannya yang sudah begitu berantakan. Sebelumnya karena panik, Anita bahkan sampai tidak memperhatikan. Astaga! Bukan hanya robot yang sejak kemarin menjadi kesenangan Lakhsya yang hancur tapi hampir semua mainan Lakhsya yang disimpan di dalam keranjang mainan tampak terputus-putus juga beberapa remuk.

"Shhh... nggak apa-apa, nanti Mama belikan lagi yang baru ya. Lakhsya anak baik jangan menangis"

Lakhsya meresponnya dengan tatapan sedih. Netra beningnya masih menunjukan tatapan berkaca-kaca sampai Anita sendiri merasa tidak tega. Anaknya ini begitu menyukai robot barunya dan tentu saja bagi anak sekecil Lakhsya melihat mainannya hancur seperti itu pasti sangat menyedihkan.

"Mau robot iron man... yang bisa keluar tembakan..." Lakhsya merebahkan pipi dibahu Anita, "mau mobilnya juga... Om Papa sudah janji"

Anita mengelus pelipis Lakhsya dengan sayang. Diciumnya lembut kening sang putra sebelum membawanya untuk duduk ditepian ranjang. "Kenapa jadi banyak sekali maunya anak Mama, hm? Senang ya yang sekarang dimanja sama Papi"

Lakhsya terkekeh kegelian saat Anita mengusakan ujung hidung pada pipi dan leher Lakhsya. Selanjutnya melepaskan pelukan dan merosot turun. "Jangan gendong lagi. Aku sudah besar... berat"

"Siapa bilang jagoan Mama ini sudah besar, hm? Mama masih sanggup gendong Lakhsya sambil jalan-jalan kompleks" Anita mengelus kepala Lakhsya yang masih terasa lembab. Sepertinya putranya ini benar-benar terkejut sampai menangis keras.

"Jangan... nanti dimarah Om Papi" Lakhsya menunjukan tatapan seriusnya, "Om Papa bilang, Lakhsya sudah besar harus bisa jaga Mama... nggak boleh gendong lagi"

"Ohya?" Anita mengulum senyumnya, merasakan kehangatan akan setiap kedekatan yang terjalin diantara dua orang pentingnya ini. "Kapan Papa bilang begitu?"

Bukannya menjawab, Lakhsya justru menggeleng dan membuar rambut depannya bergoyang. "Rahasia laki-laki"

"Oh... begitu ya sekarang? Sudah ada Papa, main rahasia-rahasia sama Mama, iya?" Anita bersiap meraih pinggang Lakhsya saat anaknya tersebut berkelit. "Sini Mama mau cium dulu anak Mama, sudah pintar bangun sendiri, iya?"

Si Lumpuh Kesayangan Nona Cala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang