3.3 Intuibasi-Extuibasi

2.6K 73 5
                                    

Cala menekan tensimeter di lengan Lakhsya, menunggu sampai proses memompa selesai dan tekanan darah Lakhsya ditunjukan melalui digital view. Sudah lebih baik dari sebelumnya.

"Mmh... Mama..."

Cala memicing saat lagi-lagi nama Mamanyalah yang Lakhsya sebutkan dalam tidurnya. Tidak tahukan kalau dirinya sangat cemburu? Disisi Lakhsya ada dirinya yang selalu menjaganya dan kenapa masih saja nama wanita itu yang Lakhsya sebut-sebut?

"Mmh.... Ma—" gumaman Lakhsya teredam ketika sebelah tangan Cala beralih menangkup bibir tanpa warna Lakhsya.

"Mama kamu nggak ada, yang selalu ada buat kamu itu cuma aku sweet prince" peringatnya dengan nada separuh sebal.

"Hngg.... hngg...." Lakhsya tampak menggeliat-geliat ketika tekanan pada wajahnya menguat. Sadar sudah menekan terlalu keras, Cala menarik tangannya menjauh hingga menyisakan lelehan air liur milik Lakhsya pada bagian telapak tangannya.

Cala menarik lembaran tissue yang memang berada diatas nakas samping ranjang. Selanjutnya melakukan hal yang sama untuk menyeka sisa liur dibibir Lakhsya. Gumaman-gumaman Lakhsya tidak juga berhenti dan justru semakin tampak gelisah.

"Sweet prince, panggil Kakak. Kakak.... ayo panggil Kakak!" Cala berusaha untuk bersabar pada Lakhsya yang terus menggumamkan nama Mamanya.

"Mama kamu nggak ada, Mama kamu pergi. Hanya Kakak yang nggak pergi jadi sudah seharusnya nama Kakak yang kamu panggil!"

Lakhsya yang dalam keadaan setengah sadar tentu tidak akan mengerti sekeras apapun Cala mencoba meminta. Tubuh kurus tidak berdaya tersebut tsrus saja bergerak gelisah sampai Cala menjadi kesal. "Kakak bilang stop!"

Cala meraup botol kecil berisi obat yang akhir-akhir ini sering dirinya berikan. Sayangnya isinya hanya tersisa sedikit. Cala mengerang dalam hati.

"Mama... s—sakit..." Lakhsya melenguh pelan, dadanya mengembang dengan kepala yang terus bergerak gelisah.

Cala menggeram pelan, lalu tidak lama smirk muncul hingga membuat wajahnya terlihat berkali lebih menyeramkan dari biasanya. Mungkin kali ini dirinya tidak bisa membungkam mulut Lakhsya dengan menggunakan obat, tapi ada hal lain yang bisa dilakukannya. Ketika akhirnya bergerak dan meninggalkan Lakhsya, Cala membuka pintu penghubung disisi kamar Lakhsya yang merupakan tempat disimpannya peralatan medis milik Lakhsya.

Tidak lama Cala kembali dengan stroli berisikan beberapa spuit juga selang melengkung untuk keperluan intuibasi. Didorongnya stroli tersebut mendekati ranjang, memposisikannya disisi dan baru beralih mengangkat kepala Lakhsya untuk kemudian menyingkirkan bantal yang sebelumnya menahan kepalanya.

Lakhsya melenguh gelisah sementara Cala mengabaikan dan fokus memposisikan kepala sweet prince kesayangannya untuk memudahkan proses intuibasi. Tubuh Lakhsya bergetar pelan disertai suara batuk tertahan akibat cengkeraman Cala.

"Ngg—heukk..."

"Shh... relax baby" gumam Cala setelah berhasil memasukan selang panjangnya menyentuh tenggorokan. Cala menekannya hingga sekat pembatas dan baru menarik spuit keluar, memastikan jalur napas Lakhsya tetap terbuka.

Bibir Lakhsya masih bergerak-gerak meski kini rintihannya hanya terdengar samar. Selanjutnya, Cala tidak langsung menghubungkan ujung selang endotracheal dengan tabung oksigen melainkan dengan ambu bag. Sebuah kantung khusus berada diujung pompa ambu, dan Cala mengisinya dengan beberapa gas adiktif yang berefek melumpuhkan.

Efek halusinasinya juga akan cukup untuk membuat Lakhsya tenang selama beberapa jam kedepan. Tangan Cala menekan ambu dan Lakhsya langsung terpekik karena terkejut juga tidak siap dengan pompa udara yang tiba-tiba mengambil alih ritme pernapasannya.

Si Lumpuh Kesayangan Nona Cala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang