0.9 Bukan Salah Cala

1.8K 90 8
                                    

"Haatchhii...!"

Langkah Anita melebar mendengar suara bersin yang familiar.

"Haatchhii...!"

"Haatchhii...!"

"Haatchhii...!"

Astaga! Anita mempercepat langkahnya untuk menghampiri Lakhsya. Putranya tersebut tidak lagi duduk di sofa dan menonton siaran kartun seperti saat dirinya tinggalkan. "Sayang, sedang apa?"

"Mama lihat, kucingnya mau menurut!" Lakhsya memamerkan usapan lembutnya pada seekor yang meringkuk dihadapannya tampak berbalas.

Tidak ada senyuman keramahan karena melihat interaksi tersebut. Anita meletakan nampan berisi mangkuk dengan potongan buah apel diatas meja kaca, lalu bergegas menghampiri putranya. Ditariknya lembut tubuh Lakhsya untuk segera menyingkir dari sisi kucing berbulu lebat tersebut.

"Kucingnya... haatchhi!" Lakhsya mengusap ujung hidungnya yang mulai memerah. Lalu, suara bersin kembali terdengar susul menyusul hingga membuat Anita beralih memeriksa.

"Sayang, astaga! Jangan digosok hidungnya. Tangannya kotor." Anita menahan tangan Lakhsya yang terus digunakan untuk mengusapi hidungnya.

"Haatchhi...!" Dua bahu Lakhsya berguncang. Tatapan matanya mulai memerah dengan menahan rasa gatal yang semakin membuatnya merasa tidak nyaman. "Mama... hidungnya gatal— haatchhi!"

Meoooong....

Anita melirik makhluk berbulu lebat disisi kakinya dengan sebal. Segera diraihnya Lakhsya untuk bergeser menjauh. "Pelayan!"

Suara teriakan tersebut menggema di seluruh ruangan. Anita yang biasanya tidak pernah berteriak, mendadak terlihat begitu marah. "Siapa yang membawa kucing ini masuk kedalam rumah?!"

Tiga orang pelayan dan menyusul dua orang pekerja taman yang mendengar teriakan tersebut bergegas datang. Wajah-wajah mereka tertunduk dengan ekspresi wajah ketakutan. Tahu hukuman seperti apa yang bisa saja Handri berikan karena membuat Anita sampai meradang.

"Ma—maafkan kami Nyonya... kucing itu milik Nona Cala."

Anita memejam dengan wajah memerah marah, "bawa keluar kucing ini sekarang juga!"

Para pelayan dan juga pekerja kebun terlibat saling pandang. Baru saja dua diantara mereka terlihat melangkah mendekati kucing berbulu putih lebat tersebut, suara Narita lebih dulu menghentikan. "Jangan berani sentuh kucing itu!"

"Anak saya memiliki alergi terhadap bulu kucing! Dan kamu masih menghalangi kucing ini untuk dibawa keluar?!"

Narita tampak sama sekali tidak terpengaruh atas nada marah yang Anita gunakan. Wajahnya masih setia datar seperti biasanya, bahkan tidak juga melunturkan sikap kakunya seperti pelayan lain yang langsung menunduk karena tahu telah membuat kesalahan.

"Maafkan saya Nyonya Anita." Narita menundukan kepalanya sekilas. "Seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa kucing itu— Molly adalah salah satu kesayangan Nona Cala. Siapapun dirumah ini tidak diizinkan untuk mengusiknya."

"Dan itu termasuk saya?" Anita berusaha sebisanya untuk tidak terus meninggikan suaranya. Didekapnya Lakhsya yang masih terus terbatuk demi menjaga agar tetap pada batasannya.

Meski rasanya sulit.

"Tentu saja. Molly sudah diperlakukan spesial bahkan... jauh sebelum Nyonya Anita memasuki rumah keluarga Tahir."

"Lancang!" Seru Anita yang kehilangan kesabarannya. "Begini cara kamu berbicara pada saya? Walaupun saya baru memasuki rumah ini, tapi saya adalah istri dari Mas Handri!"

Si Lumpuh Kesayangan Nona Cala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang