3.5 Mata-mata

1.1K 46 5
                                    

"Haaaaaaaahh..."

Hembusan napas keras yang keluar dari mulut Lakhsya menimbulkan uap cukup tebal. Bibirnya membuka sementara cuping hidungnya yang juga terlingkupi masker oksigen melebar.

"Sekali lagi, tarik napas yang panjang.... lalu hembuskan melalui mulut."

Lakhsya mengangguk patuh meski terlihat masih lemas. Suster Emy mendampinginya dengan penuh kesabaran. Sebuah kantung berbahan silk plastik tebal dipasangkan dibagian ujung masker oksigen Lakhsya dan mengembung ketika Lakhsya mengembuskan napasnya kuat.

Tangan kanan suster Emy menekan kantung silk yang berfungsi memerangkap udara keluar tersebut dengan teknik yang menyesuaikan kapasitas paru-paru Lakhsya. Sementara tangan kirinya melekat di dada Lakhsya untuk membimbingnya bernapas.

"Nah, sekarang tarik napas yang panjang..." lalu suster Emy menarik lepas pengait masker oksigen turun saat yakin Lakhsya siap. Gerakan tangannya lembut ketika menahan rahang Lakhsya untuk terangkat.

"Ahngg... heuk—" Lakhsya menggelagak karena tersedak napasnya sendiri.

"Tahan sebentar, Tuan Muda." Suster Emy memasukan selang suction ke pangkal tenggorokan lalu desing pelan terdengar saat alat tersebut mulai menyedot dahak keluar.

"Ahngg... heuk—"

Proses tersebut memang selalu membuat tidak nyaman dan meski Lakhsya sering melakukannya, tetap saja tidak bisa menahan untuk tidak menangis. Air matanya menitik jatuh. Hal yang membuat suster Emy mempercepat tugas paginya untuk membantu Lakhsya bersiap.

"Nah, sekarang sudah selesai."

Lakhsya mengangguk lemah, "te-terimakahhsih..."

"Bagaimana sekarang? Apa napasnya sudah lebih lega?"

Senyum kecil Lakhsya terkembang meski masih menyisakan lemah. "Em! Nggak batuk-batuk lagi."

"Tuan Muda hebat sekali karena bisa menahannya dengan baik. Sekarang, suster akan lakukan stretching."

Dua kaki Lakhsya sedikit direnggangkan, lalu bagian ban pinggang celana diturunkan. Sudah terlalu terbiasa sehingga Lakhsya sudah tidak rewel lagi atau bahkan malu ketika tubuh bagian bawahnya terbuka hanya menyisakan diapers yang tidak sempurna direkatkan. Karena setiap sakit, produksi urine nya selalu meningkat, Cala memang memasangkan kateter sehingga bagian diapers tidak direkatkan sempurna.

Suhu ruangan diatur agar cukup hangat mengingat Lakhsya yang tidak pernah bersahabat dengan udara dingin. Dua strap berbahan stein dikaitkan pada kedua pergelangan kaki Lakhsya yang kecil, lalu pompa drainase dinyalakan.

Derum halus dari mesin getaran untuk melancarkan pembuluh darah tersebut kemudian menjadi alunan bagainana Lakhsya memulai hari. Selalu begitu karena kondisi kaki Lakhsya yang mulai mengalami penurunan massa otot terkadang kesulitan untuk mempertahankan sirkulasi normal.

"Sus... haus,"

Suster Emy tersenyum lembut lalu mendekatkan straw pada bibir Lakhsya. Proses drainase selesai dan kini suster Emy beralih mengangkat perlahan kaki kanan Lakhsya. Digerakannya perlahan kaki yang masih terbalut kaus kaki tebal hingga betis sebelum melakukan gerakan memutar untuk melemaskan otot yang kaku. Suster Emy melakukannya juga pada kaki kiri dan mengakhirinya dengan melakukan pijatan pelan.

"Sudah lebih nyaman?"

Lakhsya mengangguk dan sedikit menggeser pinggangnya untuk menyamankan diri. "Pijatan suster... enak."

Suster Emy membalasnya dengan senyuman kecil. Senang bahwa pasien khususnya ini merasa nyaman dengan perawatannya. Apalagi mengingat Lakhsya yang sempat beberapa kali bersikap canggung cenderung malu karena pergantian perawat yang tiba-tiba.

Si Lumpuh Kesayangan Nona Cala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang