0.8 Alergi Bulu Kucing

2.2K 97 5
                                    

"Sudah makannya," Lakhsya menolak ketika Anita mendekatkan sendok makanannya.

"Satu suap lagi, ya?" Anita menggoyangkan sendok ditangannya untuk didekatkan pada bibir Lalhsya yang masih terkatup.

Bocah lelaki yang sudah tampak lebih sehat tersebut menggembungkan pipi. Menggeleng hingga helai poninya yang sudah sampai menyentuh kening bergerak acak. "Sudah Mama. Makannya sudah... sekarang mau nonton Doraemon."

"Lakhsya..." Anita menatap sang putra dengan wajah digalak-galakan.

"Apa Mama..." masih dengan tidak melepaskan tatapan pada layar plasma besar dihadapannya, Lakhsya menjawab menggunakan nada yang sama.

Anita sedikit merengut melihat Lakhsya kesayangannya ini sudah mulai pintar membantah. "Senang ya membantah Mama begitu..."

Mendengar nada merajuk Anita, Lakhsya dengan pintar segera menunjukan cengiran lebarnya. Sesuatu yang jelas langsung menerbitkan senyum pada wajah Anita. "Yasudah, Mama tinggak mengantarkan ini ke dapur dulu ya. Jadi anak baik, oke?"

Lakhsya yang sudah kembali fokus pada tayangan kartun dihadapannya mengangguk pelan. Tidak ketara juga itu mengangguk oleh permintaan Anita atau mengangguk karena mengikuti alunan musik pembuka kartun.

Anita hanya geleng-geleng kepala meski setia dengan senyuman terkulum. Lebih baik seperti ini dibandingkan harus melihat putranya ini hanya bisa berbaring lemas seperti beberapa hari lalu yang mereka habiskan di rumah sakit.

Pelayan yang bertugas di dapur segera mengambil alih piring makan Lakhsya begitu melihat sang Nyonya rumah sendiri yang sampai mengantarkan ke dapur. "Maafkan atas kelalaian kami Nyonya."

Anita yang mulai terbiasa dengan segala perlakuan ini hanya mengangguk. Sama sekali tidak mempermasalahkan hal kecil saat dirinya sendiri masih merasa mampu melakukannya. Meski suaminya juga tidak segan menegur para pelayan yang dinilai lalai dan tidak sopan karena masih mengizinkan Anita yang adalah sang Nyonya rumah sampai menginjakan kaki ke dapur.

Anita sendiri sering mengakalinya dengan beralasan bahwa apapun yang dirinya lakukan itu ditujukan untuk kepentingan Adrian maupun Lakhsya. "Tolong sup jagung nya nanti disiapkan lagi ya, Lakhsya lumayan suka dan tadi minta dibuatkan lagi untuk makan malam."

"Baik Nyonya." Seorang pelayan menunduk hormat pada Anita. Setelahnya sedikit bergeser saat pelayan lain memasuki ruangan dengan nampan berisi stoples camilan kue kering.

"Itu... untuk Cala?" Anita baru menyadari bahwa anak dari suaminya tersebut memiliki jadwalnya sendiri. Mulai dari bangun tidur sampai takaran gizi untuk setiap makanannya.

"Benar Nyonya, ini untuk Nona Cala."

"Saya memasak sup jagung untuk Lakhsya, mungkin bisa dibawakan sekalian siapa tahu Cala mau mencicipinya."

Dua orang pelayan tampak saling lirik sebelum akhirnya salah satunya sedikit mengangkat wajah. "Maaf Nyonya, kami tidak berani memberikan Nona Cala makanan lain sebelum dilakukan tes."

"Tes?" Anita bahkan tidak tahu ada tes semacam itu dirumah ini.

"Setiap makanan yang akan diberikan kepada Nona Cala harus melalui tes keamanan terlebih dahulu." kalimat yang langsung membuat kernyitan di kening Anita berubah menjadi kesiap pelan. Pelayan yang menyadarinya segera saja menambahkan. "Saya tidak memiliki maksud apa-apa, Nyonya. Tapi ini memang adalah peraturannya."

"Tapi saya tidak mungkin mau meracuni atau berbuat hal yang macam-macam kepada Cala. Dia adalah anak dari suami saya, jadi secara tidak langsung dia juga adalah anak saya" entah kenapa Anita merasa sedikit tersinggung mendengarnya.

Si Lumpuh Kesayangan Nona Cala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang