3.4 Janji Makan Siang

1.3K 50 2
                                    

Cala memastikan Lakhsya mendapatkan obatnya sebelum membawanya turut serta dalam pertemuan tidak pentingnya. Seandainya saja tidak mendapatkan paksaan, tidak mungkin Cala mau repot-repot keluar dihari liburnya.

Memang apa bagusnya bepergian sementara di mansion dirinya bisa menghabiskan waktu berduaan bersama sweet prince kesayangannya?

Pintu penumpang belakang dibuka, lalu supir bergegas menyiapkan kursi roda untuk Lakhsya. Cala sendiri masih dengan nyaman mendekap Lakhsya pada kursinya. Tidak sama sekali melepaskan kesayangannya tersebut dari jangkauan lengannya.

"Ng... bertemu siapa?"

Cala menurunkan pandangan, mencium kening Lakhsya singkat sebelum menjawab. "Hanya teman lama. Nggak terlalu penting, tapi harus datang."

"Kenapa harus datang kalau nggak penting?" Lakhsya sedikit menggeliatkan lengan, sedikit pegal karena terus didekap dan tidak juga dilepaskan.

Cala terkekeh gemas. Seandainya saja semua hal bisa diselesaikan dengan pemikiran sederhana tersebut. Alangkah senangnya hidupnya. "Kamu ingat Opa? Si tua bangka cerewet itu? Dia yang memaksa Kakak untuk datang dan bertemu orang nggak penting ini."

Tubuh Lakhsya langsung mendekut dalam pelukan Cala. "A—aku takut... nggak mau bertemu Opa."

Didekapnya tubuh hangat Lakhsya, sesekali digerakannya dekapan tubuh keduanya pelan. Cala juga memaklumi kalau Lakhsya sampai trauma, memang siapa juga yang tidak takut kalau setiap kali bertemu selalu saja diperlakukan dengan sinis dan buruk? Bahkan pernah sekali Lakhsya sengaja ditakut-takuti dengan menggunakan senapan laras panjang milik Hambalang Tahir yang terhormat itu di kediamannya dulu.

Cala tidak mungkin lupa karena hampir dua minggu setelah kejadian tersebut, Lakhsya sampai harus mendapatkan perawatan Dokter akibat trauma juga gangguan mental yang cukup serius. Hambalang Tahir memang orang yang keras dan kepada Lakhsya, siapa yang tidak tahu kalau tetua keluarga Tahir tersebut begitu tidak senang?

Lakhsya bahkan harus menjalani konsultasi dan berakhir melakukan terapi hipnoterapi untuk sedikit menekan traumanya. Meski sudah dikaburkan ingatannya, Lakhsya masih saja menolak dan bahkan sampai gemetar mendengar nama sang Opa disebutkan.

"Kamu beruntung sweet prince, Opa nggak akan datang hari ini." Cala mendekap kepala Lakhsya gemas, "Kakak janji, kita hanya datang dan makan. Setelah selesai makan kita akan langsung pulang."

Supir selesai menyiapkan kursi roda Lakhsya, Cala sendiri menggeser tubuh dan memastikan Lakhsya sudah duduk dengan baik baru memutuskan turun agar Lakhsya bisa dibantu keluar. Lakhsya melemaskan tubuh saat lengannya direngkuh dan pinggangnya diangkat untuk dipindahkan pada kursi rodanya.

Sementara Lakhsya menyamankan duduk, supir mengatur pelat yang akan menahan perut dan bagian pinggang agar Lakhsya lebih leluasa duduk dengan tegak. Setelahnya baru Cala mendorongnya memasuki bagian lobi Aldebaran Hotel dan langsung menuju lift khusus yang akan mengantarkannya pada suit tempat makan siang yang dijanjkan.

"Masih gugup?"

Lakhsya mengangguk dengan sisa ketegangannya, "takut..."

"Jangan takut sweet prince, kan ada Kakak. Selama ada Kakak maka nggak akan ada hal buruk yang bisa terjadi sama kesayangan Kakak ini."

Lakhsya mengangguk pelan. Melihat ketegangan tersebut membuat Cala merasa sedikit kasihan sehingga menghentikan langkah untuk kemudian berdiri dihadapan Lakhsya. "Buka mulutnya, sayang."

"Hng?" Lakhsya mengangkat wajah dengan bingung. Tapi ketika mendengar Cala mengulangi perintahnya, akhirnya membuat Lakhsya menbuka mulut juga meski tidak tahu apa yang akan Kakaknya lakukan.

Si Lumpuh Kesayangan Nona Cala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang