0.4 Menginginkan Lakhsya

3.7K 150 15
                                    

Handri datang dengan berlarian disepanjang koridor rumah sakit. Dipandanginya Anita dengan wajah sembab juga pucat. Hatinya mencelus begitu saja hanya dengan menyadari betapa kacau situasinya.

"Sayang!" Handri meraih dua bahu Anita dalam rengkuhan lembut. Segera saja isak tangis Anita menjadi latar belakang di dadanya. "Semua akan baik-baik saja. Aku janji!"

"—gila. Aku yakin dia yang sudah mendorong Lakhsya sampai jatuh ke kolam Mas!"

Handri sedikit mengurai dekapannya dan kembali dihadapkan pada wajah basah sang istri. Anita tampak sekali begitu kalut. "Ada apa? Ceritakan pelan-pelan."

"Cala," sengau Anita. Sebuah nama yang disebutkannya dan langsung membuat Handri mengernyitkan wajah, "dia yang sudah mendorong Lakhsya, Mas!"

"Cala?" Ulang Handri seolah berusaha memastikan pendengarannya. "Bagaimana mungkin? Dia memang pendiam tapi bukan anak yang nakal."

"Aku melihatnya sendiri, Mas!" Sentak Anita dengan melepaskan diri dari dekapan Handri di pinggangnya. "Aku melihatnya... dia tersenyum melihat Lakhsya tenggelem! Dia mengatakannya sendiri kalau dia menbenci Lakhsya!"

Handri kebingungan akan sikap keras Anita. Dalam bayangannya, istrinya ini mungkin hanya terlalu shock hingga kesulitan untuk berpikir jernih. "Tenang dulu, ya? Sekarang bagaimana keadaan Lakhsya?"

Bahu tegang Anita meluruh. Wajahnya yang sebelumnya menyiratkan kekesalan berangsur melunak. Isakannya semakin kencang dengan dua tangan dibawa menangkup wajahnya. "Masih ditangani Dokter... dia... anakku... dia hampir nggak bernapas Mas! Aku takut..."

"Shhh... Mas sudah disini. Semuanya akan baik-baik saja, Lakhsya anak yang kuat dan dia pasti bisa melewati semuanya."

Anita membiarkan dirinya kembali dipeluk dan menuntaskan tangisnya di dada Handri. Dua kepala dengan pikiran berkecamum masing-masing. Handri sendiri merasa perlu untuk memperjelas situasinya sebelum masalah ini menjadi semakin melebar.

Dalam keadaan seperti sekarang ini, Anita pasti masih begitu sensitif mengenai apapun itu yang menyangkut Lakhsya. Handri sendiri menyadari betapa pentingnya Lakhsya dalam hidup Anita. Sementara disisi lain, ada Cala. Masalah ini tidak akan menjadi sederhana seandainya keluarga besar terutama Papa nya, Hambalang Tahir mengetahui cucu kebanggaannya terlibat dan sampai dipersalahkan akan kasus Lakhsya.

Bukan hanya pernikahannya yang bisa saja terancam, tapi mungkin mereka harus bersiap dengan kemungkinan terburuk lainnya. Hambalang begitu memuja dan memanjakan Cala, noda sekecil ini dalam status Cala akan begitu mudah disingkirkan para orang kepercayaan Hambalang.

Handri yang begitu mencintai Anita tidak mungkin juga membiarkan wanita terkasihnya ini sampai berhadapan dengan orang nomor satu di keluarga Tahir tersebut. Tidak lama, pintu ruangan UGD disisi mereka terbuka. Seorang Dokter jaga keluar dan menurunkan masker yang menutupi sebagian wajahnya.

"Bagaimana Dokter? Anak saya baik-baik saja kan? Lakhsya selamat kan?"

Handri merasa perlu menopang pinggang Anita karena istrinya tersebut tampak jelas memaksakan diri. Penampilannya begitu kusut dan sepertinya juga sudah terlalu lelah dengan kejadian yang menguras emosinya ini.

"Saat ini keadaannya masih belum stabil. Fisiknya lemah dan diduga pasien terlalu banyak meminum air sehingga paru-paru nya mengalami collapse. Kami butuh melakukan observasi lebih lanjut dan juga pemindaian organ dalam untuk melakukan penanganan lanjutan."

Dan benar saja, tubuh Anita melenas dalam dekapan Handri. Ditariknya lembut agar istrinya tersebut bisa duduk bersandar pada kursi besi yang menempel pada dinding selasar UGD. Selanjutnya baru Handri sendiri yang mendengarkan penjelasan lebih lanjut. "Lalu bagaimana selanjutnya?"

Si Lumpuh Kesayangan Nona Cala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang