3.1 Lakhsya Tidak Diinginkan

1.8K 56 1
                                    

"Nggh...." Lakhsya menggeliat saat Cala mengendurkan dekapan.

Setelah puas menciumi permukaan wajah pucat juga berkeringat Lakhsya, akhirnya Cala memberikan sedikit ruang bagi Lakhsya. Bibir pucat Lakhsya terbuka karena tadi sempat dimainkan oleh Cala. Karena gemas, Cala kembali menciuminya.

"Hmmppt... mmhh...."

Cala menjilat-jilat lalu membelai bagian dalam mulut hangat Lakhsya. Erangan Lakhsya terdengar lemah sementara tubuhnya tetap terkulai tanpa daya. Efek suntikannya memang akan membuat Lakhsya jauh lebih lemah, meski biasanya juga sudah lemah.

"Karena masih mengantuk, tidur saja lagi." Belaian Cala sapukan pada wakah Lakhsya dengan sayang.

Mobil sudah berhenti di depan undakan teras sementara mesin belum juga dimatikan dan menunggu hingga perawat yang biasa mengurus Lakhsya membukakan pintu penumpang belakang. Karena gerakan-gerakan dan suara yang mendekat, Lakhsya mulai menggeliat terganggu.

"Ssshhh..... sudah sampai, sebentar nanti tidurnya lebih nyaman" gumam Cala berusaha menenangkan saat Lakhsya terbangun dan membuka matanya yang memerah.

Perawat tersebut segera meraih Lakhsya yang diulurkan Cala. "Digendong saja masuknya."

Antara sadar dan tidak, Lakhsya hanya bisa menurut saat tubuhnya beralih diangkat hati-hati. Tubuhnya yang terkulai serasa didekap erat lalu saat tidak juga diletakan di dudukan kursi rodanya, Lakhsya memilih mengeratkan pegangan seiring dengan langkah terayun yang samar dirasakannya.

"Nona Cala, di dalam ada tamu."

Cala berhenti sekilas untuk mendengarnya lebih lanjut. Cala dan Lakhsya tidak menempati mansion utama keluarga Tahir sehingga siapapun itu yang datang bisa dipastikan adalah seseorang yang mengetahui keberadaan mereka berdua. Dan tidak banyak kemungkinannya selain orang-orang yang bahkan enggan dirinya temui.

Lalu benar—Handri Tahir tampak beranjak dari duduknya, melangkah dengan tatapan khawatir pada Lakhsya yang masuk dalam gendongan perawatnya alih-alih kursi roda seperti biasanya.

"Ada apa? Bukankah kalian baru kembali dari rumah sakit?"

Cala lebih dulu meminta perawat untuk membawa Lakhsya masuk kedalam kamarnya. Handri tampak keberatan karena jelas sekali ingin memastikan lebih lanjut terkait keadaan putranya tersebut tetapi kembali lagi, Cala adalah orang yang berhak di tempat ini.

"Bawa Lakhsya masuk, kunci pintunya dan jangan biarkan siapapun masuk mengganggunya." Cala melirik Handri yang tampak marah terapi tetap tidak bisa berbuat apa-apa.

Perawat tersebut mengangguk, sementara Lakhsya mulai mengerang-erang dalam keadaan setengah sadar. Tangannya terulur mencoba meraih Cala. "Hngg.... mm.... ngh..."

"Nanti Kakak menyusul, sweet prince." lirih Cala lalu mencium bibir Lakhsya sekilas. Meredam erangan yang terus keluar dari bibir Lakhsya.

"Cala!" Seru Handri saat melihat santai saja putrinya tersebut mencium Lakhsya dihadapan pasang mata yang menyaksikan.

Cala hanya melirik sekilas, lalu kembali acuh. "Nggak akan lama, janji." Gumamnya lagi sebelum perawat membawa Lakhsya menjauh.

"Jangan berteriak di rumah saya, apalagi kalau itu berhubungan dengan Lakhsya. Dia sensitif dan seharusnya Papi lebih dari tahu seandainya benar-benar peduli."

Hubungan mereka memang sudah mendingin sejak tujuh tahun lalu Handri memilih pergi dan merawat Anita yang cedera parah. Cala sudah terlanjur tidak pedulu, karena itu mau Handri datang dan berusaha menunjukan simpati sekalipun sekarang sudah tidak ada gunanya.

Cala hanya menginginkan Lakhsya dan apapun selain itu bukan lagi urusannya.

"Papi peduli pada kamu, Cala! Dan itu adalah apa yang sedang coba Papi lakukan sekarang ini."

Si Lumpuh Kesayangan Nona Cala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang