4.5 Deep Sleep

1.4K 44 4
                                    

Katanya next, hehe...

Next beneran dong :P

Tes dulu coba, udah pada mampir ke lapaknya Akala dan Hanna??
.
.
.
.
Ok next

"37 derajat!"

Astari mengangguk saat ditunjukkan skala thermometer oleh salah satu asisten perawatnya. Tatapannya menyorot Lakhsya yang masih menunjukkan sisa lemas akibat hampir dua hari ini terserang demam. Hal tersebut jugalah yang membuat Astari menghentikan terapi untuk sementara waktu sampai kesehatan Lakhsya membaik.

"Tuan Muda... apa ada sesuatu yang ingin Tuan Muda makan? Saya bisa meminta koki untuk membuatkannya."

Lakhsya menggeleng pelan. "Ke kamar mandi, tolong..."

Astari mengangguk dan menoleh pada seorang perawat untuk membantu Lakhsya berjalan. Selimut tebal disingkap dan perlahan sekali Lakhsya dituntun untuk menumpu dan berdiri. Dua kakinya masih tampak goyah, sedikit gemetaran saat dibantu mengenakan selop rumahan.

"Ng... jangan masuk," Lakhsya menahan diambang pintu.

Astari mengangguk pada perawat yang memandangnya. Tanda bahwa Lakhsya boleh dibiarkan ke kamar mandi sendiri. Segera setelah pintu ditutup, perawat tersebut memandang Astari dengan khawatir.

"Apa benar tidak masalah? Tuan Muda baru saja sedikit sehat. Bagaimana kalau tiba-tiba kakinya keram lagi dan—"

Suara benturan dari dalam kamar mandi membuat keduanya bergegas memeriksa. Astari bahkan tidak merasa perlu untuk mengetuk pintunya terlebih dahulu sebelum membukanya begitu saja.

"Aa—aku hanya terpeleset," Lakhsya tampak setengah merunduk dengan dua siku berpegangan pada sisi shower.

Astari meraih sebelah lengannya dan menuntunnya berdiri. Ada titik keringat yang tampak dengan jelas disisi pelipis Lakhsya dan Astari tidak mungkin tidak menyadari bahwa Tuan Mudanya tersebut pastilah kembali memaksakan diri.

"Tolong bantu Tuan Muda disini," Astari menatap perawat yang berada disisinya.

"Aku bisa melakukannya sendiri," Lakhsya tampak tidak setuju dengan hal tersebut. Merasa sudah cukup sehat untuk bisa berjalan kembali sendiri dibandingkan harus bergantung lagi hanya untuk melakukan hal-hal kecil semacam ini.

"Tuan Muda, kaki Tuan Muda baru saja membaik dan kalau sampai terjadi benturan yang mengakibatkan cedera maka Tuan Muda harus kembali menunda untuk terapinya. Apa Tuan Muda mau saya membatalkan janji terapinya?"

"Jangan!" Lakhsya langsung memasang wajah memohon, "aku... mau berjalan lagi. Aku harus berjalan lagi untuk bisa menemui Mama."

"Kalau begitu Tuan Muda harus membiarkan perawat ini untuk membantu."

Perawat tersebut segera mengangguk saat diberi perintah melalui tatapan oleh Astari. Menuntun Lakhsya untuk mendekat kearah closet dan tanpa canggung membantu menurunkan celana piyama yang Lakhsya kenakan. Astari sudah berlalu pergi saat Lakhsya mulai dengan kebutuhannya tersebut.

Dalam beberapa menit Lakhsya selesai dan kembali tidak bisa menolak saat dituntun keluar. "Karena demam, Tuan Muda jadi lebih sering buang air kecil. Kalau bergerak berkali-kali ke kamar mandi membuat lelah, bagaimana kalau pasang diapers lagi?"

Lakhsya langsung menggeleng kuat. Dirinya sudah bertekad untuk sembuh dan menggunakan bantuan popok celana lagi rasanya sangat-sangat memalukan.

"Atau mau menggunakan kateter saja?"

"Ng—nggak. Aku lebih suka begini."

Perawat tersebut mengangguk dan meski masih menunjukan wajah khawatirnya, beruntung tidak menyarankan apa-apa lagi yang membuat Lakhsya merasa seperti seorang pesakitan. Lagipula, semenjak tinggal di paviliun ini, rasanya kesehatannya semakin membaik. Dirinya bahkan sudah bisa makan dengan benar dan mulai belajar berjalan.

Si Lumpuh Kesayangan Nona Cala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang