🍁🍁
Hari minggu digunakan Khanza untuk beberes rumah, setelah itu ia duduk di teras kostnya saat baru selesai mengepel lantai. Walaupun hanya kost-kostan kecil, Khanza harus rajin membersihkan agar tetap nyaman untuk ditinggali.
Pemandangan yang hampir tiap hari ia temui setiap harinya, ibu-ibu yang mengobrol dengan suaminya dengan segelas kopi ataupun beberapa bapak-bapak yang tengah mencuci motornya untuk persiapan bekerja.
Karena kebanyakan yang menghuni kost di gang kecil ini adalah kuli bangunan ataupun pedagang kecil yang mengharuskan tiap hari untuk berangkat mencari sesuap nasi tanpa hari libur.
Motor-motor para bapak-bapak yang siap bekerja itu terparkir rapi didepan kost-kostan, hampir sepanjang jalan terlihat motor mereka berjejeran menambah sempitnya jalanan yang didalam gang kecil, hingga beberapa orang tidak bisa berjalan beriringan.
Khanza mengalihkan pandangannya pada seorang pria berumur kisaran empat puluh tahun, yang lewat didepan kostnya menggunakan kaos biru dan celana pendek hitam membuat Khanza berinisiatif untuk menyapanya.
"Pak Mamat, pagi-pagi gini mau kemana?" tanya Khanza sedikit berteriak.
Pak Mamat ini salah satu sopir angkot yang mobil birunya selalu diparkir didepan gang, bersama mobil angkot bapak-bapak yang lain, karena tidak memungkinkan untuk masuk kedalam gang kecil seperti ini.
Pak Mamat juga salah satu bapak-bapak eksis dalam bergaul dengan siapa saja, bahkan Khanza sering kali diajak bercanda dengan beliau.
"Mau joging didepan lah neng, nge dekem mulu kost yang ada bisa-bisa stres." ia berhenti untuk membalas ucapan Khanza.
Khanza mendengus sebal, ia tahu Pak Mamat menyindirnya karena terus-terusan berdiam diri didalam kost selain keluar untuk ke sekolah atau bekerja.
Lagipula Khanza tipe orang yang malas keluar jika tidak mempunyai kepentingan, sekali keluar juga bisa dijadiin omongan ibu-ibu tetangganya yang lain.
"Nggak cari duit pak?" tanya Khanza.
"Nantilah agak siangan dikit, penumpang juga dikit kalau hari gini. Lebih milih dirumah, kayak neng Khanza gini." Pak Mamat kembali mencibir Khanza.
"Idih si bapak, mau kemana lagi atuh hari libur kalau bukan dikost kan saya mah sorenya kerja sampai malem besoknya lagi sekolah." timpal Khanza, logat sundanya itu mulai keluar pasalnya ia jarang menggunakan bahasa Sunda disini.
"Hari libur gini itu, keluar bentar dong ke depan gang. Joging kek, di taman depan biasanya libur gini rame sama orang yang joging sama main apa tuh sek-bor?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA
Novela JuvenilRaga Artajiwa. Seperti namanya, Raga. Dia Raga untuk Keisha, dan juga Raga untuk Khanza. Bagi Keisha Lavanya, Raga tidak hanya sekedar sahabat tapi juga tempat berpulang dari segala gundah yang terjadi, Raga tempatnya berkeluh-kesah dari segelintir...